25 Desember 2025
Beranda blog Halaman 110

Usia Situs Gunung Padang Cianjur Lebih Tua dari Piramida Mesir

Sejumlah pengunjung melintas di antara bebatuan di situs Gunung Padang, Campaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Minggu (7/7/2024). Situs megalitik berbentuk punden berundak yang ditemukan pada tahun 1914 tersebut menjadi salah satu objek wisata andalan di Cianjur yang menarik bagi wisatawan dan peneliti sejarah. (ANTARA FOTO/Henry Purba/agr/YU/pri)

Cianjur, Aktual.com – Tim peneliti dan pemugaran Situs Megalitikum Gunung Padang di Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, memastikan usia Situs Gunung Padang berupa pundan berundak di daerah itu dibangun pada 6.000 Sebelum Masehi (SM).

Ketua Tim Peneliti dan Pemugaran Situs Megalitikum Gunung Padang Ali Akbar mengatakan tim peneliti mengambil sejumlah sampel dari berbagai titik yang digali atau diekskavasi sejak beberapa bulan terakhir.

“Sampel yang diteliti dan diuji termasuk kandungan karbon yang diambil dari teras kelima tepatnya di kedalaman empat meter di bawah permukaan situs, sehingga diketahui usia dari struktur terluar yang dapat dilihat usianya berapa tahun,” katanya, dikutip dari Antara, Senin (1/12/2025).

Tim peneliti juga menemukan struktur fondasi berupa bebatuan berbentuk bulat di kedalaman empat meter, di mana bentuk batuan bukan memanjang namun berbentuk persegi lima bulat.

Para peneliti menyimpulkan bebatuan tersusun rapi menjadi satu hamparan tersebut berupa struktur fondasi. Dengan temuan fondasi tersebut mengungkapkan Situs Gunung Padang dibangun secara bertahap dalam beberapa periode.

Berdasarkan hasil uji laboratorium, Situs Megalitikum Gunung Padang dibangun sejak 6.000 SM sehingga dipastikan situs tersebut berusia lebih tua dibandingkan dengan piramida Giza di Mesir. Piramida Giza adalah kompleks piramida kuno di Mesir yang dibangun untuk Firaun Khufu, Khafre, dan Menkaure lebih dari 4.500 tahun yang lalu.

“Pembangunan situs ini dilakukan secara bertahap sampai di akhir yang dapat kita lihat saat ini, setelah fondasi terbentuk dilanjutkan dengan pembangunan struktur di atasnya dan seterusnya,” kata Ali Akbar.

Setelah memastikan usia situs, katanya, penelitian dilanjutkan dengan proses pemugaran awal, termasuk memperbaiki sejumlah bebatuan yang berpindah dari tempat asal, karena faktor alam serta pemugaran skala besar dilakukan pada awal 2026.

“Pada Desember ini akan dilakukan pemugaran awal, termasuk mengembalikan batu yang bergeser atau rusak ke posisi awal, sedangkan di awal tahun akan dilakukan pemugaran dengan skala besar,” katanya.

Peradaban sebelum Kerajaan-kerajaan Sunda

Ali juga menyampaikan, usia situs yang mencapai ribuan tahun sebelum masehi itu sudah ada sebelum berdirinya kerajaan-kerajaan di Sunda. Namun, ia belum dapat memastikan nama peradaban atau kerajaan yang membangun situs punden berundak tersebut, meski ditemukan sejumlah corak seperti tapak harimau dan kujang.

“Awalnya tim menduga lekukan di batu berasal dari tetesan air pohon yang mengikis permukaan batu dalam waktu lama, namun seiring pengamatan lebih lanjut, beberapa bentuk dinilai terlalu spesifik dan berpola seperti bentuk kujang dan tapak harimau,” katanya.

Corak garis atau alur mungkin dapat dijelaskan secara petrologi, ungkap dia, namun untuk bentuk yang sangat khas seperti tapak hewan akan diteliti lebih dalam apakah permukaan itu pernah ditatah, dikikis, atau terbentuk karena faktor alam.

“Hasil diskusi awal bersama ahli geologi dan petrologi, beberapa lubang pada batuan diyakini terbentuk secara alami karena proses pendinginan lava yang menyisakan gelembung udara, namun untuk corak tertentu diperlukan kajian yang lebih mendalam,” katanya.

Tantangan utama dalam mengungkap identitas peradaban pembuat situs adalah karena tidak adanya bukti tertulis seperti prasasti atau catatan sejarah, sehingga proses penelusuran menjadi lebih kompleks dan membutuhkan kajian mendalam.

“Karena tidak ditemukan catatan tertulis, untuk sementara kami menyebutnya sebagai masyarakat pembuat Situs Gunung Padang, kemungkinan mereka adalah leluhur dari masyarakat yang tinggal sekarang, atau malah kelompok yang sama sekali berbeda,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eroby Jawi Fahmi

Cak Imin Surati Tiga Menteri, Ajak Untuk Taubat Sebab Krisis Lingkungan

Jakarta, aktual.com – Menko Pemberdayaan Masyarakat, Abdul Muhaimin Iskandar, mengirimkan surat kepada tiga menteri terkait kebijakan lingkungan. Ia menilai berbagai bencana beruntun merupakan akibat dari kelalaian manusia dan lemahnya pengelolaan alam.

Cak Imin menjelaskan surat itu ditujukan kepada Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, dan Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq. Ia meminta ketiganya melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan sektor masing-masing. “Hari ini saya berkirim surat untuk evaluasi total seluruh kebijakan,” ujarnya di Bandung, Senin (1/12/2025).

Dalam keteranganya, Cak Imin menilai kerusakan lingkungan sudah mencapai fase kritis. Ia bahkan menyebut kondisi tersebut sebagai bentuk “kiamat ekologis” yang muncul akibat kegagalan kebijakan. “Kiamat bukan sudah dekat. Kiamat sudah terjadi akibat kelalaian kita sendiri,” tegasnya.

Ia mengajak para menteri untuk melakukan refleksi mendalam sebagai komitmen moral pemerintah. Ajakan itu ia sebut sebagai bentuk “taubat nasuha” yang menuntut evaluasi total dari cara berpikir hingga langkah kebijakan. “Bahasa NU-nya taubatan nasuha. Kuncinya evaluasi total,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Cak Imin juga menyinggung rentetan bencana di Aceh, Sumatra, Kalimantan, hingga Jawa. Ia menyatakan kerusakan hutan, eksploitasi sumber daya, dan rendahnya antisipasi menjadi faktor utama yang memperburuk situasi. Ia menegaskan bencana tersebut tidak boleh dianggap sebagai fenomena alam biasa.

Sementara itu, pemerintah pusat melaporkan perkembangan terbaru penanganan banjir bandang di Sumatra. BNPB menyebut Sumatra Barat mulai memasuki fase pemulihan setelah tiga hari operasi intensif, termasuk dukungan modifikasi cuaca. Presiden Prabowo turut meninjau lokasi terdampak dan meminta percepatan distribusi bantuan bagi wilayah yang masih terisolasi.

Cak Imin menilai momentum krisis ini harus menjadi titik balik kebijakan lingkungan nasional. Ia berharap evaluasi lintas kementerian dapat mencegah siklus bencana tahunan di masa mendatang dan memperkuat komitmen negara dalam menjaga alam. Pemerintah, katanya, harus hadir dengan kebijakan yang menyelamatkan, bukan merusak.

(Muhammad Hamidan Multazam)

Menko Pemberdayaan Masyarakat, Abdul Muhaimin Iskandar, mengirimkan surat kepada tiga menteri terkait kebijakan lingkungan. Ia menilai berbagai bencana beruntun merupakan akibat dari kelalaian manusia dan lemahnya pengelolaan alam.

Cak Imin menjelaskan surat itu ditujukan kepada Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, dan Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq. Ia meminta ketiganya melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan sektor masing-masing. “Hari ini saya berkirim surat untuk evaluasi total seluruh kebijakan,” ujarnya di Bandung, Senin (1/12/2025).

Dalam keteranganya, Cak Imin menilai kerusakan lingkungan sudah mencapai fase kritis. Ia bahkan menyebut kondisi tersebut sebagai bentuk “kiamat ekologis” yang muncul akibat kegagalan kebijakan. “Kiamat bukan sudah dekat. Kiamat sudah terjadi akibat kelalaian kita sendiri,” tegasnya.

Ia mengajak para menteri untuk melakukan refleksi mendalam sebagai komitmen moral pemerintah. Ajakan itu ia sebut sebagai bentuk “taubat nasuha” yang menuntut evaluasi total dari cara berpikir hingga langkah kebijakan. “Bahasa NU-nya taubatan nasuha. Kuncinya evaluasi total,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Cak Imin juga menyinggung rentetan bencana di Aceh, Sumatra, Kalimantan, hingga Jawa. Ia menyatakan kerusakan hutan, eksploitasi sumber daya, dan rendahnya antisipasi menjadi faktor utama yang memperburuk situasi. Ia menegaskan bencana tersebut tidak boleh dianggap sebagai fenomena alam biasa.

Sementara itu, pemerintah pusat melaporkan perkembangan terbaru penanganan banjir bandang di Sumatra. BNPB menyebut Sumatra Barat mulai memasuki fase pemulihan setelah tiga hari operasi intensif, termasuk dukungan modifikasi cuaca. Presiden Prabowo turut meninjau lokasi terdampak dan meminta percepatan distribusi bantuan bagi wilayah yang masih terisolasi.

Cak Imin menilai momentum krisis ini harus menjadi titik balik kebijakan lingkungan nasional. Ia berharap evaluasi lintas kementerian dapat mencegah siklus bencana tahunan di masa mendatang dan memperkuat komitmen negara dalam menjaga alam. Pemerintah, katanya, harus hadir dengan kebijakan yang menyelamatkan, bukan merusak.

(Muhammad Hamidan Multazam)

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Rakor Sinkronisasi Data Kewilayahan untuk Penguatan Program Koperasi Merah Putih

Jakarta, aktual.com – Direktorat Toponimi dan Batas Daerah, Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan (Ditjen Bina Adwil) Kementerian Dalam Negeri Safrizal Zakaria Ali menyelenggarakan Rapat Koordinasi (Rakor) Fasilitasi Pemenuhan Data Pembinaan Lingkup Toponimi dan Batas Daerah, Pulau, dan Kode WAP, Kamis (13/11).

Kegiatan ini bertujuan untuk mengoptimalkan ketersediaan data kewilayahan yang akurat sebagai pilar utama dalam mendukung implementasi program Kecamatan Pembina Koperasi Merah Putih.

​Rapat koordinasi ini dihadiri oleh perwakilan dari berbagai instansi terkait, Kementerian Koperasi, Kementerian Komunikasi dan Informasi Digital, Bappenas, Dittopad TNI AD serta Pemerintah Daerah di 38 Provinsi seluruh Indonesia. Fokus utama dari pembahasan ini adalah sinkronisasi dan validasi data terkini mengenai:
​Toponimi (Nama Rupa Bumi): Pembaruan dan penetapan nama-nama rupabumi untuk memastikan keseragaman data.

Batas Daerah: Penguatan data dan peta batas administrasi antarwilayah. ​Pulau: Pendataan dan penamaan pulau, khususnya pulau-pulau kecil terluar. Kode WAP (Wilayah Administrasi Pemerintahan): Verifikasi dan pemanfaatan kode WAP sebagai kunci integrasi data kewilayahan dengan sektor lain.

​Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Safrizal Zakaria Ali dalam sambutannya, menyampaikan bahwa data kewilayahan yang akurat adalah prasyarat mutlak bagi keberhasilan setiap program pembangunan, termasuk Koperasi Merah Putih.

​”Program Kecamatan Pembina Koperasi Merah Putih sangat bergantung pada identitas wilayah yang jelas dan terverifikasi. Data toponimi, batas daerah, pulau, dan kode WAP yang kita fasilitasi dalam rakor ini akan menjadi basis informasi yang solid bagi perencanaan, penargetan, dan evaluasi program tersebut di tingkat kecamatan,” ujarnya.

​Penguatan Basis Data: percepatan proses validasi data toponimi dan batas daerah yang belum tuntas di beberapa wilayah.

Pemanfaatan Teknologi: Optimalisasi penggunaan sistem informasi geografis (SIG) untuk memvisualisasikan data kewilayahan secara interaktif dan mudah diakses oleh pemerintah daerah pembina koperasi.

Sinergi Antar-Lembaga: Pembentukan tim kerja terpadu untuk memastikan data kewilayahan terintegrasi dengan data kependudukan dan data sektoral lainnya yang dibutuhkan oleh program Koperasi Merah Putih.

​Dengan adanya fasilitasi pemenuhan data ini, diharapkan Kecamatan Pembina Koperasi Merah Putih dapat berjalan lebih efektif, tepat sasaran, dan memberikan dampak positif yang signifikan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui penguatan ekonomi kerakyatan di tingkat kecamatan.

