Sejumlah pekerja berada di antara badan kapal perang jenis Kapal Perusak Kawal Rudal 105 meter (PKR-10514) di bengkel pabrikasi unit divisi kapal perang PT PAL Indonesia (Persero), Surabaya, Jawa Timur, Jumat (14/8). PT PAL Indonesia (Persero) yang bekerja sama dengan perusahaan perkapalan dari Belanda, DAMEN ëSchelde Naval Shipbuildingí (DSNS), menargetkan pembuatan kapal perang PKR-105 meter tersebut selesai pada 2017. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/kye/15

Jakarta, Aktual.com — Uni Emirat Arab mulai melakukan negoisasi terkait ketertarikannya untuk memesan produksi kapal perang, yang dibuat PT PAL Indonesia.

Direktur Utama PT PAL Indonesia M Firmansyah Arifin mengakui beberapa negara telah melirik produksi kapal perang Indonesia, dan kecanggihan yang ditawarkan serta beberapa sudah mulai melangkah melakukan negoisasi pemesanan.

“Kita sedang bernegoisasi dengan UEA untuk kapal jenis LPD, seperti yang dipesan Filipina, karena mereka mengakui tertarik dengan kecanggihan kapal itu dan kita sudah menguasai kecanggihan dari A sampai Z jenis kapal tersebut,” ujar dia di Surabaya, Minggu (13/9).

Arifin mengatakan, ketertarikan UEA juga diungkapkan negara tersebut ketika melihat langsung kapal sejenis saat digunakan dalam evakuasi ekor pesawat AirAsia yang mengalami kecelakaan, yakni menggunakan KRI Banda Aceh.

Sebelumnya, negara yang telah memesan dan kini sudah memasuki tahap akhir atau 70 persen pengerjaan adalah Filipina, yang memesan dua kapal perang tipe “strategic sealift vessel” (SSV).

Menurut Firmansyah, dua kapal perang berukuran panjang 123 meter dan lebar 21,8 meter itu merupakan alat utama sistem senjata (alutsista) pertama yang diekspor Indonesia ke negara lain.

Pengiriman kapal pertama akan dilaksanakan dengan kontrak 28 bulan, dan direncanakan akan diluncurkan pada Desember 2015, sementara kapal kedua sekitar 36 bulan.

Firmansyah menjelaskan, pengerjaan dua kapal perang Filipina dilakukan setelah perusahaan BUMN itu memenangkan tender internasional senilai 90 juta dolar AS melawan tujuh perusahaan di antaranya Korea Selatan.

“Kita menang karena pengalaman. Pasalnya militer Filipina ingin yakin bahwa kapal yang dipesan itu sudah dipakai di negara kita,” katanya.

Ia mengatakan, sesuai dengan peraturan pemerintah tingkat kandungan komponen dalam negeri (TKDN) kapal perang yang diekspor ke Filipina telah memenuhi regulasi, yakni antata 30 hingga 35 persen.

“Ke depan, kita telah membuat strategi jangka panjang, yakni bagaimana seluruh komponen kapal perang canggih berasal dari tangan-tangan anak negeri,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby