Penanggungan biaya ini harus dilakukan jika perusahaan diketahui tidak memperoleh izin terkait penggarapan proyek properti di Kabupaten Bekasi itu.
“Uang masyarakat tetap ditanggung perusahaan jika perusahaan tidak mendapatkan izin dan sebagai konsumen dilindungi,” kata dia ketika dihubungi, Rabu (17/10)
Terkait korupsi korporasi, Fickar menjelaskan, Meikarta sudah menjadi subjek pelaku tindak pidana korupsi karena pengurusnya termasuk orang yang terkena OTT. Ia menerangkan, dugaan suap yang disidik KPK terkait perizinan, yang dilakukan untuk dan atas nama kepentingan perusahaan.
“Karena tipikornya suap, tidak perlu harus menunggu perhitungan kerugian negara. Karena itu, KPK bisa langsung menetapkan mengingat semua perizinan itu untuk kepentingan perusahaan. Meski hukuman terhadap korporasi hanya denda saja,” tutur dia.
Sementara Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia atau YLKI menilai kasus ini telah membuat konsumen khawatir akan keberlanjutan proyek Meikarta.
Oleh karenanya Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi meminta manajemen proyek Meikarta untuk segera menjelaskan pada publik mengenai hal tersebut.
“Apakah akan dilanjutkan atau disetop,” kata Tulus dikutip dalam keterangan tertulisnya, Rabu 17 Oktober 2018.
Ia menegaskan, kalau sampai proyek Meikarta disetop akibat perizinan yang tidak beres atau masalah lain, maka negara harus hadir menjamin hak-hak keperdataan konsumen yang sudah terlanjur melakukan transaksi pembelian.
Selain itu ia menyebut mencuatnya kasus ini menjadi fakta kegagalan negara dalam melakukan pengawasan.
“Sebab, bagaimanapun hal ini merupakan tanggung jawab negara, dan merupakan kegagalan negara dalam melakukan pengawasan,” katanya.
Sejak awal, Tulus mengatakan, pihaknya telah memberikan peringatan kepada masyarakat agar tidak melakukan transaksi apapun kepada proyek Meikarta.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby