Beberapa rekomendasi dari hasil seminar yakni:

Menyikapi beberapa simpul pemikiran dan pandangan tersebut di atas, maka saatnya Indonesia untuk kembali memainkan peran aktif dalam perdamaian dunia. Khususnya dalam memprakarsai kembali perundingan-perundingan berskala multilateral dalam kerangka perlucutan senjata (Disarmament) dan pemeliharaan perdamaian (Peace Keeping).

Untuk itu, gagasan dan usulan dari Marsekal Pertama Adityawarwan dari Kementerian Pertahanan RI, patut kita jadikan titik-tolak pengembangan lebih lanjut. Yaitu mendorong negara-negara non-nuklir untuk menegakkan Non Proliferation Treaty (NPT). Menekan negara-negara nuklir menghormati NPT dan kembali ke meja perundingan. Pendekatan Kepada negara-negara yang tergabung dalam NATO yang tidak setuju dengan kebijakan Presiden Donald Trump. Serta Membangun kerangka kerjasama dengan negara-negara non-nuklir untuk mengingatkan negara-negara nuklir terhadap kemungkinan dampak buruk bagi pengembangan nuklir yang tidak bertanggungjawab di masa depan.

Selain daripada itu, di forum negara-negara ASEAN sudah ada dua perangkat untuk mengembangkan lebih lanjut gagasan sebagaimana disampaikan Marsekal Pertama Adityawarman. Yaitu ZOFPAN. Zone of Peace, Freedom andn Neutrality, Kawasan Damai, Bebas dan Netral. Yang merupakan tekad dan pernyataan sikap negara-negara yang tergabung dalam kawasan Asia Tenggara untuk menciptakan kawasan yang damai, bebas dan netral, dari semua campurtangan asing maupun sebagai sasaran perebutan wilayah pengaruh dari negara-negara adikuasa manapun.

Secara lebih spesifik lagi, ASEAN sudah mempunyai Southeast Asian Nuclear-Weapon-Free Zone Treaty (SEANWFZ). Yang mana negara-negara yang tergabung dalam ASEAN sepakat mengadopsoi rencana aksi SEANWFZ untuk mempercepat pembentukan kawasan bebas nuklir di Asia Tenggara.

Namun demikian, Laksamana Muda Robert Mangindaan mengingatkan, bahwa kedua perangkat yang sudah dimiliki ASEAN itu tidak akan bisa berhasil dan efektif untuk mencapai tujuan tersebut, jika Indonesia sebagai negara terbesar di Asia Tenggara, tidak memainkan peran kepemimpinan.

Kata kuncinya adalah Indonesia harus memainkan peran kepemimpinan di ASEAN. Sebab kohesifitas atau kekompakan ASEAN sebagai entitas politik regional saat ini masih dipertanyakan. Maka dari itu, menarik ketika beberapa peserta aktif maupun beberapa narasumber seminar, menegaskan betapa pentingnya Indonesia saat ini memiliki pemimpin yang kuat, tapi juga visioner dan imajinatif. Dalam menjabarkan politik luar negeri RI bebas-aktif sesuai dengan perkembangan dan tantangan zaman.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Zaenal Arifin