Oleh: Ust. H. Ahmad Yani, Lc. MA

Jakarta, aktual.com – Sejatinya seorang muslim berharap memiliki amal-amal terbaik dalam hidupnya. Demikian dicontohkan oleh generasi terbaik, para Sahabat Rasulullah saw. Betapa mereka berobsesi untuk dapat melakukan amal-amal terbaik dalam hidup. Mereka meminta petunjuk dan arahan Rasulullah saw. Mereka bertanya: ayyul ‘amali afdhal? Amal apa yang paling baik? Amal apa yang paling afdhal?

Demikian juga semangat yang dibangun oleh Al-Qur’an. Al-qur’an tidak hanya mendiring untuk beramal baik, melainkan juga beramal yang terbaik. Banyak ayat-ayat yang mengarahkan untuk melakukan yang terbaik. Misalnya firman Allah SWT yang berbunyi:

إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْأَرْضِ زِينَةً لَهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا

Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya”. (QS. Al-Kahfi: 7).

Begitu misalnya dalam ayat:

وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا

Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya. (QS. Huud: 7).

Amal baik itu banyak dan beragam, namun sikap yang terbaik adalah memilah-milih mana yang paling baik dari amal-amal baik tersebut. Jadi pilihannya anatara amal-amal yang baik, bukan antara amal yang baik dan buruk. Apa yang dapat menjadikan sebuah amal lebih baik dari yang lainnya? Diantaranya adalah kualitas amal. Kualitas menjadikan sebuah amal lebih baik nilainya. Jika ada dua amal baik, yang satu menjaga kualitas, satu lagi tidak, maka amal yang berkualitas itu lebih baik dari yang tidak.

Maka, menjaga kulitas amal ini sangat penting. Allah SWT mendorong kaum muslimin untuk memperhatikan aspek kualitas, di samping kuantitas. Allah SWT tidak menyukai siapa yang beramal namun mengabaikan aspek kualitas amal.

Dalam ibadah puasa misalnya, betapa Rasul menyampaikan pentingnya nilai kualitas puasa yang tidak sekedar meninggalkan makan dan minum. Rasul bersabda:

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالعَمَلَ بِهِ، فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

Artinya: ”Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan yang haram, maka Allah tidak butuh dia meninggalkan makanan dan minuman.” (HR. Bukhari no. 1903).

Dalam hadits lain disebutkan:

رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلاَّ الْجُوعُ

Artinya: “Betapa banyak orang yang berpuasa, ia tidak mendapat apa-apa kecuali rasa lapar” (HR. Ibnu Majah).

Dalam hal shalat, Allah SWT mengecam siapa yang shalat sekedar shalat, abai dengan kualitas shalatnya. Allah SWT berfirman:

فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ. الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ. الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ. وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ

Artinya: “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan enggan (menolong dengan) barang berguna”. (QS. Al-Ma’un: 4-7).

Dalam melakukan shalat, tidak layak jika sesorang muslim melakukan shalat hanya sekedar untuk menggugurkan kewajiban saja, tanpa memperhatikan kualitasnya. Dalam sebuah hadits Rasulullah pernah memerintah seseorang untuk mengulang shalat yang tidak terpenuhi rukun thuma’ninah (kondisi tenang) dalam shalat. Berikut hadits tersebut:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَدَخَلَ رَجُلٌ فَصَلَّى ثُمَّ جَاءَ فَسَلَّمَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَدَّ عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ فَرَجَعَ فَصَلَّى كَمَا صَلَّى ثُمَّ جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْكَ السَّلَامُ ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ فَعَلَ ذَلِكَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ فَقَالَ الرَّجُلُ وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ مَا أُحْسِنُ غَيْرَ هَذَا فَعَلِّمْنِي قَالَ إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَكَبِّرْ ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلَاتِكَ كُلِّهَا

Artinya: “Bahwa Rasululluh saw masuk ke dalam masjid, lalu ada seorang laki-laki yang ikut masuk kemudian shalat. Setelah itu ia datang kepada Rasulullah saw dengan mengucapkan salam kepada Rasulullah saw dan beliau membalas salamnya sambil berkata, ‘Kembalilah dan ulangi shalatmu karena kamu belum mengerjakan shalat! ‘ la lalu kembali lagi dan mengulangi shalatnya seperti shalat pertamanya. Kemudian ia datang lagi kepada Rasulullah saw dengan mengucapkan salam kepada beliau Shallallahu’alihiwasallam dan Rasulullah saw berkata, “Wa’alaikas-salam. Kembali dan ulangi lagi shalatmu karena kamu belum mengerjakan shalat! ‘ Lalu orang tersebut shalat seperti itu sampai tiga kali. Setelah itu orang tersebut berkata, “Demi Dzat yang mengutus engkau dengan membawa kebenaran, aku tidak bisa shalat lebih baik lagi dari yang seperti ini, maka ajarilah aku!” Rasulullah saw lalu bersabda: ‘Jika kamu telah berdiri untuk shalat, maka bertakbirlah, kemudian bacalah A! Qur’an yang mudah bagimu. Kemudian ruku’lah hingga kamu tenang (thuma ‘ninah) dalam rukumu dan bangkitlah dari ruku’ hingga kamu berdiri tegak. Lalu sujudlah kamu hingga kamu tenang (thuma ‘ninah) dalam sujudmu, dan bangkitlah dari sujud hingga kamu tenang (Thuma’ninah) dalam keadaan duduk. Kerjakanlah semua hal tersebut pada setiap shalatmu.” (HR. An-Nasa’i).

Kualitas ibadah ditentukan salah satunya dengan amal hati. Ibadah yang dilakukan dengan hadirnya hati menjadikan ibadah tersebut memiliki kualitas di hadapan Allah SWT. Amal hati bisa berupa niat yang ikhlas, khusyu’, takut dan harap kepada Allah SWT, tawakkal, dan lainnya.

Saat melakukan shalat, hadirnya hati berupa khusyu’ menjadi amal penting yang menjaga kualitas shalat. Allah SWT berfirman:

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ.  الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ

Artinya: “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya”. (QS. Al-Mukminun: 1-2).

Dalam berpuasa, menghadirkan iman dan taqwa serta mengharap ridha serta balasan Allah SWT, akan menjaga kualitas puasa. Karena puasa yang dilakukan tidak hanya meninggalkan makan dan minum, namun dorongan iman dan taqwa menjadikan seseorang meninggalkan apapun yang diharamkan oleh Allah SWT, seperti perkataan dan perbuatan keji dan munkar.

Hadirnya hati dalam beribadah ini menjadi parameter iman yang baik. Allah SWT menyebutkan diantara ciri mukmin yang baik dalam ayat yang berbunyi:

إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ ٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ ٱللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ ءَايَٰتُهُۥ زَادَتْهُمْ إِيمَٰنًا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal”. (QS. Al-Anfal: 2).

Semoga Allah senantiasa membantu kita untuk menjaga kualitas amal dan ibadah di bulan mulia ini, dengan cara menghadirkan amal hati dalam ibadah-ibadah yang kita lakukan. Amiin.

(Yakesma)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Rizky Zulkarnain