Surabaya, Aktual.com – Menanggapi pembantaian Salim Kancil di tragedi Pertambangan di Lumajang, Kriminolog Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, Krist Klaiden, mengatakan pembantaian secara sadis yang tidak manusiawi dilakukan banyak orang, bukanlah murni yang dilakukan orang biasa.
Sebab, menyetrum, menggergaji manusia, sangatlah diluar pemikiran orang-orang biasa. Tentu ada penggerak yang terus melakukan penekanan. Dan sudah pasti, disusupi beberapa preman.
Dalam hal ini, untuk mencari siapa aktor dibalik tindakan anarkis itu, polisi cukup melakukan penutupan pertambangan. Siapa yang paling aktif memprotes, disitulah ada dugaan muncul aktor dibalik semua itu.
“Kenapa sampai tega membunuh secara sadis? Pasti ada penekanan-penekanan yang luar biasa.” ujarnya kepada Aktual.com, Rabu (30/9).
Di tempat berbeda, salah satu pekerja tambang pasir di wilayah Lumajang (di luar Pasirian), Winarto, mengatakan bahwa para pekerja tambang pasir di Lumajang, hampir semuanya adalah pekerja bernyali yang berdomisili sebagai penduduk setempat.
Tidak dipungkiri, sebagian adalah preman yang tak punya pekerjaan, dan memilih bekerja di tambang.
Ketika lahan tempat dia bekerja mencari nafkah diusik, mereka tidak segan-segan untuk memberontak termasuk membunuh untuk mempertahankan lahannya.
Warga yang pro adalah warga yang terkena dampak positif, seperti pemilik truk, tukang portal dan sebagainya. Sementara warga yang kontra, biasanya warga yang tidak terkena dampak, seperti petani dan sebagainya.
” Saya tidak berbicara soal Salim Kancil. Ini tempat tambangnya juga berbeda. Bukan di Pasirian. Di luar Pasirian. Memang, biasanya ada banyak orang-orang yang mengaku atas nama masyarakat pecinta lingkungan atau apalah, yang kerap memprotes. Tetapi setelah ditutup uang, ya sudah selesai begitu saja. Bagi mereka yang mendapatkan jatah uang sedikit, ya terus memprotes. Jadi tidak tulus murni mencintai lingkungan. Saya katakan lagi, saya tidak berbicara soal Salim Kancil,” lanjutnya.
Artikel ini ditulis oleh: