Jakarta, aktual.com – Apabila kita berada pada suatu keadaan ruhani tertentu [al-Ahwaal], janganlah kita meminta suatu keadaan yang lebih tinggi atau yang lebih rendah. Jika kamu berada di pintu istana, janganlah kamu masuk sebelum kamu disuruh masuk, jika kamu langsung masuk, maka itu merupakan bentuk ketidaksopananmu kepada raja.
Hendaklah kamu bersabar, sampai kamu dipaksa masuk ke dalam istana itu atas perintah raja itu sendiri. Karena, dengan demikian kamu tidak akan dimintai pertanggungjawaban tentang perbuatanmu masuk ke dalam istana itu. Jika kamu dipaksa masuk dan kamupun masuk, maka hendaklah kamu memasukinya dengan penuh sopan santun, penuh hormat dan memperhatikan apa yang diperintahkan kepada kamu, tanpa meminta kenikmatan taraf hidup.
وَلَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَىٰ مَا مَتَّعْنَا بِهِۦٓ أَزْوَٰجًا مِّنْهُمْ زَهْرَةَ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ ۚ وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ
Artinya: Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal. (QS.Thaha Ayat 131)
Kebaikan itu terletak pada menjaga keadaan yang telah ada, merasa puas dengannya dan menjauhkan segala keinginan kepada yang lain. Karena perkara-perkara itu telah dikhususkan untuk kita, atau untuk orang lain atau bukan untuk siapa-siapa. Jika sesuatu perkara itu telah dikhususkan untuk kita, maka pasti kita akan mendapatkannya, baik kita menyukainya maupun tidak menyukainya.
Tidaklah wajar jika kita menunjukkan ketidak sopanan atau ketamakan dihadapan Allah Sang Maharaja, Karenanya, kebaikan itu adalah menjaga dan ridha dengan keadaan (ahwaal) yang ada sekarang.
Jangan mudah berkeinginan terhadap berubahnya keadaan ruhanimu. juga jangan berkeinginan masuk kepada suatu keadaan ruhani tanpa dipersilahkan. Namun jika sudah diizinkan, masuklah dengan perlahan, bukan dengan kepongahan karena sudah diizinkan, dan jangan terburu buru dalam segala urusan, baik itu urusan dunia/ jasmaniyah maupun urusan akhirat/ruhaniyah.
keadaan Ruhani terkdang muncul dengan tidak direncanakan. Misal mahalul qiyam [berdiri] saat membaca maulid atau shalawat, tiba-tiba meneteskan air mata dan merasakan kerinduan yang teramat sangat kepada Rasulullah saw, atau saat wirid tiba-tiba hati merasa begitu tenang dan syahdu.
Kondisi ruhani itu bermacam-macam karena ruhani memiliki terminal [maqam], taubat merupaka maqam pertama, seorang ulama muhaqqiq mengatakan “seseorang dikatakan berhasil di maqam taubat jika selama 20 tahun tidak ada catatan buruk dari malaikat”. Namun saat ini umum sekali tomat (taubat lalu maksiat), tapi juga jangan berputus asa dari Rahmat dan ampunan Allah. karena taubat merupakan pintu setiap maqoomat [terminal-ternimal ruhani]. jika sadar telah melakukan suatu kesalahan harus langsung taubat dan istighfar.
Jika suatu ketika kita sampai pada maqam [terminal ruhani] tertentu, nikmati dan syukuri. Jangan meminta lebih (mendahului kehendak allah) ataupun merasa tidak pantas (hanya Allah yang tahu tentang kepantasan kita), ini yang sering terjadi pada diri seorang. Karena keinginan itu seringkali dibungkus nafsu, terima saja pemberian Allah, segala sesuatu terjadi atas kehendak Allah.
RESUME KAJIAN TASAWUF BERSAMA KH. MUHAMMAD DANIAL NAFIS Hafizhahullah, kitab Anwarul Hadi Karya Syekh Abdul Qodir Al Jilani QS. Via Zoom Clud Meeting 20.30 – 23.15 Selasa 31 Maret 2020 / 6 Sya’ban 1441
Artikel ini ditulis oleh:
Eko Priyanto