Politisi senior Partai Demokrat Jhoni Allen (tengah) dan Marzuki Alie (kanan) saat pimpin sidang Kongres Luar Biasa (KLB)/foto: Antara
Politisi senior Partai Demokrat Jhoni Allen (tengah) dan Marzuki Alie (kanan) saat pimpin sidang Kongres Luar Biasa (KLB)/foto: Antara

Jakarta, Aktual.com – Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat versi KLB, Marzuki Alie mengungkapkan ada beberapa alasan pihaknya mendukung pelaksanaan Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat beberapa waktu lalu.

Menurutnya, alasan ini ia rangkum dari informasi yang didapatkan, baik dari kader yang berada di daerah, di DPP, maupun dari isu-isu yang berkembang di luar.

“Kenapa harus KLB? Pertama, pertimbangan ini kita dapat meyakini bahwa Demokrat ini sudah dikudeta secara sitemik. Kedua, partai ini yang tadinya terbuka, siapapun dapat bergabung, kemudian menjadi partai dinasti,” kata Marzuki, dikutip dari channel Youtube pribadinya, Selasa (16/3).

Ia mengatakan perubahan dari partai terbuka menjadi partai dinasti itu membuat nilai-nilai demokrasi di internal partai sulit ditegakan. Bahkan, dalam AD/ART Partai Demokrat tahun 2020 telah mengubah sejarah sejarah pendirian partai yang telah termaktub di akte pendirian.

Selain itu, adanya mahar politik dan pungutan rutin yang dikenakan kepada kader partai baik di tingkat pusat maupun daerah. Menurut Marzuki, semua pungutan tersebut dihitung dari setiap kursi yang diperoleh.

“Jadi semakin banyak kursi yang didapatkan, maka semakin besar setoran yang harus dibayarkan kepada DPP,” ungkapnya.

Marzuki menambahkan, tak heran jika banyak kader partai Demokrat yang terjerat kasus-kasus korupsi karena mahar politik dan pungutan rutin yang wajib disetor ke Dewan Pimpinan Pusat (DPP) memberatkan kader-kader partai.

“[KLB] ini adalah jihad politik dengan mengorbankan seluruh nama baik dan sebagainya, kami yakin bahwa apa yang kami lakukan adalah kebaikan untuk partai Demokrat, kebaikan untuk para kader, dan tentu adalah pada akhirnya kebaikan untuk bangsa dan rakyat Indonesia,” tuturnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: A. Hilmi