Jakarta, Aktual.com — Politisi muda Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia, mengatakan, Musyawarah Nasional (Munas) Golkar merupakan solusi atas dualisme kepengurusan yang terjadi di partai berlambang pohon beringin. Namun Munas belum tentu akan berjalan mulus, terlebih ada indikasi salah satu faksi tidak ikhlas atau mau menang sendiri dalam Munas yang rencananya digelar April mendatang.

“Munas ini belum tentu ada jaminan berjalan mulus. Masih ada indikasi yang terlihat dari salah satu pilih yang seolah-olah tidak ikhlas, mau menang sendiri dan lakukan langkah-langkah jauh dari rekonsiliasi,” katanya dalam diskusi publik bertema ‘Re-Branding Partai Golkar’ di Jakarta, Minggu (28/2).

Menurut Doli yang juga fungsionaris DPP Golkar, ada empat hal yang membuat Munas berjalan tidak mulus. Pertama, ‎Munas untuk bangun kepercayaan publik dimana konsensus untuk menjawab gagalnya rekonsiliasi. Semua pihak yang konflik harus benar-benar sepakat untuk berdamai tidak lagi ada ego Munas Bali, Ancol dan lainnya. Surat Keputusan (SK) Menkumham yang mengembalikan kepengurusan ke Munas Riau, itu yang harus jadi kesepakatan bersama.

“Kalau tidak ada konsensus menyeluruh, ini mengancam pada peserta Munas. Jadi, masih terjadi belum ada pemulihan kader yang dipecat. Masih ada Musyawarah Daerah dari kepengurusan Bali dan Ancol, harusnya tidak ada lagi, harus ada moratorium Musda-Musda,” jelasnya.

Kedua, Munas harus ditekankan untuk menghasilkan komitmen baru demi mengangkat kembali kejayaan Golkar. Tidak ada kepentingan lain selain kepentingan partai itu sendiri. Ketiga, Munas ini harus menghasilkan gagasan baru. Dicontohkan bagaimana gagasan fenomenal pada tahun 1998 silam yakni konvensi. Hal ini menjadi penting untuk dihidupkan kembali, bahkan di permanen dimasukkan atau diatur dalam AD/ART Golkar.

“Bila perlu bukan (hanya) konvensi capres/cawapres, tapi kepala daerah yang benar-benar aspirasi dari masyarakat. Konsep lain banyak, misalnya bagaimana membangun partai yang modern dengan menempatkan orang-orang di kepengurusan tidak didasarkan suka dan tidak suka,” jelas Doli.

Terakhir, Munas harus menghasilkan kepemimpinan yang baru serta menunjukkan pimpinan terpilih mewakili generasi muda Golkar. Ketum terpilih rekam-jejaknya tidak terkontaminasi oleh konflik yang terjadi pada Golkar selama satu setengah tahun terakhir, serta tidak mengandalkan uang.

“Figur yang kuat, punya misi visi yang kaya dalam membangun partai. Dalam konteks yang lain, Ketum terpilih juga harus bisa mengembalikan sebagai partai yang nasional terbuka,” ucap Doli.

Pakar Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan (UPH), Emrus Sihombing, dalam kesem yang tidak menambahkan, kondisi Golkar saat ini sangat mengerikan sekali dengan masih adanya Musda-Musda di daerah.

“Ini artinya masih ada ketidakrelaan. Saya khawatir Munas ini hanya jadi topeng. Ini penyatuan untuk Golkar, tetapi itu (Musda) terjadi, maka Golkar menjadi lahirkan partai baru. Golkar menjadi partai bonsai. Saya khawatir seperti lagu Bengawan Solo, riwayatmu kini,” kata dia.

“Solusi terbaik adalah Munas, semua faksi ada disini semua. Tapi jangan sampai ada money politik, ini pasti dikelola seperti perusahaan. Jangan sampai terjadi lagi pecat-pecat, memang perusahaan, karena partai punya semua kader. Ini diharamkan kalau partai ini mau besar,” sambungnya.

Emrus mengusulkan tokoh yang dimunculkan dalam Munas nanti harus ada faktor pembatasan usia.

“Yang pasti jangan terlalu tua, 55 tahun keatas jangan maju, 35 tahun keatas lah. Ini tokoh-tokoh dimunculkan. Jangan sampai muncul ego faksi tertentu, jangan Golkar seperti pertandingan harus beda secara internal,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh: