28 Desember 2025
Beranda blog Halaman 167

Wamendikdasmen Sarankan Persoalan Tata Kelola Guru Diselesaikan oleh Pemerintah Pusat

Jakarta, aktual.com – Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen) Atip Latipulhayat menyarankan agar persoalan mendalam berkenaan dengan tata kelola guru dipusatkan pada pemerintah pusat.

Menurutnya, pemusatan itu dapat mengakhiri masalah dualisme kewenangan dan kebijakan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, sehingga perpecahan kewenangan yang berpotensi menimbulkan berbagai kebijakan yang bertentangan dan berdampak langsung pada kualitas dan penataan tenaga pendidik dapat dihindari.

“Ada dualisme di sini antara pemerintahan pusat dan daerah sehingga terjadi kebijakan yang dalam beberapa hal kontradiktif. Umpamanya, terkait dengan pengangkatan guru,” kata Wamen Atip dalam rapat bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (19/11), dengan agenda pembahasan mengenai RUU Guru dan Dosen.

Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa dualisme itu tidak hanya memengaruhi pola pengangkatan guru, tetapi juga berdampak pada perencanaan formasi, pendistribusian guru antarwilayah, hingga munculnya praktik pengangkatan guru honorer oleh sekolah atau pemerintah daerah tanpa mekanisme resmi. Banyak kasus baru, ucapnya melanjutkan, terungkap ketika muncul tuntutan penetapan status atau saat pemerintah melakukan pemetaan kebutuhan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Atip pun menilai bahwa satu-satunya cara mengakhiri persoalan itu adalah dengan menempatkan tata kelola guru di bawah pemerintah pusat secara penuh.

Ia juga menyoroti persoalan redistribusi guru yang selama ini sulit dilakukan secara efektif karena kewenangan tersebar. Banyak sekolah, kata dia, dihadapkan pada masalah kelebihan guru pada mata pelajaran tertentu.

Sementara sekolah lain, mengalami masalah kekurangan guru, tetapi tidak bisa dilakukan penataan karena tidak ada satu otoritas tunggal yang memegang kendali.

Untuk itu, ia mendorong agar pengelolaan guru dipusatkan sepenuhnya di pemerintah pusat dengan aturan yang bersifat lex specialis. Kebijakan tersebut diharapkan dapat menghapus tumpang tindih kewenangan dan menyatukan seluruh proses manajemen guru, mulai dari perencanaan formasi, pemetaan kebutuhan, rekrutmen, hingga redistribusi.

Dengan sentralisasi itu, ia meyakini tata kelola guru akan lebih tertib dan kebijakan pendidikan dapat berjalan lebih konsisten di seluruh daerah, tanpa perbedaan standar atau interpretasi antara pusat dan daerah.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Drama Panjang Redenominasi Rupiah: Ambisi Lama, Tantangan Baru

Indeks Hasil Saham Gabungan dan Rupiah

Jakarta, Aktual.com — Ada yang berbeda setiap kali isu redenominasi rupiah kembali mengemuka di ruang-ruang kebijakan ekonomi nasional. Ia selalu datang dengan paket campuran: harapan besar, kekhawatiran publik, dan bayangan kegagalan masa lalu.

Seperti hantu kebijakan yang tak pernah benar-benar tidur, wacana pengurangan tiga angka nol pada rupiah kembali masuk ke Prolegnas 2025–2029, dan kembali pula menuai pertanyaan: sudah saatnya, atau belum?

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa berbicara hati-hati ketika isu itu ditodongkan kepadanya. Nada suaranya datar, tapi menegaskan satu hal: kementeriannya bukan eksekutor utama.

“Redenominasi itu bukan wewenang Kementerian Keuangan. Nanti Bank Indonesia yang akan menyelenggarakannya,” ujar Purbaya.

Baca juga: Menko Perekonomian Akui Redenominasi Rupiah Berpotensi Picu Kenaikan Inflasi

Meski begitu, fakta bahwa rancangan PMK 70/2025 sudah masuk daftar legislasi membuat wacana ini terasa lebih konkret dari sebelumnya. Namun konkret bukan berarti dekat. Pemerintah tampak ingin menyiapkan rumahnya dulu, sebelum memutuskan kapan harus ditempati.

