Jakarta, Aktual.com – Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro mengatakan postur APBNP 2016 lebih realistis dengan perkembangan ekonomi terkini dan menyertakan tambahan penerimaan dari program pengampunan pajak.
“Ini lebih realistis tapi kita tetap harus bekerja keras mengenai ‘tax amnesty’,” kata Bambang seusai mengikuti rapat paripurna pengambilan keputusan terkait UU Pengampunan Pajak dan APBNP 2016 di Jakarta, Selasa (28/6).
Bambang mengatakan APBNP 2016 yang baru disetujui oleh rapat paripurna DPR RI ini juga menghasilkan keputusan yang strategis karena defisit anggaran bisa diturunkan dari usulan awal Rp313,3 triliun atau 2,48 persen terhadap PDB menjadi Rp296,7 triliun atau 2,35 persen dari PDB.
Ia menjelaskan dengan defisit anggaran yang lebih terjaga tersebut, pemerintah memiliki ruang gerak untuk menjalankan roda pemerintahan dalam enam bulan terakhir dengan lebih fleksibel agar ekonomi Indonesia bisa tumbuh dan mempunyai daya tahan dari gejolak global.
“Hal ini menjadikan APBNP 2016 menjadi lebih prudent dan memberikan ruang fiskal yang lebih luas untuk merespon dinamika global dan domestik yang akan berkembang di tahun berjalan, termasuk dampak keluarnya Inggris dari Uni Eropa,” papar Bambang.
Postur asumsi makro dalam APBNP 2016 adalah pertumbuhan ekonomi 5,2 persen, tingkat inflasi 4 persen, suku bunga SPN 3 bulan 5,5 persen, nilai tukar rupiah Rp13.500 per dolar AS, harga ICP minyak 40 dolar AS per barel, lifting minyak 820 ribu barel per hari dan lifting gas 1.150 ribu barel setara minyak per hari.
Dari asumsi makro tersebut, maka pendapatan negara dan hibah ditetapkan sebesar Rp1.786,2 triliun dan belanja negara diputuskan sebesar Rp2.082,9 triliun.
Pendapatan negara dan hibah tersebut terdiri atas penerimaan dalam negeri yang diproyeksikan mencapai Rp1.784,2 triliun dan penerimaan hibah sebesar Rp1,9 triliun.
Dari pendapatan dalam negeri itu, penerimaan perpajakan ditargetkan mencapai Rp1.539,2 triliun dan penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp245,1 triliun.
Target pendapatan negara dan hibah dalam APBNP telah mempertimbangkan perkembangan dan proyeksi perekonomian terkini, upaya untuk menjaga iklim kegiatan usaha dan meningkatkan stabilitas ekonomi nasional.
Selain itu, target pendapatan negara dan hibah juga mempertimbangkan untuk mempertahankan daya beli masyatakat, meningkatkan daya saing dan nilai tambah industri nasional serta memberikan stimulus pada perekonomian.
Untuk mencapai target penerimaan perpajakan, pemerintah akan melakukan kebijakan pengampunan pajak, menjalankan program ekstensifikasi dan intensifikasi penerimaan pajak serta kebijakan dalam bidang kepabeanan dan cukai.
Kemudian, belanja negara terdiri atas belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.306,6 triliun dan transfer ke daerah dan dana desa sebanyak Rp776,2 triliun.
Dari belanja pemerintah pusat, belanja Kementerian Lembaga ditetapkan sebesar Rp767,8 triliun serta belanja non Kementerian Lembaga Rp538,8 triliun. Sementara, transfer ke daerah ditetapkan Rp729,3 triliun dan dana desa Rp46,9 triliun.
Untuk anggaran pendidikan ditetapkan sebesar Rp416,6 triliun yang dianggarkan melalui belanja pemerintah pusat Rp144,9 triliun, transfer ke daerah dan dana desa Rp266,6 triliun dan pengeluaran pembiayaan Rp5 triliun.
Sedangkan, anggaran kesehatan diputuskan sebanyak Rp104,1 triliun yang dianggarkan melalui belanja pemerintah pusat Rp76,1 triliun, transfer ke daerah dan dana desa Rp21,2 triliun dan pengeluaran pembiayaan Rp6,8 triliun.
Dari sisi belanja negara, pemerintah akan melakukan langkah penghematan anggaran belanja pemerintah, terutama untuk kegiatan operasional dan yang kurang produktif, guna memberikan nilai tambah yang lebih tinggi setiap rupiah dana yang dikeluarkan.
“Diharapkan belanja pemerintah yang lebih produktif dapat terus mendukung akselerasi laju perekonomian nasional pada saat perekonomian global masih mengalami perlambatan,” kata Bambang.
Dengan perkiraan harga minyak yang lebih tinggi, maka juga diharapkan ada penambahan Dana Bagi Hasil untuk daerah penghasil migas, serta penambahan alokasi belanja yang lebih produktif di Kementerian Lembaga serta Dana Alokasi Khusus.
Sejalan dengan penetapan defisit 2,35 persen terhadap PDB tersebut, pemerintah akan memanfaatkan dana Saldo Anggaran Lebih (SAL) dan Surat Berharga Negara (SBN) untuk membiayai defisit anggaran.
Namun, pembiayaan juga dilakukan untuk beberapa pembiayaan penting seperti investasi melalui BUMN, penyediaan dana untuk lahan pembangunan infrastruktur serta mendukung keberlangsungan program BPJS Kesehatan.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Eka