Wakil Bendahara Umum Partai Golkar Zulhendri Hasan usia diperiksa KPK, Jakarta, Selasa (14/11).Zulhendri diperiksa terkait kasus dugaan menghalangi penyidikan kasus KTP elektronik (e-KTP) dengan tersangka Markus Nari. AKTUAL/Munzir

Jakarta, Aktual.com – Mantan anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Markus Nari membantah kembali penerimaan Rp4 miliar terkait dengan pengadaan KTP elektronik.

“Apakah ada pertemuan di Senayan dekat TVRI sekaligus penyerahan uang dari Sugiharto kepada Saudara sebesar Rp4 miliar?” tanya jaksa penuntut umum (JPU) KPK Wawan Yunarwanto dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa.

“Tidak pernah,” jawab Markus.

Markus menjadi saksi untuk dua terdakwa yaitu mantan Direktur Operasional PT Murakabi Sejahtera Irvanto Hendra Pambudi Cahyo yang juga keponakan Setnov serta pemilik OEM Investment Pte.Ltd. Made Oka Masagung.

Keduanya didakwa menjadi perantara pemberian uang 7,3 juta dolar AS kepada Setnov dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi KTP-el.

“Apakah Saudara pernah menerima ‘fee’ dari Irvanto terkait dengan KTP-el?” tanya jaksa Wawan.

“Tidak pernah,” jawab Markus lagi.

Sugiharto adalah mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) pada Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri.

Dalam putusan Sugiharto disebut bahwa guna memperlancar pembahasan KTP-el dalam APBN-P pada tahun 2012, sekitar pertengahan Maret 2012 Ditjen Dukcapil saat itu Irman dimintai uang sejumlah Rp5 miliar oleh Markus Nari selaku anggota Komisi II DPR RI.

Untuk memenuhi permintaan tersebut, Irman memerintahkan Suharto untuk meminta uang tersebut kepada Direktur Utama PT Quadra Solution Anang S. Sudiharjo yang juga anggota konsorsium PNRI pemenang pengadaan KTP-el.

Atas permintaan itu, Anang hanya hanya memenuhi sejumlah Rp4 miliar yang diserahkan kepada Sugiharto di ruang kerjanya. Selanjutnya, Sugiharto menyerahkan uang tersebut kepada Markus Nari di Restoran Bebek Senayan, Jakarta Selatan.

“Saya kenal Irvanto saat AMPG (Angkatan Muda Partai Golkar) presentasi di DPR, lalu diperkenalkan masing-masing anggota, itu pada tahun 2016, di situ saya lihat (Irvanto),” kata Markus.

Markus yang duduk di Komisi II sekaligus anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI pada tahun 2011 s.d. 2014 mengaku awalnya tidak setuju dengan proyek pengadaan KTP-el.

“Kami di Komisi II tidak setuju karena sosialisasi belum sampai ke daerah. Jadi, kami katakan kepada Pak Menteri (Dalam Negeri) ini ‘Kami tidak setuju’. Setelah itu, Pak Menteri mengatakan bahwa program ini akan jalan terkait dengan target, November sudah selesai, ternyata November tidak selesai juga,” kata Markus.

Markus Nari sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara KTP-el dengan sangkaan menghalang-halangi penyidikan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Pada penggeledahan, 10 Mei 2017, KPK menemukan barang bukti elektronik dan BAP Markus saat masih menjadi saksi dalam penyidikan KTP-el. Namun, hingga saat ini, dia belum ditahan dan penyidikannya masih berlangsung.

Pada hari Selasa, mantan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie alias Ical seharusnya juga dipanggil sebagai saksi. Namun, Ical sedang berada di luar negeri sehingga tidak dapat menghadiri persidangan.

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Teuku Wildan