Calon Pimpinan KPK Busyro Muqoddas saat tiba di ruang rapat Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (16/12/2015). Busro Muqodas hadir mengikuti uji kelayakan calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Selain Busro, nampak Agus Rahardjo mengikuti tes Capim KPK lebih awal.

Jakarta, Aktual.com – Ketua Bidang Hukum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Busyro Muqoddas, meminta pemerintah berbesar hati menunda pemberlakuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.

Pasalnya, UU yang belum genap berusia dua bulan itu alih-alih meningkatkan penerimaan pajak justru menimbulkan keresahan di masyarakat.

“Kami memohon pemerintah berbesar hati menunda, ditangguhkan. Kalau dilakukan, biaya sosialnya mahal. Keadilan sosial itu juga menyangkut ketenangan batiniah masyarakat,” terang Busyro dalam konferensi persnya di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (31/8).

Disampaikan dia, UU Pengampunan Pajak yang kini tengah digugat berbagai organisasi buruh di Mahkamah Konstitusi (MK) sebaiknya ditangguhkan hingga pemerintah mendapatkan masukan dari masyarakat.

“Kalau mau buat undang-undang, pemerintah harusnya memberikan materi ke elemen masyarakat. Seperti Muhammadiyah, PGI dan lain-lain, untuk dibahas bersama. Ini tidak, jadi sepihak. Padahal ini kan juga menyangkut masyarakat dan kelompok usaha kecil,” katanya.

Selain itu, Muhammadiyah juga menyoroti pemberlakuan UU Pengampunan Pajak yang efektifitasnya berbanding terbalik dengan kegaduhan yang muncul ditengah masyarakat. Dimana sejak dibahas di DPR dan Pemerintah, UU tersebut terus menuai pro-kontra hingga kini.

Ditambahkan Busyro yang juga mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), usulan penangguhan UU Pengampunan Pajak dari Muhammadiyah sendiri merupakan hasil atau keputusan dari Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Muhammadiyah di Jogyakarta belum lama ini.

Muhammadiyah menyimpulkan bahwa sejak awal kelahirannya, keberadaan UU Pengampunan Pajak sudah cacat moral.

Laporan: Soemitro

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby