Suasana acara tajuk Malam Ijazah dan Mujahadah Kubro, JATMAN DKI di Zawiyah Arraudhah, Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (29/4/18). Acara ini diisi dengan taushiyah dan pemberian ijazah kepada jemaah Majelis Ilmu Bulan Sya’ban. JATMAN DKI Jakarta mengelar acara Kajian Rutin Hadits Sunan Tirmidzi oleh KH. Ahmad Marwazie. Diikuti hampir seratus orang jamaah, acara hanya dijeda ishoma lalu dilanjut Pembacaan Khataman Kitab Hadist Arbaun Buldaniyah karya Syekh Yasin Fadani oleh Syeikh Dr. Yahya bin Abdurrazaq Ghoutsani, MA dan khotmil Qur’an jama’i. Ba’da Maghrib, Mudir Wustho DKI, KH. Muhammad Danial Nafis, M.Si memandu dzikir asasi/mujahadah. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Setiap dzikir memiliki pengaruh tertentu. Jika kita sibuk dengan dzikir, pasti akan diberi yang lebih tinggi darinya. Dzikir yang disertai kesiapan akan bisa membuka tirai, tapi hal itu disesuaikan dengan kondisi orang yang melakukannya.

Menurut Imam Ghazali, hakikat dzikir adalah berkuasanya Allah di dalam kalbu disertai kesirnaan dzikir itu sendiri. Tapi, dalam pandangannya, dzikir memiliki tiga kulit atau lapisan yang salah satunya lebih dekat kepada inti (lubb) daripada yang lainnya.

Inti (lubb) tersebut berada di balik tiga kulit tadi. Kulit-kulit itu adalah sebagai jalan menuju inti (lubb). Kulit yang paling luar adalah dzikir lisan semata. Seorang pedzikir selalu mengaplikasikan dzikir lewat gerakan lisan disertai usaha menghadirkan kalbu.

Karena, kalbu perlu penyesuaian dengan lisan agar sanggup hadir dalam dzikir. Jika dibiarkan, ia akan sibuk dengan berbagai imajinasi yang melintas.

Kondisi ini baru berakhir ketika kalbu mengikuti lisan serta cahayanya membakar syahwat dan setan. Saat itulah dzikir kalbu menguat, sementara dzikir lisan mulai melemah.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid