Faizal Rizki Arief
Faizal Rizki Arief

Jakarta, Aktual.com — Jangan pandang sebelah mata soal jatuhnya pesawat tempur Rusia di perbatasan Suriah dan Turki beberapa waktu lalu.

Setidaknya, itu yang sering diisyaratkan seorang pakar dalam ilmu Eskatologi Islam, Prof Imran Nazar Husein. Sudah beberapa tahun ini, dia selalu mengingatkan hal ini. Intepretasi ilmiahnya terhadap beberapa ayat kitab suci Quran dan Hadits Nabi Muhammad SAW membawa pada sebuah titik simpul: salah satu tanda akhir zaman adalah ketika terjadi perang antara Rusia dan Turki. Dan Rusia akan menjadi pemenang dalam perang itu.

Prof Imran tidak pernah tahu sampai sejauh apa tingkat eskalasi peperangan itu. Apakah bisa disebut perang antara keduanya adalah picu Perang Dunia III, sebuah perang nuklir maha hebat yang pernah ada?

Namun, kalau melihat perang geopolitik dan geoekonomi saat ini, Turki adalah anggota NATO yang didukung langsung oleh AS, Inggris, Israel dan beberapa negara Eropa. Layak ketika Turki ditekan Rusia atas penembakan pesawatnya maka NATO berdiri langsung di belakang Turki.

Akan halnya Rusia. Di belakangnya berdiri China dan Irak. Selama ini, dua negara itu ada di belakang Rusia yang menjadi garda terdepan menyelamatkan posisi Presiden Suriah Bashar al Assad dari tekanan pemberontak ISIS yang didukung AS, Inggris, Israel dan Saudi Arabia itu.

Dalam analisis geopolitik, ada dua momentum besar dibalik perseteruan antara Rusia dan Turki yakni “kalahnya” AS lawan Rusia ketika Krimea “direbut” kembali oleh Rusia lewat Revolusi Oranye beberapa saat lalu. Sejarah perang Krimea menunjukkan bahwa Krimea memang dari awal sudah jadi rebutan. Krimea juga pernah dilepas dari Uni Soviet tanpa persetujuan dari parlemen oleh mantan Presiden Nikita Khrushchev. Krimea adalah lokasi pertahahan yang sangat strategis untuk menempatkan rudal-rudal nuklir jika terjadi perang.

“Kekalahan” langkah AS dan sekutunya berikutnya adalah ketika kembali “dijegal” Rusia di Suriah. Dalam analisis eskatologi Islam, menurut Prof Imran, di samping isu ekonomi dan energi, AS, Inggris dan Israel sangat berkepentingan untuk menguasai Damaskus, ibukota Suriah. Di Damaskus lah, nantinya akan muncul tiga sosok penting menurut teks suci umat Islam, Kristen bahkan Yahudi yakni Nabi Isa as. (Jesus Christ); Dajjal (Anti Christ) yang mengaku sebagai Nabi Isa as. (Jesus Christ); dan Imam Mahdi ra.

Jadi, ada kepentingan besar untuk menguasai Damaskus. Di satu sisi, kepentingan untuk melindungi kemunculan Dajjal (Anti Christ) dan di sisi lain yang ingin melindungi kemunculan Nabi Isa as. (Jesus Christ) dan Imam Mahdi ra. Khalayak sering mengatakan bahwa kepentingan yang ingin melindungi Dajjal (Anti Christ) adalah kaum Zionis. Sebaliknya, yang ingin melindungi Nabi Isa as. (Jesus Christ) dan Imam Mahdi ra. adalah umat Islam dan umat Kristiani.

Setidaknya, itu adalah sedikit gambaran masa depan dari sudut eskatologi Islam yang bisa diramalkan secara ilmiah meski perlu dikritisi dalam beberapa hal.

Setidaknya juga, itu juga bisa dijadikan rujukan untuk menentukan politik luar negeri Indonesia ke depan agar tidak hanyut dalam arus yang justru merugikan kepentingan bangsa dan negara ini.

Sukarno, sebenarnya sudah memberi banyak sinyal soal ini ketika mengeluarkan Keputusan Presiden No. 264 Tahun 1962. Inti dari Kepres tersebut adalah larangan kegiatan Zionisme berkembang di Indonesia. Dalam bahasa lain, negara dengan tegas menyatakan “perang” dengan Zionisme.

Sukarno melihat, hakikat musuh negara bangsa ini bukan negara kapitalis, bukan negara komunis atau negara sosialis. Tapi kepentingan kelompok Zionis dibalik kebijakan-kebijakan negara tertentu yang cenderung imperialis dan kolonialis yang merugikan bangsa dan negara Indonesia dan banyak negara lain.

Seyogyanya, ini jadi catatan buat rezim Jokowi dan JK untuk menentukan kebijakan luar negerinya. Terutama pada saat ini dimana negara ini sedang mendapat tekanan luar biasa dari luar maupun dalam.