Jakarta, Aktual.com – Menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dollar menjadi Rp12.950, Selasa (27/9), ternyata bukan berarti kabar baik.

Pasalnya pemerintah mematok rupiah di rentang Rp13.000. Jika rupiah terus terapresiasi hingga akhir tahun, justru dikhawatirkan bakal mengganggu penerimaan negara.

“Terutama dari ekspor maupun SDA. Ini yang perlu diwaspadai,” ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, di Jakarta, Selasa (27/9).

Tutur dia, menguatnya rupiah dipengaruhi adanya arus capital in flow ke dalam negeri. Ditambah adanya dana dari program pengampunan pajak (tax amnesty). Sehingga jumlah dana yang masuk menjadi relatif kuat dibanding pola yang sama tahun lalu. “Itu lah yang bisa dijelaskan kenapa dari sisi mata uang mengalami penguatan,” ujar dia.

Kendati memang harus diwaspadai, Menkeu menambahkan pola gerak rupiah yang terapresiasi relatif positif dari aspek inflasi yang jauh lebih stabil. Sebab imported inflation-nya akan menjadi sangat rendah.

“Sehingga pada akhirnya, rakyat secara keseluruhan yang akan menikmati keuntungan dari penguatan rupiah ini,” jelas dia.

Selain itu, capital inflow yang tinggi diharapkan bisa menindorong laju investasi, salah satunya dalam Surat Utang Negara (SUN). Investasi jangka pendek dalam surat berharga masih menarik, meskipun yield-nya sedang menurun. “Tapi dengan kondisi itu (yield menurun) berarti beban bunga kita juga menurun,” ujar dia.

Secara keseluruhan, pengelolaan APBN harus memperhatikan berbagai dinamika, termasuk laju rupiah. Karena kondisi yang positif itu sebagai bentuk dari reaksi pelaku pasar yang baik, dari sisi jumlah modal yang masuk, persepsi dan confidence publik yang baik.

Hal itu telah memberikan semangat positif bagi pemerintah untuk terus mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang prudent ke depannya. “Namun begitu, pemerintah tetap mewaspadai penerimaan dalam bentuk rupiah yang sekarang harga dolar AS lebih rendah,” pungkasnya. (Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh: