Suasana pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Masyarakat (Perppu Ormas) di gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/10). Paripurna DPR RI mengesahkan RUU tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan menjadi undang-undang, pengesahan itu disepakati lewat mekanisme voting setelah upaya musyawarah mufakat tak tercapai. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Guru Besar LIPI Syamsuddin Haris menyarankan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) KPK mesti diterbitkan sebelum pembentukan kabinet pemerintahan periode kedua Presiden Joko Widodo.

“Supaya presiden memiliki posisi tawar yang tinggi menghadapi partai politik,” kata Syamsuddin di Jakarta, Kamis (3/10).

Penerbitan Perppu seusai pembentukan kabinet kata dia tentunya bisa saja melemahkan posisi tawar presiden terhadap partai politik dalam mendukung langkah presiden terkait penyelesaian polemik Undang-undang KPK.

“Tetapi tidak pula langsung terburu-buru, tunggu Undang-undang KPK sudah punya nomor, walaupun undang-undang tersebut belum atau tidak ditandatangani oleh presiden,” katanya.

Namun sebaiknya, menurut Syamsuddin, Undang-undang KPK itu tidak perlu ditandatangani oleh presiden sebagai bentuk komitmen beliau terhadap pemberantasan korupsi.

“Dan saya kira mengingat aspirasi publik sebagaimana juga yang disuarakan kawan-kawan mahasiswa, mestinya presiden tidak menandatangani revisi UU KPK walaupun sudah disetujui oleh pemerintah melalui Menkumham ketika itu dan Menpan RB,” ucap Syamsuddin.

Artikel ini ditulis oleh: