Ratusan ribu umat Islam dari berbagai elemen yang tergabung dalam Gerakan Bela Islam melakukan aksi unjuk rasa ke Bareskrim Polri,Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (14/10/2016). Dalam aksinya Gerakan Bela Islam mendesak Bareskrim Polri segera menetapkan tersangka kepada Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama (Ahok) dalam kasus penistaan Agama.

Jakarta, Aktual.com – Pendapat negatif terhadap gaya kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok merupakan suatu hal yang wajar dalam proses pendewasaan masyarakat memahami sistem demokrasi di Indonesia.

Segala bentuk kritik yang belakangan semakin gencar dilontarkan adalah hal yang wajar, mengingat Ahok dinilai sudah menabrak prinsip, etika dan moral kehidupan beragama.

“Menentang dan melawan Ahok adalah hak politik masyarakat yang kritis terhadap potensi menguatnya keangkuhan kekuasaan yang dapat berwujud kejahatan dalam sistem tata kelola berbangsa bernegara,” papar Senator Jaringan Aktivis ProDemokrasi (Prodem), Standarkia Latief saat dihubungi, Selasa (18/10).

Menurutnya, suara ‘sumbang’ tentang gaya kepemimpinan Ahok tidak boleh diredam dengan berbagai cara atau alasan. Sebab, jika itu dilakukan proses demokrasi di tanah air justru akan ‘terjun bebas’ dan berpotensi menimbulkan pemerintahan yang otoriter.

“Menentang Ahok adalah keharusan sejarah dalam proses dinamika masyarakat, khususnya di Jakarta dan secara luas di Indonesia,” jelasnya.

Seperti diketahui, pertentangan kepemimpinan Ahok di bawah ‘mistar’ Pemerintah Provinsi DKI semakin hari semakin bergejolak. Terakhir ialah unjuk rasa besar-besaran yang digelar umat Islam dari segala penjuru tanah air di depan gedung DPRD DKI, Jumat (14/10).

Unjuk rasa ini tak lain untuk mengaspirasikan apa yang dirasakan oleh umat Islam terhadap pernyataan Ahok saat melakukan kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu, dimana ada pernyataan yang dianggap telah menistakan agama Islam dan para Ulama.

 

*Zhacky

Artikel ini ditulis oleh: