Jakarta, aktual.com – Ketua Mahkamah Agung (MA) Muhammad Syarifuddin menyebutkan berdasarkan penelitian oleh Australia Indonesia Partnership for Justice pada 2018 menunjukkan 95 persen perceraian di Indonesia melibatkan anak usia di bawah 18 tahun.

“Dengan menggunakan asumsi bahwa di Indonesia setiap keluarga rata-rata memiliki dua anak,” kata Ketua MA Muhammad Syarifuddin pada webinar bertajuk Perlindungan Hak Perempuan dan Anak dalam Perkara Perceraian yang dipantau di Jakarta, Rabu (27/7).

Dari angka itu, kata dia, diperkirakan lebih dari 900.000 hingga satu juta anak setiap tahunnya terkena dampak akibat perceraian yang diajukan ke pengadilan.

Dapat dibayangkan dampak jangka panjang yang dialami oleh anak-anak Indonesia. Hal ini, kata Prof. Muhammad Syarifuddin, kemudian berpengaruh pada susunan tatanan sosial di masyarakat.

Oleh karena itu, untuk mengurangi dampak buruk dari perceraian orang tua terhadap anak, menurut dia, penting untuk memastikan setiap anak terus dapat mengakses hak mereka.

Ia lantas menyebut sejumlah hak tersebut, yakni jaminan kesehatan, pendidikan dan pengasuhan yang layak, antara lain, tertuang dalam putusan pengadilan terkait dengan nafkah anak maupun mantan istri.

Meskipun jumlah anak yang terdampak akibat perceraian orang tua setiap tahunnya tergolong besar, putusan perceraian terutama terkait dengan pembayaran nafkah anak dan mantan istri belum efektif.

“Putusan perceraian tidak serta merta mempermudah pemotongan bagian penghasilan mantan suami untuk nafkah mantan istri dan tunjangan pemeliharaan anak,” kata dia.

Akibatnya, anak dan mantan istri tersebut rentan terjebak dalam garis kemiskinan, bahkan menjadi korban kejahatan.

Terakhir, perkara putusan pengadilan termasuk soal perceraian merupakan salah satu prioritas MA yang pelaksanaannya membutuhkan dukungan pemerintah.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Rizky Zulkarnain