Jakarta, Aktual.com – Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi menganggap I Putu Sudiartana selaku anggota Komisi III DPR RI terbukti menerima sejumlah suap Rp 500 juta, dan gratifikasi Rp 2,7 miliar serta 40 ribu dolar Singapura dari empat pengusaha asal Sumatera Barat.

Atas anggapan tersebut, Jaksa KPK meminta Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta mengganjar hukuman pidana kepada Putu selama 7 tahun penjara, dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan.

“Menuntut supaya majelis hakim menjatuhkan putusan, menyatakan terdakwa I Putu Sudiartana terbukti sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sesuai dakwaan pertama dan dakwaan kedua,” kata Jaksa KPK saat membacakan surat tuntutan untuk Putu di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (6/2).

Selain hukuman badan dan denda, Jaksa KPK juga meminta majelis menjatuhi hukuman uang pengganti sebesar Rp 300 juta kepada anggota Komisi III dari fraksi Demokrat. Bahkan, Agus Rahardjo Cs menuntut agar majelis juga mencabut hak politik Putu selama 5 tahun.

“Meminta majelis hakim menghukum terdakwa dengan pidana uang pengganti Rp 300 juta, serta berupa pencabutan hak politik untuk dipilh selama 5 tahun setelah menjalani pidana pokok.”

Dalam fakta yuridisnya, Jaksa KPK menerangkan bahwa suap Rp 500 juta yang diterima Putu berasal dari pengusaha bernama Yogan Askan. Suapnya, berkaitan dengan bantuan Putu dalam menambah Dana Alokasi Khusus sarana dan prasarana Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dalam APBN-Perubahan tahun anggaran 2016.

Sedangkan gratifikasinya bersumber dari Salim Alaydrus Rp 2,1 miliar, dari Mustakim Rp 300 juta, dari dari Ipin Mamoto sebesar Rp 300 juta dan 40 ribu dolar Singapura. Uang tersebut dianggap sebagai gratifikasi lantaran Putu tidak bisa membuktikan bahwa pemberiannya terkait kesepakatan bisnis.

Putu dianggap telah melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Laporan: M Zhacky Kusumo

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu