Pengamat: Anies Gabung Ormas Gerakan Rakyat, Sinyal Curi Start Pilpres 2029

Jakarta, Aktual.com — Bergabungnya Anies Baswedan sebagai anggota kehormatan Ormas Gerakan Rakyat dinilai sebagai langkah strategis untuk mencuri start menuju Pilpres 2029. Manuver ini dibaca sebagai upaya Anies membangun daya tawar politik lebih awal, di tengah semakin sempitnya ruang politik bagi figur di luar lingkaran koalisi besar partai.
Pengamat politik Arifki Chaniago menilai, keputusan Anies masuk ke ormas bukan sekadar aktivitas sosial, melainkan sinyal kesadaran politik agar tidak mengulang pengalaman sebelumnya: kuat secara elektoral, tetapi lemah secara struktural.
“Ini langkah sadar bahwa politik Indonesia tetap bertumpu pada tiket partai. Anies sepertinya belajar dari pengalaman Pilkada Jakarta 2024, di mana ia kandidat kuat, tetapi gagal maju karena tidak mendapat dukungan partai,” ujar Direktur Eksekutif Aljabar Strategic itu, Jumat (19/12).
Menurut Arifki, keberadaan ormas dapat menjadi alat bargaining Anies dengan partai politik. Dengan membawa basis massa dan struktur sendiri, Anies tidak lagi hadir sebagai figur yang menunggu diusung, melainkan sebagai aktor yang memiliki nilai tukar politik.
“Ormas memberi posisi tawar. Anies bisa datang ke partai dengan kekuatan nyata, bukan sekadar popularitas personal,” jelasnya.
Lebih jauh, Arifki menilai ormas tersebut juga membuka opsi berkembang menjadi partai politik. Meski berisiko dan membutuhkan biaya politik tinggi, langkah itu dinilai sebagai skenario darurat jika pintu partai benar-benar tertutup.
Langkah Anies ini juga dinilai berkaitan dengan menguatnya wacana koalisi permanen antarpartai besar. Jika skema tersebut terwujud, ruang bagi tokoh di luar koalisi akan semakin sempit dan berpotensi membuat Anies kembali “puasa politik” di Pilpres mendatang.
“Koalisi permanen adalah alarm bagi figur non-elite parpol. Jika Anies tidak bergerak sekarang, ia bisa kembali berada di luar gelanggang bukan karena kalah suara, tetapi karena tidak punya kendaraan,” tegas Arifki.
Meski demikian, ia mengingatkan bahwa ormas bukan pengganti partai dalam sistem pemilu Indonesia. Tanpa arah politik yang jelas dan strategi jangka panjang, ormas berpotensi berhenti sebagai simbol konsolidasi loyalis semata.
“Ini langkah awal yang rasional. Namun efektivitasnya ditentukan oleh apakah ormas ini benar-benar menjadi alat tawar politik, atau hanya ruang konsolidasi pendukung,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka Permadhi















