Pekerja memeriksa pipa baja di instalasi metering station jalur pipa gas milik PT Pertamina Gas di Desa Segarajaya, Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin (8/8). PT Pertamina Gas membangun jalur pipa gas ruas Muara Karang - Muara Tawar dengan total panjang 31 kilometer, proyek akan mendukung tersebut ketahanan energi dan mengurangi "shortage gas" terhadap konsumen industri di Jawa Barat dengan kapasitas 270 mmscfd, serta akan mengurangi penggunaan BBM bersubsidi bagi PLN di pembangit listrik Muara Tawar. ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma/pd/16

Jakarta, Aktual.com – Pengamat ekonomi politik senior asal Universitas Indonesia, Faisal Basri ikut mengkritisi keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta harga gas di tingkatan industri menjadi USD 6 per MMBTU.

Pemikiran ini dianggap liar dan perlu dihentikan, karena tak menyelesaikan akar masalahnya. Hanya meminta dengan perintah, pokoknya dan pokoknya. Sementara kondisi di sektor gas itu banyak dimainkan oleh para trader (pedagang gas).

“Jokowi ini cara berpikirnya jangan lompat-lompat juga. Minta harga gas US$ 6 per MMBTU, tapi tak selesaikan masalahnya. Yang ada hanya pokoknya harus turun jadi US$ 6 per MMBTU. Makanya, menterinya jangan diam. Salah satu tugas menteri adalah mengingatkan Presiden jangan sampai pemikirannya agak liar,” tandas Faisal di Jakarta, ditulis Rabu (30/11).

Padahal kondisi sektor gas ini dipenuhi oleh banyak trader yang membuat harga gas mahal. Para trader dan pengusaha gas ini hanya bernodalkan selembar kertas, mereka jual belikan kertas itu ke perusahaan lain. Sehingga para trader ini dari sumur dapat harga gas US$ 6-7 per MMBTU, tapi dijual ke perusahaan bisa sampai US$ 14 per MMBTU.

“Kondisi itu tidak benar. Makanya, dari menterinya harus mengingatkan, ini tidak realistis,” tandas Faisal.

Mestinya, pemerintah atau bahkan Jokowi itu harus memberantas dulu para trader gas yang sudah memburu rente di sektor ini.

“Kalau saya ditanya siapa yang bermain, dari trader-trader gas itu saya bisa (jelaskan semua). Siapa saja namanya dari 74 trader gas itu. Yang tidak bangun pipa, bisa (saya jelaskan). Ada 13. Daftarnya ada. Nama pemilik perusahaannya ada. Direksinya ada. Tahu semua saya,” papar Faisal.

Bertahun-tahun, tandas dia, praktik bisnis gas ini tidak sehat tanpa penyelesaian dari pemerintah. Salah satu akar masalah utama adalah bisnis gas dijadikan bancakan oleh para pemburu rente.

“Makanya, banyak yang enggak mau bangun pipa, tapi bisa jual banyak gas. Namanya free rider atau penunggang percuma. Dan ini dekat dengan kekuatan politik,” jelas dia.

Menurut Faisal, dirinya tahu para trader gas ini seperti dirinya tahu terhadap mafia minyak seperti Reza Chalid. Dia mengaku tahu perusahaannya, dan tahu uangnya dilarikan kemana saja.

“Makanya, setiap hari kerja saya marah. Sama Jokowi saya marah. Apalagi salah satu trader gasnya adalah anak salah satu Presiden Direktur di Pertamina. Saya sebutkan itu di depan Jokowi. Tapi saya tidak punya kuasa,” cetus dia.

Sebelumnya, akhir pekan lalu, Jokowi di depan para CEO menyebutkan, dirinya ingin sekali harga gas murah sebesar US$ 6 per MMBTU untuk dunia usaha nisa dilaksanakan di akhir tahun ini.

“Saya sudah diberi angka oleh Menko (Menko Maritim) dan Menteri (ESDM). Saya ingin mendorong penurunan harga gas betul-betul terjadi di akhir tahun ini,” tandas Jokowi.

Jokowi kerap membandingan dengan negara lain, yang katanya memiliki harga gas murah buat sektor industrinya.

“Saya sudah sampaikan ke para menteri. Saya memang enggak tahu caranya. Tapi di negara lain bisa sampai US$4-6 per MMBTU. Kalau mereka bisa, kita harus bisa juga,” tegas Presiden.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka