Jakarta, Aktual.com — Ketua Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) berpendapat, manfaat yang telah dilakukan Susi kepada negara ini hanya sebatas simbol-simbol semata dan justru Susi yang dapat manfaat besar berupa popularitas.

Hal ini dikatakan terkait kinerja Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dalam satu tahun ini.

“Hal itu semakin dipertegas oleh lembaga survey Political Communication Institute yang merilis surveinya terhadap kinerja satu tahun pemerintahan Jokowi-JK. Hasilnya, Susi adalah Menteri paling populer namun popularitasnya berbanding terbalik terhadap kinerjanya. Itu artinya, pekerjaan Susi jeblok tapi dia malah jadi selebriti,” kata Junisab, di Jakarta, Minggu (27/12).

Agar lebih mempermudah publik memahaminya, IAW memaparkan beberapa audit publik terkait kinerja Susi. Pertama, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 115 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal yang ditanda-tangani Presiden Jokowi pada 19 Oktober 2015.

Perpres itu berpotensi besar digugat masyarakat karena bertentangan terhadap Undang-undang (UU) No 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dan UU No. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).

“Kedua, materi aturan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 75 tahun 2015 tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor kelautan dan perikanan yang menaikkan pajak masyarakat dibidang perikanan antara 250% sampai sebesar 1.000%. Sangking tidak rasionalnya PP itu, fakta akhirnya menunjukkan bahwa aturan tersebut tidak bisa berjalan layaknya seperti PP lain. Boleh dicek,” ujarnya.

Kemudian, lanjut mantan anggota Komisi III DPR RI ini, kebijakan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 2 Tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Pukat Hela dan Tarik di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia. Aturan itu melarang nelayan menangkap ikan memakai pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets).

Akhirnya, aturan itu banyak dilanggar oleh para nelayan. Bahkan aturan itu sedang dijudicial review masyarakat ke Mahkamah Agung RI.

“Susi bisa melihat langsung aturan itu dilanggar nelayan di wilayah Pandegelang, Banten. Bahkan aparat hukum disana menunjukkan sikap ‘pro’ kepada nelayan. Kami melakukan survey nelayan di Desa Teluk, Kecamatan Panimbangan, Kabupaten Pandegelang, Banten,” kata dia.

Keempat, masih menurut Junisab, Permen KP Nomor 1 tahun 2015 tentang larangan penangkapan lobster, kepiting dan rajungan dalam keadaan bertelur dan ukuran minimal. Ternyata itu juga tidak efektif, malah banyak tudingan bahwa diduga kuat itu terkait bisnis lobster Susi.

“Kelima, Susi telah gagal menyerap APBN 2015. Kementerian Perekonomian menyatakan bahwa Kementerian Kemaritiman yang terendah menyerap APBN, salah satunya KKP yang baru terserap 28,2 persen dari pagu Rp 10,5 triliun,” jelasnya.

Terakhir, dari sekotor Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kementerian yang digawangi Susi sangat rendah. Bahkan lebih rendah kurun 10 tahun terakhir.

Junisab menambahkan, audit ini bisa menjungkirbalikkan popularitas Susi secara seketika.

“Masa Susi meminta naik anggaran pada 2016. Padahal dalam APBN 2015 saja anggaran yang tidak terserap hingga Rp2 triliun. Kinerja Susi itu sudah seperti logika yang dibolak-balik seperti saat masa kanak-kanak kita bermain dadu. Jadi keuntungan apa yang bisa didapatkan negara ini dari Susi?” tutupnya.

Artikel ini ditulis oleh: