Jakarta, Aktual.com – Keberadaan spesies burung di Indonesia berangsur terancam punah. Penyebabnya adalah pengerusakan habitat yang dimulai dari pembalakan liar hingga mempersempit ruang gerak satwa, diikuti perambahan hutan, dan “disempurnakan” dengan perburuan satwa liar.

Namun di Jambi, masih ada Hutan Harapan yang menjadi rumah bagi burung untuk mereka mencari kehidupan yang tenang dan baik untuk beradaptasi dan berpopulasi. Ini merupakan salah satu hutan dataran rendah yang masih tersisa di Pulau Sumatera, yang membentang di dua provinsi, yakni Jambi dan Sumatera Selatan (Sumsel).

Tercatat 305 spesies burung menetap di hutan itu, dan sebanyak 72 persen merupakan jenis burung dataran Sumatera dan selebihnya merupakan jenis burung Sumatera.

Dari begitu banyak spesies di sana, delapan jenis burung berstatus rentan, 66 spesies mendekati terancam punah, sedangkan sembilan jenis burung langka terancam punah yang berstatus genting, salah satunya bangau strom (Ciconia stormi).

Hutan dataran rendah dengan luas sekitar 98.555 hektare (ha) ini merupakan habitat tumbuhan dan satwa liar yang tak tergantikan. Khusus di Jambi, Hutan Harapan masuk ke dalam wilayah Desa Bungku, Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari.

Ketua Dewan Burung Indonesia Ani Mardiastuti mengatakan kawasan Hutan Harapan merupakan hutan hujan tropis dataran rendah yang sudah tidak ada lagi wilayah lain di Sumatera, mengingat sebagian besar diantaranya telah habis berubah fungsi menjadi lahan pertanian.

“Hutan dataran rendah sudah susah sekali didapati, padahal ini habibat spesies burung yang sesungguhnya. Kalau taman nasional itu rata-rata berada di daerah gunung,” kata Ani saat berada di Hutan Harapan wilayah Batanghari belum lama ini.

Ani yang saat itu mendampingi kunjungan Duta Besar Denmark Casper Klynge dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar ke Hutan Harapan menyebutkan bahwa hutan yang dikelola PT Restorasi Ekosistem Indonesia (Reki) ini menjadi tempat menetap ratusan spesies burung, bukan menjadi wilayah burung migran. Namun diperkirakan banyak burung di sekitar wilayah Jambi dan Sumsel “mengungsi” ke Hutan Harapan.

Masih banyaknya praktik perburuan satwa liar terutama burung di Hutan Harapan tidak ditampik oleh Ani. Karena itu, yang dilakukan pihaknya adalah terus berupaya menghentikannya secara perlahan.

“Kami juga sudah menentukan burung yang prioritas itu jenisnya seperti apa, tetap kami pantau. Ada program monitoring secara berkala untuk memastikan burung-burung itu akan bertambah,” kata Ani.

Kekayaan Hutan Harapan Selain burung, di Hutan Harapan juga menjadi tempat yang nyaman bagi satwa mamalia, reptil dan amfibi. Ada 64 mamalia tercatat hidup di sana, diantaranya adalah lima jenis primata dan tujuh jenis kucing.

Jenis mamalia yang termasuk dalam status kritis yaitu harimau sumatera dan gajah sumatera. Sedangkan jenis satwa genting yakni anjing liar, trenggiling, surili, owa ungko, siamang dan tapir serta sepuluh jenis lainnya yang berstatus rentan.

Reptil setidaknya ada 56 jenis, termasuk jenis kadal, kura-kura serta berbagai jenis ular. Begitu pula spesies amfibi yang tercatat sebanyak 38 jenis yang memiliki peran penting sebagai salah satu indikator kualitas lingkungan.

Advisor Kemitraan Masyarakat dan Sosial Hutan Harapan Manggara Silalahi mengatakan keberadaan hutan ini adalah upaya untuk membangun pengelolaan hutan alam asri, di mana tugas dari PT Reki sebagai pengelola konsesi yakni membangun model pengelolaan hutan berbasis ekosistem dan bukan berbasis komoditas tertentu.

Selain itu, menurut dia, Reki perlu membangun kerjasama pengelolaan kawasan hutan dengan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) dan membangun model penyelesaian konflik atau klaim lahan.

Konsep lain yakni membangun model pembiayaan pengelolaan hutan yang berkelanjutan dan memberikan masukan terhadap perbaikan kerangka penilaian pengelolaan hutan lestari untuk Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE) berdasarkan pembelajaran selama lebih dari delapan tahun.

“Hutan Harapan adalah upaya mendukung pelestarian jenis-jenis satwa terancam punah. Seperti harimau, gajah, tapir dan burung-burung langka seperti rangkong gading melalui program pelestarian habitat dan pelepasliaran,” kata Manggara.

Manggara menjelaskan bahwa di Hutan Harapan secara aktif dilakukan berbagai kegiatan penelitian dan konservasi untuk mendukung pencapaian tujuan pengelolaan kawasan restorasi ekosistem melalui rehabilitasi dan konservasi hutan.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan Indonesia menargetkan restorasi ekosistem berupa hutan yang rusak seluas 1,65 juta hektare pada tahun 2019. Dirinya pun menyebut sebanyak 14 izin restorasi sedang dikaji dan akan segera dikeluarkan, diantaranya ada di Sumatera, Kalimantan dan Papua.

“Pemerintah merasa penting untuk merestorasi hutan yang sudah rusak. Sebab itu kita terus menggali dan mengkaji regulasi ke depannya,” katanya.

Hutan Harapan merupakan kawasan restorasi pertama di Indonesia yang dikelola oleh perusahaan, karena itu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) merasa perlu terus menggali dari Reki untuk menyiapkan regulasi apa yang pas digunakan dan harus diselesaikan.

Siti mengatakan Hutan Harapan merupakan kawasan hutan restorasi yang unik yang belum tentu ada banyak di dunia. Konsep restorasi ekosistem yakni dengan memperbaiki hutan yang sudah rusak seperti kawasan hutan yang dulunya merupakan bekas milik pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH).

Karena itu, Siti berharap adanya kerja sama semua pihak dalam upaya restorasi dan pelestarian hutan yang juga menjadi rumah bagi satwa ini. Dirinya juga meminta agar manajemen Hutan Harapan juga harus memberdayakan masyarakat adat sekitar kawasan.

Tantangan pelestarian hutan Perambahan, pembalakan liar, dan perburuan satwa liar menjadi tantangan besar menyelamatkan Hutan Harapan. Semua kegiatan tersebut selain memicu konflik lahan juga berpengaruh terhadap penyempitan ruang gerak satwa liar, punahnya spesies kunci flora dan fauna, serta menimbulkan konflik manusia dan satwa.

Sekitar 20 persen dari total 98.555 hektare luas konsesi Hutan Harapan rusak dan, menurut Manggar, untuk mengatasi tantangan ini diperlukan pendekatan yang komprehensif didasari penelitian serta analisis mendalam dari semua aspek, baik di bidang ilmu-ilmu biologi maupun sosial.

Duta Besar Denmark untuk Indonesia Casper Klynge saat berkunjung ke Hutan Harapan mengatakan berlanjutnya kerja sama dengan Reki dalam pelestarian dan restorasi kawasan hutan ini, dan menambahkan dana sebesar Rp40 miliar untuk periode 2016-2018, setelah pada kerja sama tahap awal untuk periode 2012-2015 memberikan Rp120 miliar.

Ia mengatakan seperlima Hutan Harapan rusak, dengan adanya bantuan dana untuk pengelolaan dan restorasi diharapkan kerusakan hutan tidak terjadi lagi dan habitat satwa tetap terjaga. Pada akhirnya, dana tersebut dapat dirasakan pula manfaatnya bagi masyarakat di sekitar kawasan hutan dataran rendah yang tersisa di Sumatera ini.

Menurut dia, alasan Pemerintah Denmark memilih Jambi karena daerah ini memiliki hutan hujan tropis yang sangat unik dengan keanekaragaman hayati yang perlu dilindungi.

Warga suku anak dalam yang bermukim dalam kawasan Hutan Harapan Santika mengatakan kehidupan warga masih tergantung dengan hutan, sebab itu dia dan warga lainnya menginginkan pemerintah turut serta menjaga dan melestarikan hutan yang juga menjadi rumah bagi tumbuhan dan satwa tersebut.

Sementara itu, Gubernur Jambi Zumi Zola berharap dukungan Denmark dalam pelestarian Hutan Harapan tetap berlanjut. Dengan banyaknya dukungan dari berbagai pihak dalam melestarikan Hutan Harapan, tentu diharapkan di masa depan mamalia, reptil dan amfibi hingga burung semakin terlindungi.

Oleh: Dodi Saputra, Jurnalis Antara

 

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara