Ratusan Santri mengikuti Upacara Hari Santri Nasional di Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Sabtu (22/10). Upacara Peringatan Hari Santri Nasional dengan tema "Merajut Kebhinekaan dan Kedaulatan Indonesia" ini dihadiri sekitar 50.000 santri dari se-Jabodetabek. Hari Santri Nasional ditetapkan oleh pemerintah melalui Keppres nomor 22 tahun 2015. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Majelis Permusyawaratan Pengasuh Pesantren se-Indonesia (MP3I) mengingatkan Hari Santri harus menjadi momentum atas pembenahan moral dan akhlak bangsa.

“Bisa dilihat bagaimana pengaruh narkoba dan minuman keras terhadap generasi muda sekarang ini,” kata Ketua Umum MP3I KH. M. Zaim Ahmad, saat dihubungi dari Semarang, Sabtu (22/10) malam.

Hal itu diungkapkan Pengasuh Pondok Pesantren Kauman, Karangturi, Kecamatan Lasem, Rembang, Jawa Tengah, merefleksikan peringatan Hari Santri Nasional yang ditetapkan 22 Oktober.

Gus Zaim, sapaan akrab Pembina Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI-NU) itu prihatin dengan kian terancamnya moral generasi muda seiring pengaruh penyalahgunaan narkoba.

“Bahkan, narkoba pun sudah masuk ke daerah-daerah perdesaan. Bagaimana nasib bangsa ke depan? Makanya, santri harus menjadi pionir dalam pembenahan moral dan akhlak bangsa,” katanya.

Apalagi, kata dia, para elit di tingkat atas yang semestinya menjadi teladan atau panutan justru tidak memberikan contoh yang baik, misalnya malah terjerat dengan kasus korupsi.

Ia mengungkapkan bagaimana tindak korupsi sudah sedemikian meraja lela yang justru dipertontonkan oleh orang-orang yang semestinya menjadi panutan dari atas kepada masyarakat bawah.

“Semestinya, pembenahan moral dimulai dari atas ke bawah atau ‘top down’, namun kalau tidak bisa apa salahnya kaum santri mendobrak sehingga berjalan “bottom up” (bawah ke atas),” tegasnya.

Selain permasalahan moral dan akhlak, lanjut dia, bangsa Indonesia sekarang ini juga tengah diuji dengan munculnya kelompok atau organisasi yang ingin mendirikan negara di dalam negara.

“Sepertinya mereka ini tidak menyadari bahwa mereka ditumpangi kepentingan-kepentingan pihak lain yang ingin merongrong Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” ungkapnya.

Maka dari itu, kata dia, santri harus menjadi pengawal NKRI agar tidak diutak-atik, sebab para kiai dan santri juga merupakan “founding father” yang harus menjaga keutuhan Indonesia.

“Berbicara santri, tentu tidak dilepaskan dari kalangan kiai dan pesantren. Mereka juga termasuk ‘founding father’ RI. Artinya, NKRI adalah final. Santri harus mengawal,” kata Gus Zaim.

Sebagai organisasi para pengasuh pesantren, MP3I sekarang ini setidaknya sudah ada 8.000-an pengasuh pesantren yang aktif di organisasi itu dari sekitar 20 ribuan pesantren se-Indonesia.

Hari Santri Nasional yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 22/2015 tentang Hari Santri, kata dia, merupakan perhatian terhadap jasa besar kalangan pondok pesantren.

“Kami sangat berterima kasih kepada Presiden Joko Widodo telah menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri. Ini merupakan bentuk perhatian terhadap kalangan kiai, santri, dan pesantren,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Eka