Calon wakil presiden nomor urut satu, Ma’ruf Amin menegaskan kunjungannya ke sejumlah pondok pesantren semasa kampanye Pilpres 2019 sebatas kegiatan silaturahmi ke pimpinan maupun santri seperti yang biasa dia lakukan.
“Saya tidak pernah kampanye, saya untuk silaturahmi,” kata Ma’ruf saat ditemui di Hotel Bintang, Jalan Raden Saleh, Jakarta, Minggu (7/10/2018).
Ma’ruf berkukuh tak melakukan pelanggaran terhadap mekanisme yang telah diatur KPU. Dia pun memastikan kedepannya akan tetap mengunjungi pesantren di berbagai wilayah di Indonesia untuk bersilaturahmi.
“Oh iya [tetap ke pesantren], itukan dunia saya,” kata dia.
Ma’ruf tak berkeberatan jika pesaingnya di Pilpres, pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengikuti jejaknya untuk mengunjungi pondok pesantren saat masa kampanye berlangsung.
Dia tak khawatir jika basis suaranya bakal tergerus dengan kunjungan pesaingnya turut ‘bergerilya’ di pondok pesantren. “Ya boleh saja, silakan,” kata Ma’ruf.
Ma’ruf belakangan terbilang intens berkunjung ke sejumlah pesantren di beberapa daerah. Beberapa waktu lalu, ia pernah maraton mengunjungi delapan pondok pesantren di empat kota di Jawa Timur.
Tak hanya itu, dia pun turut mengunjungi beberapa pesantren di kawasan Banten pada awal bulan lalu. Baru-baru ini, Ma’ruf mengunjungi Ponpes Al Muhajirin di Purwakarta untuk menghadiri acara doa bersama dan penggalangan dana untuk korban gempa di Sulawesi Tengah.
Safari ke Ponpes tak hanya dilakukan oleh Ma’ruf. Tim Prabowo dan Sandi juga tercatat sempat berkunjung ke sejumlah pesantren. Prabowo, misalnya, sempat mengunjungi Pimpinan Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang, KH Maimoen Zubair alias Mbah Moen.
UU Pemilu juga mengatur soal sanksi pidana bagi seluruh pihak yang terlibat dalam pemilu melanggar aturan kampanye. Pasal 521 menyebutkan bahwa ‘setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja melanggar Larangan pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, atau huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24 juta’.
Dua-duanya Sama, Kemana Bawaslu?
Dua pasangan yang bertanding, Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, sama-sama sudah melakukan itu. Berdasatkan riset redaksi menemukan dua kandidat ini setidaknya telah mengunjungi pesantren sebanyak 26 kali sejak September 2018.
Ma’ruf Amin misalnya, lebih sering berkunjung ketimbang Jokowi. Sudah ada 10 pesantren yang dia kunjungi. Sementara Jokowi baru dua. Prabowo-Sandiaga sudah 14 kali dalam hal kunjung mengunjungi ponpes. Prabowo enam pesantren dan Sandiaga delapan.
Kunjungan ini sera tak langsung memang pasti disangkutpautkan dengan pemilu 2019. Kedua pasangan pun boleh menampik hal ini. Ma’ruf misalnya, dia kerap beralasan silaturahmi, pengkajian kitab dan memperingati hari ulang tahun. Alasan serupa juga kerap digunakan Prabowo-Sandiaga.
Imbauan tak berkampanye di lembaga pendidikan juga sudah berulang kali disampaikan KPU maupun Bawaslu RI. Terakhir, larangan ditegaskan anggota Bawaslu RI Rahmat Bagja, Rabu (10/10/2018) malam.
“Ya enggak boleh lah, itu jelas. Yang berhak memperbolehkan atau tidak kan Undang-Undang, baca saja Undang-Undangnya,” ujar Bagja.
Bawaslu hingga kini mengaku belum mendapat laporan soal pelanggaran kampanye di lembaga pendidikan. Alih-alih memberi sanksi, anggota Bawaslu RI Fritz Edward Siregar justru menjelaskan kenapa mereka diam.
Menurut Fritz, kandidat tak bisa dilarang sebab mereka diundang untuk mengisi acara non-politik. “Saat seseorang hadir dan dia kunjungan biasa atau fungsi-fungsi lain yang tak berhubungan dengan kampanye, itu adalah kegiatan yang menurut kami tak melanggar,” ujar Fritz di kantornya, Kamis (11/10/2018).
Semua kandidat pilpres, pinta dia, tidak membawa atribut serta berkampanye. Meski demikian, dia merasa wajar jika muncul anggapan kalau para kandidat sedang berkampanye. “Perspektif masyarakat yang melihat berbeda.”
Sikap Bawaslu yang demikian dikritisi Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia, Kaka Suminta. “Kami nilai Bawaslu lambat dan abai dalam soal ini. Bawaslu punya kewenangan baik untuk laporan maupun temuan. Bahkan masih bisa mencegah. Ini yang tak dilakukan,” ujar Kaka Suminta kepada wartawan, Kamis (11/10/2018).
Politik Identitas