Jakarta, (18/4) Aktual.com – Dalam hitungan beberapa hari lagi, kita akan memasuki bulan suci Ramadhan. Bulan yang penuh berkah ini sudah pastinya akan disambut dengan penuh kegembiraan oleh seluruh umat islam di dunia. Meskipun tahun ini suasananya   berbeda jika dibanding dengan tahun sebelumnya, dimana mayoritas umat sedang dalam situasi prihatin , bersiaga penuh menghadapi ancaman wabah pandemi corona.

Jika pada masa normal, di beberapa wilayah di nusantara ada  tradisi yang biasa  dilakukan oleh  masyarakat dalam menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan. Misalnya ada yang mengadakan makan bersama  (megengan ) di Jawa Timur atau tradisi balimau (mandi) di  daerah Sumatera Barat. Semua kegiatan ini pada intinya hanya ingin mengungkapkan  rasa syukur dan tanda kesiapan diri untuk bisa mengikuti  ibadah puasa , dimana  suasana tersebut hanya bisa kita rasakan sekali dalam waktu setahun sekali.

Hal ini  tidak saja karena pada bulan tersebut amal ibadah kita menjadi berlipat ganda nilai pahalanya (bahkan  dalam sebuah riwayat disebutkan tidurnya orang  yang sedang  berpuasa juga bernilai ibadah). Lebih dari itu, jika kita mau merenungkannya, kita akan banyak mendapatkan hikmah yang tersembunyi  di dalamnya. Sepatutnya kita  berterimakasih  kepada Allah karena kita sudah diberi kesempatan untuk masuk ke bulan Ramadhan ini guna memperbaiki diri, melalui kawah candradimuka yang bernama Ramadhan ini.

Begitu baiknya Allah Swt kepada kita, sehingga kita di wajibkan untuk berpuasa sebagaimana puasa itu juga diwajibkan kepada orang orang sebelum kita (QS 2:183). Mengapa demikian? Karena puasa akan mengangkat derajat ruhani kita  ke tingkat yang lebih tinggi yaitu derajat orang yang “Muttaqien”. Sedangkan secara dhohir, fisik jasmani kita akan mendapatkan nilai manfaat yang luar biasa dari sisi kesehatan.

Bahkan  warisan budaya moyang tertua dari India menyebutkan  4 “Langanam Paramashadem”,  salah satunya menempatkan “fasting is the ultimate medicine”. Puasa adalah puncak pengobatan  tertinggi bagi kesehatan mental, emosional dan phisycal.

Dalam hal ibadah, puasa ini adalah ibadah yang tertua di dunia, selain sholat dan qurban. Bahkan Nabiyullah Adam as telah melakukan puasa saat memperingati hari pertemuan mereka sebagai suami dan istri di dunia. Begitu juga dengan Nabi Nuh as, beliau menyuruh  umatnya berpuasa saat lagi terombang ambing ditengah lautan. Nabi Musa dengan bangsa Yahudi berpuasa selama 40 hari. Dalam agama nasrani pun demikian ada perintah untuk ibadah puasa.

Berbeda dengan hewan yang memang memiliki naluri dan insting yang lebih peka sehingga mereka berpuasa dengan sendirinya secara alami jika ingin meningkatkan kondisi yang lebih baik. Seperti ular, ia akan berpuasa jika ingin  berganti kulit. Atau seekor ulat akan berpuasa, jika ingin menjadi kupu kupu yang indah. Ataupun seekor ayam, jika ingin telur nya menetas saat mengeram, ia berpuasa selama 21 hari. Di saat sakit, hewan hewan ini biasanya  juga akan berpuasa untuk penyembuhan (Recovery).

Manusia suka lupa jika tidak diingatkan oleh Allah melalui ajaran agamanya yang disampaikan oleh para nabi. Untuk itulah, sekali lagi kita perlu berterima kasih kepada Allah SWT yang telah menurunkan syariat dan mewajibkan puasa kepada kita. Dengan cara mempersiapkan diri sebaik-baiknya dalam menyambut kedatangan Ramadhan ini dan sebaik baiknya bekal adalah ilmu syariat mengenai puasa. Hal ini agar puasa kita pada tahun ini bisa mencapai hasil yang maksimal dari tujuan  berpuasa yakni kemampuan menahan (imsak) dari berbagai keinginan hawa nafsu, seperti yang diingatkan oleh Hujjatul Islam Al Ghazali: “Bahwa puasa adalah setengah dari kesabaran dan kesabaran adalah setengahnya agama”.

Jangan  sampai puasa kita kali ini hanya mendapatkan haus dan laparnya saja. Apalagi hanya sekedar memindahkan jam makan dari waktu siang ke waktu malam. Atau bahkan lebih dari itu, membuat bujet pengeluaran untuk keperluan konsumsi pribadi kita jauh lebih meningkat jika dibandingkan daripada dengan pengeluaran konsumsi pada bulan-bulan biasanya.  Jika itu yang terjadi, lalu dimanakah letak substansi menahan diri (imsak).

Semoga tulisan ini bisa mengingatkan kita bersama untuk kembali mawas  diri, dan membangkitkan kembali semangat menuntut ilmu selama Ramdahan ini. Harapannya, kita semua bisa menemukan berkah yang terselubung (blessing indissguise)  ibadah puasa di masa pandemic ini. Aamin yaa rabbal alamin.

***

 

Ahmad Himawan | Direktur LAZ Ar-Raudhah

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: As'ad Syamsul Abidin