Kashmir, Aktual.com – Bentrokan antara militer dua negara bertetangga, India dan Pakistan dilaporkan terjadi di Lembah Leepa, Kashmir pada Jumat (25/4) sekitar pukul 02.00 waktu setempat. Belum ada laporan korban jiwa atau luka dalam bentrokan bersenjata tersebut.

Dilansir dari media Khaama Press, bentrokan yang terkonfirmasi tersebut terjadi di sepanjang Garis Kontrol (LoC) di Kashmir, sehingga memicu kekhawatiran akan eskalasi berbahaya antara kedua negara tetangga yang sama-sama memiliki senjata nuklir. Salah satu postingan media sosial di platform X telah menyebarkan klaim tentang pertukaran pasukan di Lembah Leepa, meskipun belum ada konfirmasi resmi yang dikeluarkan oleh kedua pemerintah.

Namun, Syed Ashfaq Gilani, seorang pejabat pemerintah di bagian wilayah Kashmir yang dikelola Pakistan, sudah mengatakan kepada AFP, bahwa pasukan saling tembak di sepanjang Garis Kontrol (LOC) yang memisahkan kedua negara. ”Tidak ada penembakan terhadap penduduk sipil,” katanya.

Sementara militer India mengonfirmasi telah terjadi penembakan senjata ringan dalam jumlah terbatas, yang dikatakannya ”dimulai oleh Pakistan”, seraya menambahkan bahwa penembakan itu telah direspons secara efektif.

Bentrokan yang dilaporkan terjadi beberapa hari setelah serangan militan mematikan di Pahalgam, Kashmir yang dikelola India, pada Selasa (22/4) yang menewaskan 26 wisatawan, dan puluhan lain terluka akibat ditembaki sekelompok pria bersenjata yang mengaku sebagai kelompok militan The Resistance Front (TRF), yang juga dikenal sebagai Kashmir Resistance. India menyalahkan Pakistan karena diduga mendukung para penyerang, sementara pejabat Pakistan dengan tegas membantah keterlibatan apa pun, menyebut peristiwa itu sebagai ”operasi bendera palsu”.

Sebagai tanggapan atas insiden Pahalgam, India telah memberlakukan serangkaian tindakan cepat dan tegas. Menurut Reuters, New Delhi telah menangguhkan Perjanjian Perairan Indus yang telah berlaku lama, menutup perbatasan Wagah, dan mengusir beberapa diplomat Pakistan. Sebagai balasan, Pakistan telah menutup wilayah udaranya untuk seluruh maskapai penerbangan India dan menghentikan perdagangan bilateral.

Sedangkan Perdana Menteri India Narendra Modi bersumpah akan memburu orang-orang bersenjata yang bertanggung jawab atas pembunuhan 26 warga sipil di lokasi wisata populer Pahalgam di Kashmir. Kepolisian India mengidentifikasi dua dari tiga orang bersenjata yang melarikan diri sebagai warga Pakistan. ”Saya katakan kepada seluruh dunia, India akan mengidentifikasi, melacak, dan menghukum setiap teroris dan pendukungnya. Kami akan mengejar mereka sampai ke ujung Bumi,” tegas Modi.

Perkembangan ini telah menarik perhatian dunia. The Guardian melaporkan bahwa Menteri Pertahanan Pakistan Khawaja Asif telah memperingatkan bahwa gangguan apa pun terhadap akses Pakistan ke perairan Sungai Indus akan dianggap sebagai tindakan perang. Meningkatnya ketegangan telah memicu kekhawatiran akan konflik yang lebih luas, karena konfrontasi sebelumnya antara kedua negara atas Kashmir telah meningkat dengan cepat.

Meskipun belum ada konfirmasi, laporan aktivitas militer di sepanjang LoC telah tersebar luas di media sosial. Sebuah unggahan oleh @RT_com mengklaim bahwa baku tembak terjadi di sektor Lembah Leepa, meskipun verifikasi masih tertunda.

Berbicara kepada NPR, analis urusan strategis Dr. Happymon Jacob dari Universitas Jawaharlal Nehru mencatat, ”Pertempuran kecil di sepanjang LoC bukanlah hal yang tidak biasa, tetapi dalam iklim yang tidak menentu ini, bahkan insiden kecil berisiko disalahartikan sebagai awal dari sesuatu yang jauh lebih serius,” kata Jacob.

Sengketa Kashmir yang sudah berlangsung lama telah menjadi titik api antara India dan Pakistan sejak kemerdekaan mereka pada tahun 1947. Menurut Dewan Hubungan Luar Negeri, kedua negara telah berperang sebanyak empat kali—tiga di antaranya memperebutkan Kashmir—serta sejumlah konfrontasi militer yang lebih kecil. Ketegangan menjadi lebih berbahaya setelah kedua negara mengembangkan senjata nuklir pada akhir tahun 1990-an.

Para analis kini memperingatkan adanya keretakan diplomatik. Michael Kugelman dari Wilson Center mengatakan kepada The Guardian, ”Langkah India untuk menangguhkan Perjanjian Perairan Indus menandai perubahan serius. Langkah ini menjadikan air sebagai senjata—sumber daya penting—dan mengisyaratkan bahwa New Delhi siap untuk meningkatkan tekanan terhadap Pakistan di luar cara konvensional.”

Terbaru dilaporkan sebuah bendungan di kawasan India, yang juga merupakan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Baglihar India, yang menjadi pemasok 80 persen air untuk warga Pakistan sudah diblokir oleh pihak India.

(Indra Bonaparte)

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain