Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ) menjalani sidang kajian reklamasi di Kantor Komisi Informasi Pusat (KIP) Jakarta, Senin (10/4). Foto: aktual.com/Teuku Wildan

Jakarta, Aktual.com – Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ) mengajukan banding ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta atas putusan Komisi Informasi Pusat (KIP) mengenai informasi hasil dari kajian Pulau Reklamasi.

Salah satu perwakilan KSTJ, Marthin Hadiwinata, menyatakan, proses banding dilakukan karena pihaknya menganggap proses hukum yang berat sebelah dalam putusan yang dikeluarkan KIP.

“Komisi Informasi Pusat tidak memutus dengan pertimbangan atas proses hukum yang benar. Seperti tidak mempertimbangkan adanya keterangan ahli dan tidak melihat dampak yang lebih jauh terhadap proyek reklamasi,” ujar Marthin, Senin (12/6).

Ia menyatakan kecewa dengan putusan KIP karena hasil kajian yang digugatnya beberapa lalu sangatlah penting untuk mengetahui dasar-dasar yang menjadi pertimbangan Reklamasi Jakarta dilanjutkan.

“Keputusan KIP tersebut mengecewakan karena bukti yang diajukan tidak dipertimbangkan dan bertentangan dengan hak atas informasi lingkungan hidup,” tambahnya.

Pada 15 Mei lalu, KIP menggagalkan permohonan KSTJ yang menginginkan dibukanya kajian lengkap dari Komite Gabungan Reklamasi yang dibentuk Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman (Kemenko Maritim). Kemenko Kemaritiman sendiri bertindak sebagai termohon dalam perkara ini.

Melalui putusan nomor 050/X/KIP-PS/2016, KIP telah menolak gugatan yang diajukan oleh peneliti asal Indonesian Center Enviromental of Lae (ICEL) yang juga bagian dari KSTJ, Rayhan Dudayev. Menurut Ketua Majelis Hakim, Evy Trisulo, KSTJ tidak dapat membuktikan adanya hasil lengkap kajian tersebut.

Sementara itu, Rayhan menilai bahwa tidak seharusnya negara menutup akses informasi yang berkaitan dengan kehidupan banyak orang. Permasalahan reklamasi Teluk Jakarta dianggap Rayhan sebagai isu penting bagi masyarakat ibu kota dan sekitarnya, sehingga sudah sepantasnya jika kajian mengenai reklamasi dibuka kepada publik.

“Publik masih bertanya-tanya apakah kajian tersebut dibuat secara obyektif atau tidak, karena statement yang disampaikan Menko Luhut berbeda dengan apa yang disampaikan Rizal Ramli ketika menjadi Menko Kemaritiman,” ujar Rayhan

(Teuku Wildan)

Artikel ini ditulis oleh: