Daerah perbatasan mempunyai nilai strategis dalam mendukung keberhasilan pembangunan nasional. Salah satu program utama dan sekaligus komitmen dari pemerintah Presiden Joko Widodo adalah membangun daerah perbatasan, termasuk di pulau-pulau kecil terluar. Ini sejalan dengan konsep Nawacita ketiga: “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan.”

Pembangunan daerah perbatasan ini adalah isu yang kompleks, karena melibatkan banyak sektor, kementerian, dan lembaga, ditambah lagi memerlukan investasi yang cukup besar. Salah satu kementerian yang terlibat intens dalam upaya membangun daerah perbatasan adalah Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa).

Menyadari bahwa membangun daerah perbatasan memerlukan dukungan investasi yang signifikan dari pihak swasta, pada 3 November 2015, Kemendesa menyelenggarakan Border Investment Summit. Semua pemangku kepentingan harus terlibat dan berpartisipasi aktif, dalam mengambil peran untuk pembangunan daerah perbatasan, terutama kalangan dunia usaha dan masyarakat. Sedikitnya ada tujuh rekomendasi yang disepakati dari pertemuan di Jakarta itu.

Salah satunya, adalah memberi kemudahan bagi investor untuk menanamkan investasi di perbatasan. Rekomendasi lain, yaitu memperhatikan potensi yang dimiliki daerah perbatasan, sehingga terpapar peluang besar untuk investasi, terutama dalam mengoptimalkan pemanfaatan potensi dan aset daerah perbatasan.

Kemudian, pembangunan daerah perbatasan jangan hanya memakai pendekatan keamanan (security approach), namun harus diimbangi pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) dan pendekatan ekonomi (economic approach). Hal ini sekaligus mendorong investasi di daerah perbatasan, sesuai dengan potensi dan peluang yang dimiliki.

Pemberdayaan Masyarakat

Kemudian, mempercepat pembangunan daerah perbatasan melalui program Pengembangan Kawasan Beranda Depan Indonesia (PKBI). Program ini perlu dilakukan dengan sistem pengembangan dan pemberdayaan, sehingga daerah perbatasan bisa terbangun menjadi daerah yang berdaulat, sejahtera, dan berdaya saing.

Juga, perlu segera didorong pengembangan daerah perbatasan yang berbasis pendekatan kawasan, untuk membentuk suatu sistem pengembangan ekonomi wilayah yang terpadu. Pembangunan kawasan perbatasan itu perlu dilakukan melalui prinsip pemihakan, percepatan, dan pemberdayaan masyarakat di perbatasan.

Peningkatan investasi di daerah perbatasan bersifat strategis, untuk mengembangkan perekonomian dengan langkah yang terintegrasi dan sinergis. Maka, oleh berbagai pihak terkait perlu disepakati pencapaian sasaran kebijakan pembangunan di daerah perbatasan, dengan perspektif yang lebih positif dan produktif.

Pendekatan ekonomi ini penting karena perbatasan akan menjadi pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga. Hal ini pada gilirannya akan memberi efek positif bagi peningkatan keamanan, kesejahteraan, dan sekaligus pertumbuhan ekonomi di daerah perbatasan. Pendekatan ekonomi itu antara lain, melalui pengembangan dan pembangunan aset infrastruktur.

Kemendesa juga akan membuka peluang besar dalam meningkatkan investasi daerah perbatasan. Untuk itu, Kemendesa akan mendorong regulasi khusus dalam mewujudkan kebijakan asimetris yang menarik, dan memudahkan dunia usaha untuk melakukan investasi di daerah perbatasan.

Nilai Investasi Rp 130 Triliun

Pendekatan semacam ini telah diterapkan untuk pengembangan kawasan strategis lainnya, seperti Kawasan Ekonomi Khusus. Pendekatan ini memungkinkan investasi di daerah perbatasan untuk memperoleh fasilitas dan kemudahan fiskal, seperti melalui penerbitan paket kebijakan ekonomi, yang memihak kepada investasi di daerah perbatasan lebih lanjut.

Dalam lima tahun, yakni 2015-2019, Kemendesa mempunyai lokus prioritas yang meliputi 187 kecamatan di 41 kabupaten/kota se-Indonesia. Upaya peningkatan investasi di daerah perbatasan diperkirakan mencapai nilai investasi Rp130 triliun, dalam kurun waktu sampai tahun 2019.

Hal ini diprediksi berdasarkan potensi dan peluang investasi yang dimiliki 41 kabupaten atau kota dengan berbasis usaha primer. Angka investasi perbatasan itu, diharapkan menjadi rekomendasi dan masukan untuk pengambilan kebijakan Pemerintah lebih lanjut.

Investasi pada basis usaha primer yang ditawarkan, seperti sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, dan pertambangan. Sedangan untuk basis sekunder melalui industrialisasi pengolahan sumber daya alam di perbatasan. Ditambah lagi, pada basis usaha tersier melalui pengembangan pariwisata di daerah perbatasan.

Direktur Jendral Pengembangan Daerah Tertentu (Dirjen PDTu) Kemendesa, Dr. Ir. Suprayoga Hadi, MSP., pada April 2016 mengatakan, pihaknya mendorong agar ada insentif dan kemudahan-kemudahan bagi investor, agar mau menanamkan modalnya di perbatasan. Kemendesa pun sudah membuat buku potensi-potensi perbatasan, yang bisa menjadi panduan bagi investor untuk berinvestasi.

Menjadi Paradigma Baru

Menurut Suprayoga, pendekatan investasi perbatasan sangat penting karena selama ini perbatasan dibangun hanya dengan pendekatan keamanan dan pendekatan kesejahteraan. Pemerintah sebelumnya juga belum pernah bicara investment atau pertumbuhan, untuk mempercepat pembangunan perbatasan.

“Itulah sebabnya perbatasan selalu tertinggal, karena tidak dianggap growth area (kawasan pertumbuhan). Perbatasan hanya dianggap daerah tertinggal, yang perlu disejahterakan saja. Ini satu kekurangan yang kita lengkapi. Kita launching terobosan,” tambahnya.

Suprayoga menuturkan, model investment approach yang digalakkan Kemendesa menjadi paradigma baru yang disambut baik oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) maupun Badan Pengawasan Kawasan dan Pembangunan (BPKP). Apalagi selama ini belum ada yang mempunyai data komprehensif tentang potensi investasi di perbatasan.

Dulu dikenal adanya koridor-koridor pembangunan ekonomi, seperti koridor Sumatera, koridor Kalimantan, koridor Sulawesi dan Papua. Namun, semua koridor itu tidak ada yang menyentuh perbatasan. Ini yang dibenahi. Perbatasan selama ini diabaikan dalam konteks koridor ekonomi.

Maka, Kemendesa menambah paradigma menjadi investment approach. Sekarang BPKP ikut mendorong dan Menko Perekonomian juga mendukung. Ini isu besar yang sangat layak untuk diekspose. Perbatasan harus menjadikan growth center dan growth area.

Proyek Percontohan

Sebagai tindak lanjut Border Investment Summit, diadakan rapat kerja “Sinkronisasi Program Terpadu Daerah Tertentu Tahun 2017.” Raker itu diadakan oleh Ditjen PDTu pada 15-16 September di Pulau Ayer, Kepulauan Seribu.

Dalam raker itu, tiga kabupaten di wilayah Indonesia timur telah dipilih untuk jadi proyek percontohan, bagaimana mengembangkan investasi. Tiga kabupaten itu adalah: Pulau Morotai (Provinsi Maluku Utara), Maluku Tenggara Barat (Provinsi Maluku), dan Sabu Raijua (Provinsi Nusa Tenggara Timur).

Menurut Suprayoga, keputusan itu telah dibahas dengan melibatkan daerah dan beberapa mitra kerja. “Intinya kita masih dalam penjajakan awal, dan mencoba mengonsolidasikan program unggulan, supaya bisa dikeroyok bareng-bareng. Yakni, untuk peningkatan investasi di daerah perbatasan, dan pengembangan aqua culture estate di pulau kecil terluar,” lanjutnya.

Suprayoga menjelaskan empat tahapan yang dilakukan. Pertama, mengidentifikasi potensi yang ada. Kedua, mengobservasi permasalahannya apa, kebutuhannya apa. Jadi semacam need assesment. Ketiga, menyusun semacam rencana intervensinya, untuk bisa memenuhi kebutuhan. Keempat, kita bisa menyusun rencana investasi. Jadi bisa disingkat dengan empat “SI”: Potensi, observasi, intervensi (rencana aksi), dan investasi.

Ditambahkannya, di Morotai ada potensi pariwisata. Di Maluku Tenggara Barat ada Blok Masela, yakni potensi industri migas. Sedangkan di Sabu Raijua ada pengembangan perikanan, rumput laut, industri garam, dan sebagainya.

“Jadi masih dalam tahap penjajakan awal. Namun, pada 2017 diperkirakan sudah mulai ada kegiatan-kegiatan yang bisa kita keroyok bareng. Untuk bisa menyiapkan daerah-daerah itu sebagai daerah potensi, untuk investasi di daerah perbatasan dan pulau terluar,” tutur Suprayoga.

Pihak yang memimpin, untuk menentukan kebutuhan yang akan diinvestasi, harus dari pemerintah daerah setempat. Tetapi yang memimpin fasilitasi dan infrastruktur dasar harus dari pusat. Sedangkan, yang berinvestasi nanti adalah dari pihak swasta. Banyak yang harus disiapkan untuk investasi, seperti regulasi, infrastruktur dasar, dan ketersediaan SDM, yang sesuai dengan kebutuhan setempat. ***

(Dirangkum dari berbagai sumber)

Artikel ini ditulis oleh: