Jakarta, Aktual.com – Prof. Dr. dr. Elisna Syahruddin Sp.P(K) Ph.D, selaku Direktur Eksekutif Indonesian Association for the Study on Thoracic Oncology (IASTO), telah menyampaikan bahwa penerapan metode skrining menggunakan Low Dose Computed Tomography (LDCT) mampu mengurangi angka kematian akibat kanker paru-paru dengan lebih awal.

Elisna menjelaskan bahwa salah satu faktor dari angka kematian yang tinggi ini adalah karena sebagian besar penyakit ini terdiagnosis pada tahap lanjut. Oleh karena itu, upaya dilakukan untuk menurunkan angka kematian ini perlu dilakukan dengan penanganan yang cepat dan tepat. Hal ini diungkapkannya dalam sebuah diskusi mengenai kesehatan dan konsensus nasional mengenai skrining kanker paru-paru di Jakarta pada hari Rabu.

Elisna juga menyoroti bahwa angka kematian yang tinggi akibat kanker paru-paru disebabkan oleh kebiasaan masyarakat yang seringkali mencari pengobatan ketika gejala penyakit sudah parah dan masuk ke dalam stadium empat. Melalui skrining menggunakan metode LDCT, ia menyatakan bahwa kanker paru-paru dapat terdeteksi lebih cepat daripada menggunakan foto rontgen toraks dan pemeriksaan dahak.

Metode LDCT ini menggunakan sinar-X dengan dosis rendah dan menghasilkan serangkaian gambar yang membantu dalam mendeteksi kelainan pada paru-paru, termasuk tumor. Metode LDCT telah diuji klinis di Amerika Serikat dengan melibatkan lebih dari 50.000 peserta dan menunjukkan penurunan relatif sebesar 20 persen dalam angka kematian akibat kanker paru-paru.

Elisna menjelaskan bahwa terdapat beberapa kriteria yang memenuhi syarat untuk menjalani skrining LDCT, yaitu berusia antara 45 hingga 71 tahun, terutama pria, dan memiliki riwayat kanker dalam keluarga. Selain itu, mereka yang terpapar asap rokok, perokok aktif, mantan perokok dengan masa berhenti kurang dari 15 tahun, perokok pasif, dan memiliki riwayat kanker dalam keluarga juga termasuk dalam kriteria tersebut.

Secara singkat, pasien dapat berkonsultasi dengan dokter spesialis paru sebelum menjalani skrining LDCT, yang biayanya ditanggung oleh BPJS. Setelah mendapatkan hasil skrining, pasien dapat kembali ke dokter untuk membahas hasil tersebut. Jika ditemukan nodul atau tanda awal kanker paru-paru, dokter akan menjadwalkan konsultasi dan skrining LDCT setiap 2 tahun. Namun, jika tidak terdapat tanda-tanda tersebut, tindakan selanjutnya akan disesuaikan dengan kondisi pasien.

Elisna juga menyebutkan bahwa saat ini, teknologi algoritma kecerdasan buatan dapat dilatih untuk mendeteksi dan menyoroti nodul atau lesi pada gambar medis paru-paru. Ini dapat membantu para ahli radiologi dalam mengidentifikasi pertumbuhan yang memiliki potensi menjadi kanker pada tahap awal.

Dia juga menekankan bahwa deteksi dini memungkinkan penyedia layanan kesehatan untuk memberikan perawatan yang paling sesuai bagi pasien.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Sandi Setyawan