29 Desember 2025
Beranda blog Halaman 152

Polemik KUHAP dan Implementasi KUHP: Advokat Bisa Akses CCTV dan Klaim Keberatan

RKUHAP: Reformasi Hukum Acara atau Kemunduran Demokrasi?

Jakarta, aktual.com – Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia Suara Advokat Indonesia (PERADI SAI), Harry Ponto, menilai pembaruan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai terobosan penting bagi dunia hukum di Indonesia.

Sejumlah poin yang ia soroti adalah hak advokat mengakses rekaman kamera pengawas (CCTV) untuk kepentingan pembelaan, dan pernyataan keberatan di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) bila kliennya merasa terintimidasi.

“Sekarang dalam kerangka kepentingan pembelaan, advokat berhak mendapatkan rekaman CCTV. Ini langkah maju yang luar biasa,” ujar Harry usai menghadiri rapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/11/2025).

Harry menyampaikan, pembaruan KUHAP juga mengatur agar advokat bisa menyatakan keberatan bila kliennya merasa terintimidasi dalam pemeriksaan oleh penyidik. “Advokat kini bisa aktif menyatakan keberatan jika klien diintimidasi atau diberi pertanyaan yang mengarahkan, dan keberatan itu wajib dicatat dalam BAP,” tambahnya.

Selain itu, pembaruan KUHAP pun memberikan perlindungan hukum yang jelas bagi advokat. Advokat kini diakui sebagai salah satu penegak hukum dan memperoleh hal imunitas. “Sehingga tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana saat menjalankan profesinya sepanjang beritikad baik dan mengikuti kode etik,” paparnya.

Harry menilai langkah Komisi III DPR RI untuk memperbarui KUHAP sangat berani, meski masih ada beberapa kekurangan. Ia menekankan, regulasi baru ini mendorong profesionalisme polisi, jaksa, dan advokat sekaligus.

“Ini membuat polisi lebih profesional, jaksa lebih profesional, advokat pun harus lebih profesional. Advokatlah yang mengontrol. Semua pihak harus mulai berbenah supaya penegakan hukum berjalan lebih baik,” tutup Harry.

Meski demikian, implementasi aturan di pembaruan KUHAP, katanya, bergantung pada konsistensi aparat penegak hukum di lapangan untuk mematuhinya.

Presiden Diminta Tunda Pengesahan Pembaruan KUHAP

Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP meminta Presiden Prabowo Subianto untuk menunda pengesahan UU tersebut melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPPU). Koalisi menilai pembaruan KUHAP memuat banyak ketentuan yang bermasalah.

“Proses pembahasan dan substansi bermasalah ini sejak awal telah diperingatkan oleh akademisi, mahasiswa, masyarakat sipil, organisasi bantuan hukum, dan banyak pihak lainnya. Alih-alih memperbaiki kritik tersebut, pemerintah justru memaksa KUHAP baru diberlakukan serentak dengan KUHP pada 2 Januari 2026. Meskipun proses sosialisasinya sangat sempit dan seluruh perangkat implementasinya belum disiapkan sama sekali,” kata Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, Sabtu (22/11/2025).

Koalisi mengingatkan, KUHP dan KUHAP tanpa fondasi merupakan jalan menuju bencana hukum pidana. Kegentingan regulasi semakin terlihat ketika jarak antara pengesahan dan pemberlakuan kurang dari dua bulan dan dipotong libur akhir tahun.

KUHAP yang baru disahkan mewajibkan hadirnya setidaknya 25 Peraturan Pemerintah (PP), 1 Peraturan Presiden, 1 Peraturan Mahkamah Agung, dan 1 Undang-Undang sebagai aturan pelaksana. Bahkan, UU yang dimaksud adalah regulasi mengenai upaya paksa penyadapan yang rentan disalahgunakan.

Aturan-aturan pelaksana tersebut berfungsi menjabarkan ketentuan umum dalam KUHAP agar dapat diterapkan secara teknis dan operasional. Tanpa PP, Perpres, Perma, dan UU sebagai pedoman pelaksana, norma-norma KUHAP akan menjadi kabur dan membuka ruang penyimpangan dalam setiap tahap proses peradilan.

“Dengan waktu sesingkat itu, apakah mungkin dilakukan sosialisasi terhadap seluruh aparat penegak hukum di Indonesia? Dalam hitungan minggu, aparat akan ‘dipaksa’ bekerja di tengah tumpang tindih aturan, kekosongan mekanisme, dan konflik interpretasi. Ketidakpastian hukum semacam ini bukan sekadar persoalan administratif dan tidak sederhana mitigasinya, melainkan secara langsung mengancam perlindungan hak-hak warga negara ketika berhadapan dengan hukum,” ujarnya.

Sebagai perbandingan, KUHP yang disahkan pada 2023 dan dijadwalkan berlaku pada 2026 diberi masa transisi tiga tahun penuh. Dalam periode tersebut, pemerintah memiliki mandat menyusun enam PP sebagai aturan pelaksana yang kemudian dikerucutkan menjadi tiga PP.

Namun hingga hari ini, tidak satu pun rancangan PP tersebut berhasil disahkan. Bahkan pemerintah sendiri mengemukakan bahwa terdapat sedikitnya 52 poin revisi dan koreksi terhadap KUHP dalam RUU Penyesuaian Pidana yang sampai saat ini belum dibahas oleh pemerintah dan DPR.

“Tanpa PP, tanpa aturan pelaksana lainnya (Perpres, Perma, dan UU), sosialisasi kurang dari empat minggu, tanpa kesiapan institusi, dan tanpa kepastian hukum. Memaksakan pemberlakuan KUHP dan KUHAP baru secara bersamaan tanpa memastikan kesiapan perangkat regulasi dan kapasitas pelaksana lapangan merupakan tindakan ekstrem yang destruktif bagi perkembangan hukum di Indonesia. Aparat di lapangan akan menghadapi kekosongan pedoman dan kesenjangan pemahaman,” pungkasnya.

Implementasi KUHP pada 2026

Sementara itu, Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej menyampaikan, pemberlakuan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) secara nasional pada Januari 2026 nanti tidak akan membuka ruang kriminalisasi.

Menurutnya, seluruh pasal dalam KUHP telah dilengkapi penjelasan dan anotasi yang menjadi acuan bagi penyidik dan jaksa.

“Kalau kita lihat di dalam KUHP itu, setiap pengaturan hukum materil disertai dengan penjelasan. Bahkan kami memuat anotasi. Itu memberikan guidance kepada penyidik dan penuntut umum tentang maksud pembentuk undang-undang,” ujar Eddy, usai rapat dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin (24/11/2025).

Hal ini ia sampaikan merespons kekhawatiran publik, terutama dari kelompok masyarakat sipil, yang menilai implementasi KUHP berpotensi disalahgunakan aparat penegak hukum.

Menurutnya, keberadaan anotasi tersebut menjadi mekanisme pencegah penyimpangan dalam penegakan hukum.  “Justru untuk mencegah jangan sampai terjadi kriminalisasi,” tegasnya.

Eddy juga memastikan, seluruh aturan turunan KUHP telah diselesaikan pemerintah, sehingga tidak ada kekosongan hukum saat KUHP mulai berlaku awal tahun depan.

“Ada tiga peraturan pemerintah sebagai aturan pelaksanaan tentang hukum yang hidup dalam masyarakat, pemidanaan termasuk tindakan, serta komutasi pidana. Semua sudah selesai,” katanya.

Ia menilai kekhawatiran sebagian kelompok terjadi karena asumsi bahwa KUHP baru akan berjalan tanpa regulasi pelaksana yang memadai. “Tapi itu tidak benar. Semuanya sudah tersedia,” tambahnya.

Selain itu, pemerintah dan DPR tengah mempercepat pembahasan Rancangan Undang-Undang Penyesuaian Pidana, yang bertujuan menyelaraskan berbagai undang-undang dan ribuan peraturan daerah dengan KUHP.

Laporan: Taufik Akbar Harefa

Artikel ini ditulis oleh:

Eroby Jawi Fahmi

Kinerja BUMN Karya Makin Tertekan, Ekonom: Langkah Penyehatan Jadi Syarat Sebelum Konsolidasi

Jakarta, aktual.com – Kinerja sejumlah perusahaan konstruksi pelat merah kembali menjadi sorotan setelah laporan keuangan terbaru menunjukkan kesenjangan yang makin lebar antar-BUMN karya. Di tengah situasi itu, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda, menilai persoalan utama justru bermula dari kebijakan penugasan yang sangat besar sejak era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).

“Akibatnya, banyak BUMN Karya yang goyah. Waskita Karya misalkan yang mencatatkan kerugian,” kata Huda ketika dihubungi, Senin (24/11/2025).

Ia mengatakan percepatan pembangunan infrastruktur berjalan tanpa mempertimbangkan kemampuan keuangan perusahaan negara yang mendapat tugas tersebut. Menurutnya, percepatan itu dijalankan sementara kepastian pendanaan dari pemerintah tidak selalu mengikuti ritme pekerjaan di lapangan.

“BUMN Karya diminta mengebut, tapi pembayarannya tidak jelas,” ujar Huda.

Kondisi tersebut, kata dia, membuat banyak perusahaan konstruksi negara berada di posisi genting. Waskita Karya menjadi salah satu contoh paling nyata karena hingga September 2025 mencatat rugi Rp 3,17 triliun, naik dibandingkan tahun sebelumnya.

Ia menilai situasi ini berkaitan langsung dengan pola penugasan yang tidak memperhitungkan daya tahan keuangan perusahaan. “Selama ini penugasan banyak berdampak negatif ke kinerja perusahaan,” ucapnya.

Ia menambahkan bahwa indikatornya dapat terlihat dari adanya perusahaan yang sampai dipailitkan dan sejumlah lainnya yang bergerak naik turun secara keuangan. Laporan keuangan 2025 memperlihatkan tekanan serupa juga dialami perusahaan lain.

WIKA berbalik dari laba menjadi rugi Rp 3,21 triliun, sementara PTPP harus menerima penurunan laba tajam hingga hanya mencapai Rp 5,55 miliar. ADHI pun mengalami penurunan signifikan dengan laba sekitar Rp 4,4 miliar.

Di sisi lain, ada BUMN karya yang masih melaju seperti Hutama Karya yang meraih pendapatan Rp 11,6 triliun pada semester pertama, Brantas Abipraya dengan pertumbuhan pendapatan hingga Rp 13,37 triliun, serta Nindya Karya yang menargetkan laba Rp 120 miliar pada tahun ini.

Huda menilai perbedaan kondisi tersebut semestinya menjadi bahan evaluasi pemerintah dalam mempertimbangkan arah restrukturisasi maupun wacana konsolidasi BUMN karya. Ia menegaskan penyatuan perusahaan bukan langkah yang bisa diambil tanpa mengukur risiko.

“Kesehatan BUMN harus dilihat dulu,” katanya singkat.

Ia mengingatkan agar proses konsolidasi tidak justru menyeret perusahaan yang masih sehat sehingga terbebani oleh yang sedang bermasalah. Huda juga mengkritisi pola proyek strategis yang terus diberikan kepada BUMN, sehingga ruang bagi swasta untuk berperan dalam pembangunan infrastruktur menjadi sempit.

Menurutnya, perlu ada kesempatan lebih merata agar kontribusi swasta dapat ikut memperkuat sektor konstruksi nasional.
Ketimpangan kinerja antarperusahaan pelat merah ini membuat berbagai pihak kembali mempertanyakan arah kebijakan pemerintah ke depan.

“BUMN yang selalu kebagian proyek strategis memang tidak memberikan kesempatan kepada pihak swasta untuk berkontribusi terhadap proyek infrastruktur pemerintah,” kata dia.

Di tengah tekanan keuangan yang belum mereda dan kebutuhan pembangunan yang masih besar, wacana merger BUMN karya menjadi salah satu opsi yang terus dipertimbangkan, meski efektivitasnya belum dapat dipastikan sebelum kesehatan masing-masing perusahaan benar-benar dipulihkan.

“Jangan sampai, BUMN karya yang sehat justru jadi sakit karena terbebani keuangan dari BUMN yang sakit,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Iran dan Turki Berebut Tawarkan Teknologi Tempur ke Indonesia

Jakarta, aktual.com – Dua mitra penting Indonesia, Iran dan Turki, hampir bersamaan menyampaikan tawaran kerja sama pertahanan kepada Kementerian Pertahanan (Kemenhan) RI. Duta Besar Iran untuk Indonesia, Muhammad Boroujerdi, mendatangi kantor Kemhan di Jakarta sambil membawa proposal berisi penawaran produk alutsista buatan Iran berikut paket transfer teknologi.

Dalam pertemuan tersebut, Boroujerdi menegaskan tujuan kedatangannya. “Kami membawa tawaran kerja sama yang menguntungkan kedua pihak,” ujarnya.

Informasi dari Amanda Channel 123 menyebutkan bahwa tidak lama setelah rombongan Iran datang, giliran CEO Aselsan dari Turki yang hadir di Kemhan. Ia membawa plakat sistem pertahanan udara Turki, Gökberk atau Steel Dome, yang kembali ditawarkan kepada Indonesia dalam rangka memperkuat hubungan pertahanan kedua negara.

Kehadiran delegasi tingkat tinggi ini menandai pembahasan yang lebih intens antara Jakarta dan Ankara. Wakil Menteri Pertahanan RI menerima kunjungan delegasi Iran dan membahas secara rinci peluang kerja sama yang bisa dituangkan dalam dokumen resmi.

Pihak Kemhan melihat tawaran yang datang dari Teheran sebagai kesempatan untuk memperluas kemitraan strategis. Teknologi drone tempur menjadi salah satu fokus Iran dalam tawaran kerja sama tersebut.

Negara itu menawarkan sistem UAV yang telah digunakan di berbagai konflik, seperti keluarga Shahed, Mohajer, dan Ababil. Selain drone, Iran juga membuka peluang kerja sama di bidang rudal taktis, radar, dan munisi pintar yang dinilai relevan dengan kebutuhan modernisasi pertahanan Indonesia.

Di sisi lain, kunjungan CEO Aselsan membuka kembali diskusi mengenai Steel Dome, sistem pertahanan udara berlapis yang dirancang untuk menghadapi ancaman mulai dari drone hingga rudal jelajah. Indonesia pernah meninjau sistem ini sebelumnya, namun pembahasannya sempat terhenti.

Artikel ini ditulis oleh:

Achmat
Rizky Zulkarnain

Praktik Mafia Tanah sampai Kiamat, Rakyat Bisa Apa?

Ilustrasi: Mafia Tanah
Ilustrasi: Mafia Tanah

Jakarta, aktual.com — Polemik perebutan lahan seluas sekitar 16,4 hektare (ha) di Jalan Metro Tanjung Bunga, Makassar, Sulawesi Selatan, antara PT Gowa Makassar Tourism Development Tbk (PT GMTD) dengan PT Hadji Kalla membuka kembali perhatian publik mengenai persoalan praktik mafia tanah di Indonesia.

Perbincangan di media sosial pun ramai menyebutkan, bila sekelas mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla saja mengalami sengketa lahan karena praktik mafia tanah, lalu bagaimana dengan nasib rakyat jelata.

Apalagi, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid menyampaikan, praktik mafia tanah akan terus terjadi hingga Hari Kiamat.

Baca juga:

Mafia Tanah, Celah Hukum dan Perilaku Oknum Aparat

Ketua Dewan Nasional Konsorsium Pembaruan Agraria (2016-2021) Iwan Nurdin menyampaikan, masyarakat memang rentan mengalami sengketa lahan.

Ia menyebut banyak tanah rakyat yang tidak memiliki sertifikat, sehingga mudah digusur, diklaim pihak lain, maupun diakui sebagai sebagai tanah negara.

“Tanah warga sebagian besar tidak dilindungi dalam bentuk sertifikat. Mau sertifikasi sulit, mahal, dan lama. Sementara BPN belum proaktif melayani rakyat,” katanya kepada Aktual.com.

Bahkan, meskipun masyarakat sudah punya sertifikat, seringkali terjadi sertifikat ganda, atau kepemilikan ganda, akibat praktik mafia tanah.

Ironisnya, praktik tersebut tidak hanya menyasar tanah-tanah milik rakyat. Tanah wakaf dan tanah negara pun acap kali terkena sasaran para mafia tanah yang ingin mengeruk keuntungan pribadi.

Hal ini seperti terjadi pada kasus dugaan penjualan tanah negara kepada negara dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh). Modusnya, tanah negara dialihkan menjadi milik warga, lalu seolah-olah membelinya dari masyarakat.

Ekosistem Mafia Tanah

Iwan menyampaikan, praktik mafia tanah berakar dalam ekosistem di internal Badan Pertanahan Nasional (BPN). Namun, instansi tersebut acapkali menutup-nutupi bila kasus yang terkait pegawainya.

“Mafia tanah itu ekosistemnya di BPN. Mereka bisa produksi sertifikat. Tapi ketika bermasalah, mekanisme internal saling menutupi dan meminta pengadilan yang memutuskan. Jadi berujung di sana mafia tanahnya,” paparnya.

Senada, Pengamat kebijakan publik Trubus Rahardiansyah menyebut, mafia tanah tidak mungkin bergerak sendiri tanpa dukungan dari orang ‘dalam’ BPN.

“Mereka mendapat dukungan dari lingkungan BPN. Pemberantasan mafia tanah harus dimulai dengan sanksi tegas terhadap oknum yang terlibat,” ujarnya.

Trubus menilai, permainan birokrasi di ATR/BPN menjadi akar dari berbagai persoalan pertanahan. Bahkan, penegakan aturan sering kali diabaikan ketika ada pegawai yang terbukti bermasalah.

“Kalau ada pegawai bermasalah, seharusnya dipindahkan atau dimutasi, bukan malah dilindungi,” tegasnya ketika dihubungi Aktual.com.

Parlemen Pertanyakan Komitmen Pemerintah 

Karenanya, Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Deddy Sitorus, mempertanyakan keseriusan Kementerian ATR/BPN dalam memberantas mafia tanah.

Selain menyoroti lemahnya sistem, Deddy juga mengkritik pola pikir Kementerian ATR/BPN dalam melayani rakyat maupun investor.

Deddy juga menyinggung pernyataan Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid yang mengatakan mafia tanah akan selalu ada hingga Hari Kiamat.

Menurut Deddy, pernyataan tersebut menggambarkan kurangnya kemauan untuk melakukan perubahan mendasar dalam sistem pertanahan Indonesia.

“Saya dengarnya tersentak, mafia tanah itu tidak bisa (ditindak), pasti ada insan agraria di dalamnya yang terlibat. Walaupun tidak semua. Jadi kalau tidak ada niat berubah, saya kira sampai kapanpun penderitaan rakyat, kesusahan di tingkat investor juga enggak akan pernah selesai,” ujarnya.

Deddy meminta Kementerian ATR/BPN melakukan reformasi menyeluruh terhadap sistem dan pola pikir dalam pengelolaan pertanahan. Ia menekankan bahwa cara kerja yang digunakan saat ini masih dipengaruhi warisan kolonial.

“Tolong sistem thinking-nya, operating system dibenerin supaya ada perubahan kita ini, karena ini semua cara berpikirnya kalau kita tarik sejarah, cara berpikir kolonial. Seolah-olah yang butuh rakyat,” pungkasnya.

Laporan: Yassir Fuady

Artikel ini ditulis oleh:

Eroby Jawi Fahmi

DKPP Berhentikan Hofni Y. Mandripon dari Jabatan Ketua Bawaslu Kepulauan Yapen

Jakarta, aktual.com – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi peringatan keras sekaligus pemberhentian dari jabatan ketua kepada Hofni Yulius Mandripon dalam sidang pembacaan putusan untuk tiga perkara di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, pada Senin (24/11/2025).

Hofni Yulius Mandripon berstatus sebagai Teradu VI dalam perkara 190-PKE-DKPP/IX/2025 yang diadukan oleh empat pengadu, yaitu Kadir Salwey, Nataniel Wanaribaba, Simei Simeon Mudumi, dan Ribka Karubaba.

“Menjatuhkan sanksi Peringatan Keras dan Pemberhentian dari Jabatan Ketua kepada Teradu VI, Hofni Yulius Mandripon, selaku Ketua merangkap Anggota Bawaslu Kabupaten Kepulauan Yapen terhitung sejak putusan ini dibacakan,” ucap Ketua Majelis Ratna Dewi Pettalolo.

Hofni terbukti memiliki kedekatan hubungan dengan seorang perempuan yang menjadi Staf Panitia Distrik Ampimio yang kemudian diperbantukan di Sekretariat Bawaslu Kabupaten Kepulauan Yapen. Ia dinilai telah memanfaatkan kedudukan dan kewenangan jabatannya untuk mendekati hingga tinggal bersama keluarga staf tersebut.

Dalam pertimbangan putusan perkara Nomor 190-PKE-DKPP/IX/2025, DKPP menyebut Hofni selaku Ketua Bawaslu Kabupaten Kepulauan Yapen memiliki tuntutan pekerjaan untuk menjaga harkat dan martabat jabatan, menghindari penyalahgunaan wewenang, serta memastikan setiap penggunaan kewenangan dilakukan hanya untuk kepentingan tugas pengawasan pemilu.

“Pemanfaatan posisi jabatan untuk membangun relasi pribadi yang tidak patut, apalagi sampai tinggal bersama, menunjukkan adanya potensi penyalahgunaan otoritas dan konflik kepentingan yang tidak dapat dibenarkan dalam kerangka tugas pengawasan,” terang Ratna Dewi Pettalolo.

DKPP menilai tindakan Hofni secara nyata telah melanggar prinsip integritas, profesionalitas, dan keteladanan moral yang merupakan landasan utama bagi seorang penyelenggara pemilu. Terlebih ketika relasi tersebut terjadi dalam konteks ketimpangan posisi atau kekuasaan, maka hal itu menimbulkan adanya pemanfaatan jabatan untuk kepentingan pribadi, merusak kredibilitas pribadi, serta mencederai kehormatan institusi Bawaslu.

“Berdasarkan fakta persidangan, tindakan Teradu VI tersebut merupakan tindakan pemanfaatan kedudukan yang menimbulkan kerentanan terhadap penyalahgunaan otoritas, merusak kepercayaan publik, dan mencederai marwah lembaga pengawas pemilu,” tandas Ratna Dewi.

Dalam sidang ini, DKPP membacakan putusan untuk tiga perkara, yakni perkara 190-PKE-DKPP/IX/2025, 192-PKE-DKPP/IX/2025, dan 194-PKE-DKPP/IX/2025. Secara keseluruhan, ketiga perkara tersebut melibatkan dua belas penyelenggara pemilu sebagai teradu dengan amar putusan sebagai berikut: Peringatan (8), Peringatan Keras (1), Pemberhentian dari jabatan Ketua (1). Sedangkan tiga teradu mendapatkan pemulihan nama baik atau Rehabilitasi karena tidak terbukti melanggar KEPP.

Sementara pada perkara Nomor 194-PKE-DKPP/IX/2025, DKPP tidak menjatuhkan putusan melainkan Ketetapan karena pengadu perkara tersebut mencabut aduannya sebelum sidang dilaksanakan.

Sidang ini dipimpin oleh Ratna Dewi Pettalolo selaku Ketua Majelis dan I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi yang bertindak sebagai Anggota Majelis.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Lestari Moerdijat: Pengembangan Situs Patiayam Harus segera Dirumuskan Bersama

Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat. Aktual/DOK MPR RI

Jakarta, aktual.com – Langkah lanjutan pascaekskavasi situs Patiayam penting untuk dirumuskan bersama, sebagai bagian dari upaya pengembangan dan pelestarian kawasan situs purbakala yang membentang di wilayah Kudus dan Pati, Jawa Tengah itu.

“Ancaman dari alam yang sering berubah secara ekstrim dan masyarakat yang tidak peduli terhadap pelestarian benda-benda bersejarah di situs Patiayam harus disikapi bersama dengan langkah nyata,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Minggu (23/11).

Lestari menegaskan hal itu secara daring dalam acara Forum Diskusi Aktual Berbangsa Bernegara (FDABB) dengan tema
Memahami Situs Patiayam dalam Konteks Prasejarah Indonesia, bersama para pakar arkeologi, pakar geologi, dan pakar kesehatan di kawasan situs purbakala Patiayam, Kudus, Jawa Tengah, Sabtu (22/11) malam.

Hadir pada acara tersebut antara lain, Prof. Dr. Truman Simanjuntak (Ketua Center for Prehistoric and Austronesian Studies /CPAS Indonesia), Prof. Dr. Francois Semah (Muséum national d’Histoire Naturelle, Perancis), Prof. Dr. Ir. Sri Mulyaningsih, S.T., M.T., IPM. (Universitas Amanat Keluarga Pejuang Republik Indonesia / AKPRIND), Prof. Dr. Ir. Sutikno Bronto (Universitas AKPRIND), dan Ir. Ferry Fredy Karwur., M.Sc., Ph.D. (Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan/FIK Universitas Kristen Satya Wacana).

Selain itu hadir pula secara daring Bupati Kudus Dr. Ars. Sam’ani Intakoris, S.T., M.T dan jajarannya, serta Kepala Desa Terban, Patiayam, Kudus, Supeno.

Rerie, sapaan akrab Lestari mendorong agar pihak-pihak terkait dapat segera mengidentifikasi tantangan dan peluang agar situs purbakala Patiayam menjadi bagian dari pengembangan kebudayaan bangsa Indonesia.

Diakui Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI, pekerjaan rumah dalam upaya mengembangkan situs Patiayam masih banyak.

Namun, Rerie yang juga anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berharap, para pemangku kepentingan dan masyarakat dapat membangun kolaborasi yang kuat membuat perencanaan yang menyeluruh demi merealisasikan langkah yang tepat bagi pengembangan situs purbakala Patiayam di masa depan.

Menurut Ketua CPAS Indonesia, Truman Simanjuntak situs Patiayam adalah situs purbakala yang lengkap dan unik karena terisolasi dari situs hominid yang lain.

Truman juga menambahkan potensi penggalian dapat dikembangkan ke lokasi lain seperti di lokasi yang memiliki lapisan batuan dengan formasi Slumprit yang diperkirakan usianya adalah 800 ribu tahun.

Menurut dia, keamanan fosil, kerja sama dengan masyarakat, pemberian tali asih dan sertifikat bagi penemu fosil harus konsisten diterapkan, sebagai bagian dari upaya menjaga kelestarian dan keamanan fosil dan situs di Patiayam.

“Situs Patiayam ini khas, lengkap, dan kaya. Kawasan ini merupakan kekayaan bangsa yang tersembunyi,” ujar Truman.

Dalam proses pengembangan ke depan, Truman berharap, situs Patiayam dapat berdampak positif bagi masyarakat melalui pengelolaan yang mengedepankan perspektif keilmuan, kebudayaan, dan lingkungan.

Francois Semah dari Muséum national d’Histoire Naturelle, Perancis berpendapat, setiap peneliti selalu memiliki sikap yang tidak pernah puas, tetapi untuk memenuhi ketidakpuasan itu harus dilakukan secara bertahap.

Menurut Francois, temuan dalam proses ekskavasi 3 tahun terakhir di Patiayam, memiliki prospek yang sangat memuaskan untuk menghadirkan prospek yang baik di masa depan.

Dia menyarankan, pada tahap selanjutnya upaya ekskavasi bisa diarahkan menjauh dari lapisan-lapisan yang dipengaruhi gunung api ke lokasi-lokasi mendekat ke muara sungai yang merupakan lokasi kondusif untuk hidup di masa lalu.

“Kalau kita ketemu sungai di masa lalu, ada kemungkinan kita akan ketemu artefak batu, fosil, bahkan mungkin fosil manusia,” ujarnya.

Francois berpendapat, dalam penelitian di Patiayam ini untuk dapat konteks arkeologis yang benar kita harus cari lokasi-lokasi di pinggir sungai yang terfosilkan.

“Mudah-mudahan kita bisa mendapatkan penemuan yang lebih banyak agar dapat menceritakan kehidupan manusia di masa lalu,” ujar Francois.

Pakar geologi dari Universitas AKPRIND, Sri Mulyaningsih berpendapat, aktivitas gunung berapi di sekitar Gunung Muria di masa lalu menghasilkan cekungan batuan yang disebut maar.

Menurut Sri di sekitar Gunung Muria ada sekitar 14 maar, dua di antaranya ada Rawa Gembong dan Waduk Logung.

Cekungan batuan tersebut, ungkap Sri, membentuk danau-danau yang di sekitarnya biasanya menjadi tempat tinggal makhluk hidup, termasuk hewan dan manusia purba.

Sehingga, Sri mengusulkan, agar penelitian lanjutan bisa diarahkan ke sekitar lokasi yang di masa lalu diduga merupakan maar tersebut.

Pakar geologi dari Universitas AKPRIND, Sutikno Bronto berpendapat, tantangan penelitian ke depan adalah mengubah paradigma penelitian arkeologi dari pengaruh geologi sedimenter ke pengaruh geologi gunung api.

Karena, menurut Sutikno, tantangan ke depan adalah peneliti arkeologi belum cukup familiar dengan istilah-istilah dan proses vulkanisme dalam konteks geologi gunung berapi.

Dalam konteks geologi gunung api, Sutikno memperkirakan, pada masa lalu di situs Patiayam dan Semenanjung Muria, air sumber kehidupan bagi fauna dan manusia purba berasal dari danau-danau yang terbentuk dari aktivitas vulkanik Gunung Muria yang dinamakan maar.

Berita Lain