Sejak 2016 Indikasi Kegagalan Proyek Mulai Tercium
Seiring berlalunya waktu, pada akhir 2016, Presinden Jokowi mulai mengendus akan kebenaran kritik Rizal Ramli. Proyek ini tidak berjalan sesederhana yang dipikirkan oleh Jokowi. Selain terdapat permasalahan regulasi dan teknis, ternyata pertumbuhan ekonomi malah semakin merosot. Pada tahun 2015 ternyata pertumbuhan ekonomi hanya mampu mencapai 4,79 persen.
Hingga November 2016, realisasi program 35.000 MW baru mencapai 36 peren. Karenanya Jokowi menekankan kepada para menterinya agar bekerja lebih keras untuk mencari solusi atas berbagai kendala yang dihadapi.
“Jadi saya sampaikan kepada menteri. Dengan cara apapun ini harus bisa diselesaikan. Kalau biasa kerja satu shift ya sekarang kerja 3 shift. Kalau kerja 3 shift kan, 5 tahun kali 3, 15 tahun artinya dikerjakan siang malam,” kata dia.
November 2016, sidang Dewan Energi Nasional (DEN) ke 19 menyimpulkan, hanya sekitar 55 persen atau 19.700 MW yang mampu diselesaikan pada 2019. Anggota DEN, Rinaldy Dalimi menjelaskan, terdapat dua alasan utama yang menjadi faktor kesimpulan tersebut yakni, selain memang karena melihat realisasi proyek di bawah target yang diharapkan, Indonesia mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi, sehingga penyediaan daya terpasang harus menyeimbangi permintaan konsumen.
“Mengenai 35.000 MW, disepakati minimal 19.700 MW dan PLN berusaha lebih dari itu. Dasarnya pertumbuhan ekonomi 6 persen dan yang sudah financial close di 2016 akhir 19,7 GW. Jadi pertimbangannya pertumbuhan dan dari proses itu sendiri,” kata Rinaldy.
Anggota DEN lainnya, Tumiran menegaskan, pemerintah harus giat mendorong investasi untuk menumbuhkan industri sebagai penyerap daya listrik, sebab, PLN terancam rugi besar kalau program 35.000 MW terus digenjot sementara industri stagnan.
“Kalau listrik dibangun tapi industrinya nggak tumbuh, nggak ada yang menyerap, nanti PLN kena take or pay. Industri hilir harus ditumbuhkan,” tegasnya.
Selanjutnya…
Penyelamatan PLN Melalu RUPTL
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta