KPK sendiri merespon tidak terlalu tegas permintaan Luhut tersebut. KPK melalui Juru Bicaranya, Febri Diansyah mengatakan, jika ada pelanggaran administrasi terkait perizinan dalam proyek tersebut, KPK menyerahkan kepada instansi terkait untuk memprosesnya.
“Kalau ada pelangaran administrasi lain, silakan pada instansi yang berwenang untuk memproses apakah akan dibatalkan atau tidak diizinkan,” kata Febri, ketika dikonfirmasi, Rabu 17 okotber 2018.
Sebab, kata Febri, kewenangan KPK hanya memproses dugaan korupsi yang melibatkan pejabat dan penyelennggara negara dan pengembang dalam hal ini Lippo Group selaku pemberi suap.
“Belum ada kesimpulan ke sana (menghentikan sementara proyek Meikarta). KPK fokus pada penanganan perkara dan hanya melakukan sesuai dengan kewenangan KPK,” kata Febri.
Meski demikian, KPK membuka peluang untuk menjerat Lippo Grup sebagai tersangka dalam kasus ini. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menegaskan pihaknya telah berkomitmen untuk menetapkan korporasi yang terlibat kasus korupsi.
“Sudah jadi komitmen KPK kalau memang pidana korporasinya bisa dikenakan tentu demi keadilan (Lippo Group ditetapkan sebagai tersangka). Karena sudah ada yang dikenakan ya, KPK harus ‘prudent’,” kata Saut saat dikonfirmasi lewat pesan singkat, Selasa, 16 oktober 2018.
Sejauh ini korporasi yang telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh KPK di antaranya PT Duta Graha Indah yang telah berubah nama menjadi PT Nusa Konstruksi Enjiniring, PT Nindya Karya (Persero) dan PT Tuah Sejati.
Penetapan korporasi sebagai tersangka korupsi ini berdasarkan pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi.
Saut melanjutkan bahwa setiap kasus dugaan korupsi memiliki karakteristik yang berbeda. Saut mengatakan pihaknya akan mempelajari lebih lanjut bukti-bukti lain yang nanti didapat saat proses penyidikan.
Untuk diketahui KPK sempat memberikan rekomendasi kepada pemerintah agar tidak melanjutkan proyek hambalang yang dihentikan lantaran imbas dari skandal korupsi yang melibatkan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alvian Mallarangeng dan mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum.
Hal itulah yang kemudian dinilai dapat dijadikan contoh serupa untuk merekomendasikan proyek milik Lippo Grup tersebut dihentikan sementara waktu.
Pakar Hukum Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyatakan, proyek tersebut harus dihentikan jika belum berizin. Jika belum berizin, biaya yang sudah dibayarkan pembeli atas produk properti Meikarta harus ditanggung oleh perusahaan.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby