Dirut Pertamina Dwi Soetjipto

Jakarta, Aktual.com —  PT Pertamina (Persero) pada semester I 2015 mencatatkan laba bersih sekitar USD570 juta, yang disokong oleh peningkatan kinerja operasional berbagai lini bisnis di tengah iklim industri minyak dan gas bumi dunia yang penuh tantangan. Laba bersih tersebut turun 46% dibandingkan periode yang sama tahun lalu USD1,13 miliar.

“Usaha hilir minyak menggerus laba usaha. Harga jual yang ditetapkan pemerintah tidak mengikuti formula yang pernah disepakati. Hal itu memberi makna bahwa memang pemerintah tidak serta merta mengikuti harga minyak dunia, dan pemerintah memperhatikan masyarakat,” ujar Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto di Jakarta, Rabu (5/8).

Menurutnya, kondisi dunia migas saat ini telah menuntut perseroan untuk melakukan langkah efisiensi. Dalam konteks Indonesia, situasi industri migas yang tertekan ditandai dengan anjloknya Indonesian Crude Price (ICP), ditambah rupiah yang semakin tertekan.

Hingga Juni 2015, ICP jatuh ke posisi USD59,4 per barel atau jauh dari rata-rata ICP pada periode sama 2014 yang sebesar USD106,6 per barel. Di sisi lain rupiah terdepresiasi hingga lebih dari 10 persen dalam kurun waktu yang sama.

“Banyak perusahaan di dunia yang melakukan aksi terobosan agar dapat survive, mulai dari pengurangan capex hingga pemangkasan tenaga kerja di awal tahun yang masih berlanjut hingga saat ini. Alhamdulillah, di tengah kondisi tersebut Pertamina dapat mengatasi dengan terus meningkatkan kinerja perseroan dan melakukan efisiensi hingga meraih laba bersih USD570 juta setelah awal tahun sempat rugi,” ujar Dwi.

Ia menjelaskan, produksi migas Pertamina selama semester I 2015 tumbuh sekitar 6 persen dibanding periode sama tahun lalu. Produksi migas perusahaan mencapai 550,89 ribu BOEPD, yang terdiri dari 270,76 ribu BOPD minyak dan 1,60 BSCFD gas, yang disokong peningkatan produksi migas Pertamina dan aset luar negeri.

“Produksi minyak dari aset luar negeri rata-rata semester I mencapai 73,5 ribu BOPD, sedangkan produksi gas sebesar 88,25 MMSCFD,” terangnya.

Selain itu, Dwi menyampaikan bahwa saat ini kinerja kilang milik Pertamina telah berangsur membaik setelah sempat alami turbulensi pada‎ akhir 2014 dan awal 2015 akibat fluktuasi harga minyak mentah. Bahkan pada kuartal II/2015, biaya pokok produksi kilang Pertamina menyentuh level di bawah 100 persen terhadap harga impor.

“Kondisi tersebut menunjukkan kilang-kilang Pertamina telah lebih efisien,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka