Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis saat dialog kisruh Freeport dengan tema: Pembegal UUD dan UU Minerba Vs Papa Minta Saham di Warung E Komando, Jakarta, Minggu (6/12). Kisruh Freeport adalah perang yang diciptakan CIA (badan intelijen Amerika). Akibatnya semua anak bangsa yang menjadi korban karena saling berhadap-hadapan. Freeport ingin mempertahankan operasinya di Papua. Perusahaan asal Amerika ini memang berharap operasinya di Papua bisa diperpanjang setelah kontrak berakhir 2021. AKTUAL/TINO OKTAVIANO

Jakarta, Aktual.com – Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis menilai pemerintahan Jokowi sangat “Hebat” dalam dua tahun ini. Apalagi, di bidang penegakan hukum.

Alasannya, karena keberanian dan kehebatan Jokowi, kasus-kasus korupsi kelas kakap lebih lambat ditangani daripada kasus korupsi kelas teri.

Misalnya, kasus dugaan korupsi pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras. Dimana, sudah secara terang-benderang ditemukan kerugian negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan yang berlandaskan UUD 1945 justru kini menjadi tidak jelas ujungnya. Padahal, sebagai kepala negara Presiden merupakan penanggungjawab hukum.

“Yang wewenang audit adalah BPK. Dan BPK lakukan audit. Kemana kasus itu ? Kan ada kerugian negara. Harusnya Jokowi ambil alih dong. Bilang dong ‘Hei Jaksa Agung koordinasi ambil alih, polisi ambil alih’. Bukan diam seribu bahasa seperti sekarang,” ujar Margarito di Cikini, Jakarta, Sabtu (22/10).

“Karena itu saya bilang TOP. Karena yang terang benderang seterang-terangnya jadi kabur sekabur-kaburnya. Apa enggak TOP?,” tegasnya lagi.

Selain Sumber Waras, lanjutnya, Jokowi juga ia acungi jempol dalam penanganan kasus Reklamasi. Jokowi diam saja ketika aparat penegak hukum secara jelas “pilah pilih” tangkap orang.

Seperti, Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam yang langsung dietapkan sebagai tersangka dalam kasus izin tambang PT AHB dan PT Billy. Yang sama-sama mengakibatkan kerugian negara layaknya ijin reklamasi teluk Jakarta yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

“Kalau kita kaitkan dengan kasus Nur Alam. Kenapa di reklamasi tidak ada kerugian keuangan negara ? Bukannya ada kerusakan lingkungan ? Itulah yang ditetapkan sebagai kerugian negara di Sultra. Kenapa disini tidak ? Mereka pakai hukum apa ? Kenapa presidennya diam ? Presiden adalah penanggung jawab pelaksanan pemerintahan di Republik ini. Presiden kerjanya penegakan hukum,” cetus Margarito.

Kemungkinan, ia menduga, Jokowi belum sampai berpikir hingga masalah tersebut. Atau, kata dia, terlalu banyak orang yang memberi masukan ke presiden.

“Atau terlalu banyak orang yang rontok atas ketegasan dia (Jokowi) sehingga diam. Terus, yasudahlah ditimpa saja sama kasus lain sampai orang lupa. Sehingga yang terang jadi tak jelas,” pungkas Margarito.

Nailin In Saroh

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Arbie Marwan