Dalam penutupan kegiatan ini, Direktur Toponimi dan Batas Daerah Kemendagri, Raziras Rahmadillah, S.STP., M.A juga menegaskan, Perlunya peran pemerintah pusat dan daerah dalam mendukung pelaksanaan program Kementerian Koperasi yang saat ini menjalankan Business Assistant (BA) bagi Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDKMP) hingga memastikan koperasi dapat mandiri dan beroperasi secara berkelanjutan.

“Percepatan penegasan batas daerah, kejelasan data toponimi, serta kode dan data wiayah administrasi pemerintahan dapat mendukung kepastian lokasi/wilayah Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDKMP),” Ujar Raziras.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Fraksi PKS MPR RI dan LATS Gelar Lokakarya Akademik Penguatan Tata Kelola SDA Sumbawa

Fraksi PKS MPR RI bekerja sama dengan Lembaga Adat Tana Samawa (LATS) menggelar Lokakarya Akademik Penguatan Tata Kelola Sumber Daya Alam (SDA) di Neo Garden Hotel, Sumbawa Besar, Minggu (30/11). Aktual/DOK MPR RI

Sumbawa Besar, aktual.com – Fraksi PKS MPR RI bekerja sama dengan Lembaga Adat Tana Samawa (LATS) menggelar Lokakarya Akademik Penguatan Tata Kelola Sumber Daya Alam (SDA) di Neo Garden Hotel, Sumbawa Besar, Ahad (30/11). Kegiatan tersebut menghadirkan Bupati Sumbawa, pejabat kementerian, akademisi, peneliti, serta tokoh adat untuk membahas integrasi nilai lokal dalam kebijakan pengelolaan SDA.

Bupati Sumbawa, Ir. H. Syarafuddin Jarot, M.P., membuka kegiatan ini secara resmi. Dalam sambutannya, Bupati H. Jarot menegaskan bahwa nilai luhur Takit Ko Nene’, Kangila Boat Lenge bukan sekadar semboyan budaya, tetapi kompas moral masyarakat Samawa yang mengajarkan ketakwaan, rasa malu melakukan keburukan, serta amanah menjaga alam.

Ia menyoroti relevansi kearifan lokal tersebut di tengah krisis iklim, kerusakan hutan, dan ancaman ekologis global. Menurutnya, ruang dialog yang diprakarsai LATS ini penting untuk menyinergikan pemerintah daerah, lembaga adat, akademisi, masyarakat sipil, serta kebijakan nasional.

H. Jarot menegaskan visi besar Pemerintah Kabupaten Sumbawa lima tahun ke depan yaitu Sumbawa Hijau dan Lestari. Visi ini diterjemahkan dalam berbagai program konkret, antara lain Gerakan Penanaman 1 Juta Pohon Sumbawa Hijau, Gerakan 1 ASN 1 Pohon, Gerakan 1 Siswa 1 Pohon, Program Tanam Pohon Dapat Sapi, dan Penanaman tanaman ekonomi produktif seperti kopi, kemiri, porang, sengon laut, dan tanaman bernilai tambah lainnya.

“Langkah-langkah ini adalah investasi jangka panjang untuk stabilitas ekologis dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kearifan Takit Ko Nene’, Kangila Boat Lenge menemukan momentumnya sebagai dasar kebijakan publik yang menjaga harmoni manusia dan alam,” jelasnya.

Sekretaris FPKS MPR RI, H. Johan Rosihan, ST, tampil sebagai keynote speaker. Dalam paparannya, ia menekankan perlunya memasukkan nilai adat Taket ko Nene, Kangila Boat Lenge ke dalam kerangka tata kelola SDA di Sumbawa. Ia juga menyoroti kejadian banjir dan longsor di beberapa wilayah Sumatera dan Aceh sebagai peringatan atas pentingnya perbaikan tata kelola lingkungan.

“Pengelolaan SDA harus memperhatikan nilai lokal dan prinsip kehati-hatian agar daerah tidak mengalami kerusakan ekologis,” ujar Johan.

Direktur Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat KLHK, Julmansyah, memaparkan capaian nasional penetapan Hutan Adat. Hingga Oktober 2025, terdapat 164 unit Hutan Adat seluas lebih dari 345 ribu hektare yang memberi manfaat bagi sekitar 87 ribu keluarga. Ia menyebut pengakuan Hutan Adat berperan dalam menjaga ekosistem, sumber air, serta mencegah konflik tenurial.

Perwakilan LATS, Aries Zulkarnaen, menyampaikan bahwa nilai budaya Taket ko Nene, Kangila Boat Lenge memiliki dasar moral dan spiritual yang dapat menjadi pedoman pengelolaan lingkungan. Ia menilai nilai tersebut perlu diimplementasikan dalam tata ruang dan kebijakan pengelolaan hutan serta air.

Sementara itu, peneliti BRIN, Rusli Cahyadi, Ph.D., memaparkan hasil kajian antropologis mengenai perubahan nilai lokal di Sumbawa akibat tekanan sosial, ekonomi, dan modernisasi. Ia menilai revitalisasi nilai adat diperlukan untuk menguatkan tata kelola SDA dan meminimalkan konflik pemanfaatan ruang.

Lokakarya ini menghasilkan sejumlah rekomendasi awal, antara lain penyusunan Naskah Akademik Integrasi Adat Samawa, pemetaan ilmiah wilayah adat, penguatan kebijakan tata ruang berbasis nilai lokal, serta pengembangan model pengelolaan SDA yang melibatkan komunitas adat, akademisi, dan pemerintah daerah.

Kegiatan berlangsung sepanjang hari dan menjadi bagian dari rangkaian upaya LATS dan Fraksi PKS MPR RI untuk memperkuat peran adat dalam pengelolaan SDA di Sumbawa.

Artikel ini ditulis oleh:

Tino Oktaviano

DPR Desak Pemerintah Ringankan UKT Mahasiswa Daerah Bencana

Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua Komisi X DPR RI, MY Esti Wijayati, meminta pemerintah memberikan dispensasi akademik dan keringanan pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) bagi mahasiswa yang terdampak bencana alam Sumatra dan di berbagai daerah Indonesia pada penghujung 2025.

“Atas nama pribadi dan sebagai Wakil Ketua Komisi X DPR RI, saya menyampaikan duka mendalam kepada seluruh masyarakat terdampak bencana. Semoga kondisi di lapangan segera membaik,” ujar Esti dalam keterangan pers, Senin (1/12/2025).

Bencana banjir bandang, longsor, gelombang tinggi, hingga kebakaran permukiman dilaporkan terjadi di sejumlah wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa–Bali, Papua, hingga Jakarta. Esti menegaskan dampak bencana tersebut mengganggu proses pendidikan ribuan mahasiswa.

“Kami meminta Kemendiktisaintek segera memberi dispensasi akademik dan penundaan pembayaran UKT bagi mahasiswa terdampak. Ini penting karena kita sudah memasuki masa UAS dan menghadapi Semester Genap 2026,” ujarnya.

Politisi PDI Perjuangan ini menegaskan, dispensasi dan keringanan UKT bagi mahasiswa korban bencana alam adalah keharusan.

“Kebijakan ini harus berlaku bagi seluruh mahasiswa dari wilayah terdampak, bukan hanya Aceh, Sumut, atau Sumbar saja,” tegas Legislator dari Dapil DIY itu.

Atas dasar itu, ia mendesak pendataan cepat dan terintegrasi terhadap mahasiswa asal wilayah bencana oleh Kemendiktisaintek dan seluruh perguruan tinggi. Pendataan, kata Esti, tidak boleh menunggu laporan pasif.

“Setiap kampus harus proaktif mendata. Banyak mahasiswa kesulitan belajar karena rumah rusak, listrik padam, internet putus, hingga kehilangan dokumen akademik,” ujarnya.

Selain itu, Esti meminta pemerintah memberikan fleksibilitas metode pembelajaran, kebijakan force majeure, penundaan UKT tanpa denda, pemotongan UKT bagi keluarga yang kehilangan mata pencaharian, hingga beasiswa darurat bencana.

Esti menekankan bahwa penanganan pendidikan di wilayah bencana tidak boleh sektoral dan membutuhkan koordinasi pemerintah pusat, daerah, perguruan tinggi, dan relawan.

“Negara wajib memastikan bencana tidak merampas masa depan mahasiswa. Tidak boleh ada satu pun mahasiswa tertinggal karena ia menjadi korban bencana,” tegasnya.

 

 

Artikel ini ditulis oleh:

Eka Permadhi

Pelantikan Dua Pejabat Eselon 1 Kemenkum Dinilai Bermasalah: Langgar Putusan MK, dan Tanpa Mekanisme Sah

Gedung Kementerian Hukum RI. Foto: Ist

Jakarta, Aktual.com — Pelantikan dua pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian Hukum (Kemenkum) oleh Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas pada Jumat (28/11/2025) menuai kritik keras dari kalangan masyarakat sipil.

