Moskow, Aktual.com – Keheningan terjadi di Kremlin, tidak ada komentar apa pun baik dari juru bicara Istana Kremlin, maupun dari Presiden Vladimir Putin. Bahkan jenderal-jenderal di Moskow sama sekali tidak berkomentar terkait serangan mematikan Ukraina terhadap lima pangkalan pesawat tempur Rusia yang menghancurkan setidak 41 jet tempur Rusia, pada Minggu siang (1/6) lalu.
Namun diyakini Presiden Rusia Vladimir Putin siap menyerang balik Ukraina, sementara pejabat pertahanan Eropa memperingatkan bahwa Moskow sedang menimbun kontingen besar tank tempur dan amunisi.
Dilansir dari Kyiv Post, Putin tidak pernah terlihat sejak serangan 117 unit drone kamikaze Ukraina menghancurkan puluhan jet tempur dan berbagai lokasi vital di Rusia. Namun, banyak pengamat memperingatkan bahwa Putin akan membalas Ukraina sambil ”membalas dendam” kepada bawahannya yang ”membiarkan penghinaan ini terjadi”, yang tak lain adalah Kepala Dinas Keamanan Federal Rusia (FSB) Alexander Bortnikov, 73 tahun, yang telah membiarkan Ukraina menggunakan gudang di sebelah markas besar intelijen di Chelyabinsk untuk mempersiapkan serangan drone terhadap pangkalan udara Rusia.
Belakangan, ”Radio Kiamat” UVB-76 era Perang Dingin milik Putin mulai kembali diaktifkan dengan mengirimkan pesan berkode saat sistem tersebut aktif selama momen-momen yang mengkhawatirkan ketika terjadi bahaya nasional.
Dan saluran Telegram pro-Rusia Fighterbomb, yang diyakini dijalankan oleh Kapten Ilya Tumanov dari Angkatan Darat Rusia, mengakui bahwa hari Minggu (16) sebagai hari hitam bagi penerbangan jarak jauh Rusia, dan menambahkan kalau hari itu belum berakhir.
Kepala pertahanan Jerman juga telah memperingatkan bahwa Putin telah mendorong peningkatan besar-besaran dalam tank tempur – sebanyak 1.500 setiap tahun – dan artileri, untuk digunakan melawan Ukraina, tetapi juga mungkin menandakan kesiapan untuk menyerang anggota NATO .
”Ada maksud dan ada peningkatan stok untuk kemungkinan serangan di masa mendatang terhadap negara-negara Baltik anggota NATO,” kata Jenderal Carsten Breuer kepada BBC baru-baru ini.
Chris Cavoli, selaku panglima tertinggi NATO juga menyuarakan kekhawatiran tersebut dalam komentarnya baru-baru ini, dengan mengatakan kepada Komite Angkatan Bersenjata Senat bahwa Rusia sedang mengganti pasukan, tank, dan amunisi dalam ”kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya”, dalam rangka membangun persediaan tiga kali lebih besar dari gabungan Amerika Serikat dan Eropa.
Para pejabat militer dan intelijen Barat juga mengatakan kepada Wall Street Journal bahwa para insinyur militer Rusia sedang memperluas pangkalan militer di dekat perbatasan dengan Finlandia, yang diperkirakan akan menampung puluhan ribu tentara di tahun-tahun mendatang. ”Kita dapat mengharapkan banyak suara dan kemarahan dari Moskow,” Keir Giles, dari lembaga pemikir Chatham House yang berbasis di London.
Selain itu, pengamat pertempuran dari The Washington Post, Max Boot, dalam sebuah opini yang mengatakan : ”Komando tinggi Rusia pasti sama terkejutnya dengan Amerika pada tahun 1941.” Ia menganalogikan serangan drone Ukraina mirip dengan serangan Jepang ke Pangkalan Angkatan Laut AS di Pearl Harbor yang berada di Pulau Oahu Hawaii pada 7 Desember 1941 silam.
Dilansir dari Daily Mail, untuk diketahui, pada hari Minggu siang (1/6) waktu setempat, Dinas Keamanan Ukraina (SBU) menggelar operasi drone tempur kamikaze bersandi ’Spiderweb Operation’ atau Operasi Jaring Laba-laba. Sebanyak 117 drone tempur kamikaze menyerang lima pangkalan udara strategis Rusia di kawasan Murmansk, Irkutsk, Ivanovo, Ryazan, dan Amur.
Hasilnya, 41 pesawat tempur Rusia, termasuk aset langka dan bernilai tinggi seperti Tu-95 dan Tu-22M3 yang memiliki kemampuan membawa hulu ledak nuklie, dan bahkan pesawat peringatan dini udara A-50 yang kesemuanya hancur diserang drone kamikaze Ukraina. Total kerugian mencapai 7 miliar dolar AS, atau sekitar Rp 112 triliun.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengungkapkan bahwa operasi tersebut diawasi secara pribadi olehnya dan Kepala SBU Vasyl Malyuk , dan membutuhkan waktu lebih dari satu setengah tahun untuk persiapan.
Ironisnya, serangan mematikan tersebut berhasil dilakukan Ukraina justru jauh ke dalam wilayah teritorial Rusia. Contohnya Pangkalan Udara Belaya di Oblast Irkutsk, yang berjarak 2.500 mil atau 4.023 km jauhnya dari garis depan di Ukraina. Ikut menjadi sasaran yakni Pangkalan Udara Olenya di Oblast Murmansk, Pangkalan Udara Dyagilevo di Oblast Ryazan, dan Pangkalan Udara Ivanovo di Oblast Ivanovo.
Sumber dari SBU mengatakan 41 pesawat Rusia terkena serangan, termasuk pesawat peringatan dini dan kontrol udara A-50 dan pesawat pengebom strategis Tupolev Tu-95 dan Tu-22M3 yang digunakan untuk meluncurkan rudal jelajah ke Ukraina. Selain itu, serangan juga mengakibatkan kerusakan senilai US$ 7 miliar (Rp 114 triliun).
Secara teknis, ratusan drone tersebut telah diangkut ke dalam wilayah Rusia, disimpan dalam truk-truk yang membawa unit-unit kargo dengan atap yang dapat dibuka yang diparkir di dekat pangkalan-pangkalan udara dan diluncurkan dari jarak jauh. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan 117 drone telah menghancurkan lebih dari sepertiga dari pembawa rudal jelajah strategis Rusia.
Kepala SBU Ukraina Vasyl Malyuk sesaat setelah Spiderweb Operation dilaporkan sukses mengatakan 41 pesawat strategis Rusia di empat pangkalan udara terkena serangan, sekitar sepertiga dari pembawa rudal mereka hancur. Misi tersebut memakan waktu lebih dari 1,5 tahun untuk dipersiapkan dan menggunakan pesawat nirawak yang disembunyikan di bawah rumah mobil. Ia menyebutnya sebagai serangan bersejarah dan sah, serta berjanji Ukraina akan terus bertahan dan melawan.
”Kami telah menghancurkan 34 persen pesawat pengebom strategis yang membawa rudal dan menimbulkan kerugian sebesar tujuh miliar dolar bagi Rusia. Musuh mengira mereka dapat mengebom Ukraina dan membunuh warga Ukraina tanpa hukuman dan tanpa henti. Namun, itu tidak benar. Kami akan menanggapi teror Rusia dan menghancurkan musuh di mana pun – di laut, di udara, dan di darat. Dan jika diperlukan, kami akan menjangkau mereka bahkan di bawah tanah,” tandasnya.
(Indra Bonaparte)