Pelantikan terhadap Hendro Pandowo sebagai Inspektur Jenderal (Irjen) dan Hermansyah Siregar sebagai Direktur Jenderal (Dirjen) Kekayaan Intelektual Kemenkum dinilai tidak memenuhi aturan perundang-undangan yang berlaku.

Demikian disampaikan Direktur Aspirasi Murni Masyarakat (AMM), Prans Shaleh Gultom dan Koordinator Jaringan Masyarakat Muda (JMM) Adrian secara terpisah, di Jakarta, Senin (1/12/2025).

Irjen Kemenkum Langgar Putusan MK

Prans Shaleh Gultom menyampaikan, pelantikan terhadap Hendro Pandowo tidak sah karena berstatus perwira tinggi Polri aktif. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025, katanya, tegas melarang anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil tanpa mengundurkan diri atau pensiun terlebih dahulu.

“Putusan MK berlaku langsung sejak 13 November. Mengapa Menkum tetap ngotot melantik anggota Polri aktif sebagai Irjen Kemenkum pada 28 November? Ini bertentangan dengan putusan MK yang final dan mengikat,” ujar Prans.

Menurutnya, putusan MK itu menutup celah hukum yang selama ini memungkinkan polisi aktif menjabat posisi sipil. Bahkan, katanya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Rini Widyantini, sudah menegaskan Pemerintah wajib mematuhi putusan MK tersebut.

“Pernyataan Men PANRB ini berbanding terbalik dengan pandangan Menkum Supratman yang sebelumnya menyebut polisi aktif yang sudah menduduki jabatan sipil tak perlu mundur. Termasuk memaksakan pelantikan terhadap Hendro Pandewo sebagai Irjen Kemenkum,” papar Prans.

Hal sama, Adrian menyampaikan, pelantikan Hendro Pandowo sebagai Irjen Kemenkum merupakan pelanggaran konstitusi. Mestinya, Kemenkum menjadi tauladan bagi kementerian/lembaga lain dalam menaati putusan MK.

“Jika Polri aktif menjabat posisi sipil tanpa melepas status keanggotaannya, itu inkonstitusional berdasarkan Putusan MK 114/PUU-XXIII/2025. Kemenkum seharusnya menjadi teladan dalam menaati hukum, bukan justru melanggarnya,” tegas Adrian

Dirjen Kekayaan Intelektual Tanpa Open Bidding

Selain menyoroti Hendro Pandewo, penunjukan Hermansyah Siregar sebagai Dirjen Kekayaan Intelektual juga dinilai bermasalah, karena tidak melalui mekanisme seleksi terbuka (open bidding) sebagaimana diatur dalam regulasi pengisian jabatan tinggi madya.

Adrian menyampaikan, pengisian jabatan tinggi madya seharusnya dilakukan melalui open bidding, sesuai regulasi kepegawaian yang berlaku.

Undangan seleksi terbuka di situs maupun media sosial resmi Kemenkum hanya menyebutkan posisi Irjen. Tidak ada satupun informasi yang membuka seleksi terbuka untuk kursi Dirjen Kekayaan Intelektual

“Jika penunjukan dilakukan tanpa open bidding, ini melanggar prinsip meritokrasi dan transparansi, serta bisa memicu konflik kepentingan,” kata Adrian.

Ia pun menegaskan, pengangkatan pejabat tinggi di kementerian yang seharusnya menjunjung hukum justru berpotensi menimbulkan preseden buruk dalam tata kelola pemerintahan.

“Penunjukan pejabat tanpa prosedur sah dapat memicu konflik kepentingan dan mengganggu independensi kelembagaan,” paparnya.

Evaluasi Total Pejabat Eselon 1

Adrian pun mendorong Kemenkum melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proses rekrutmen terhadap dua pejabat Eselon I tersebut.

“Kemenkum harus transparan dan patuh pada hukum. Bila pelantikan dilakukan tanpa mekanisme sah, maka pelanggaran itu harus diperbaiki,” tegas Adrian.

Mereka juga menyoroti pentingnya Kemenkum menjaga integritas proses administrasi mengingat lembaga tersebut memegang tanggung jawab besar dalam penegakan hukum dan pelayanan publik.

“Kemenkum sebagai institusi hukum seharusnya mengayomi undang-undang, bukan justru melanggar ketentuan yang telah ditegaskan MK,” katanya.

Sampai berita ini diturunkan, belum ada tanggapan apapun dari Kemenkum terkait persoalan ini.

Artikel ini ditulis oleh:

Eroby Jawi Fahmi

Berita Lain