Jejak Panjang dari 1965: Luka Lama yang Belum Hilang

Indonesia pernah sekali mencoba penyederhanaan rupiah—dan gagal. Pada 1965, Presiden Soekarno mengubah Rp1.000 menjadi Rp1. Namun percobaan itu dilakukan saat negeri sedang bergolak: inflasi ratusan persen, krisis pangan, serta turbulensi politik pasca-G30S. Hasilnya, redenominasi hanya menjadi catatan sejarah yang pahit.

Kegagalan itu bukan cuma masalah teknis. Ia meninggalkan trauma kolektif. Bagi sebagian masyarakat, “pengurangan angka nol” terdengar mirip sanering—kebijakan pemotongan nilai uang yang membuat tabungan rakyat menguap.

Dan trauma itu, kata peneliti Celios, Nailul Huda, masih hidup sampai sekarang.

“Kalau tidak dijelaskan dengan baik, masyarakat bisa mengira nilai uang mereka turun. Ini yang paling berbahaya,” ujarnya.

Pemerintah Bergerak, tapi Pelan — “Bukan Urgensi”

Di DPR, Ketua Komisi XI Muhammad Misbakhun mengakui bahwa redenominasi memang disiapkan, tetapi bukan prioritas.

“Redenominasi ini sudah lama masuk long list Prolegnas. Belum menjadi prioritas karena syaratnya banyak.”

Misbakhun menyebut satu per satu prasyarat: inflasi harus rendah, pertumbuhan harus stabil, politik harus tenang. Plus: kesiapan sosial masyarakat. Kebijakan dengan efek psikologis begitu besar tak bisa dijalankan ketika situasi ekonomi masih rentan.

Baca juga: DPR Sebut Redenominasi Rupiah Masih sekadar Wacana, BI Fokus Atasi Masalah Ekonomi

Menariknya, ia memaparkan standar negara lain: butuh sekitar tiga tahun masa transisi, mulai dari legislasi, sosialisasi publik, hingga pembaruan seluruh sistem pembayaran.

“Masyarakat perlu dibiasakan. Harga seribu jadi satu, itu bukan hal kecil.”

Tantangan Teknis Redominasi

Salah satu tahapan tersulit redominasi bukanlah politik, melainkan teknologi. Peneliti Great Institute, Adrian Nalendra Perwira, mengungkapkan bahwa tantangan sesungguhnya ada pada update sistem perbankan dan pembayaran.

“Setiap ATM, EDC, aplikasi mobile banking, payment gateway—semua harus diubah. Serentak. Luka sedikit saja bisa bikin chaos.”

Ia menilai bank besar sudah siap. Tapi UMKM? Jutaan warung kecil? Sistem pembukuan toko kelontong? Inilah titik rawan.

Adrian menyebut tiga indikator sebelum redenominasi benar-benar boleh jalan: “Stabilitas inflasi dan nilai tukar.”

Bayang bayang Caos dan Psikologi

Mayoritas masyarakat paham beda antara redenominasi dan sanering. Jika salah satu gagal, risiko chaos meningkat. Dampak Psikologis: “Uang 5 Juta Jadi 5 Ribu” Dari seluruh tantangan, faktor psikologis adalah yang paling menentukan.

“Gaji Rp5 juta jadi Rp5 ribu itu tidak mengubah daya beli. Tapi mengubah persepsi. Dan persepsi bisa mengubah perilaku ekonomi,” kata Adrian.

Baca juga: Menkeu Serahkan Penerapan Redenominasi Rupiah ke BI, Pelaksanaan Masih Menunggu Waktu Tepat

Fenomena money illusion ini benar terjadi di berbagai negara. Ketika angka mengecil, orang merasa lebih miskin atau lebih kaya — tergantung cara ia memandang angka.

Dalam konteks Indonesia, masyarakat sudah puluhan tahun terbiasa dengan angka nol berderet. Perubahan radikal tanpa edukasi bisa memicu: Panic buying, pembulatan harga besar-besaran dan inflasi dari sektor informal.

Hal itu menimbulkan tanya. Apakah Layak? Para Ekonom Serempak Menjawab: “Ya… Tapi Nanti.”

Jika dilihat dari efisiensinya, redenominasi punya banyak manfaat: transaksi lebih cepat, laporan anggaran lebih rapi, sistem akuntansi lebih sederhana, gengsi rupiah meningkat. Tetapi semua manfaat itu hanya berlaku jika dieksekusi pada saat yang tepat.

“Ini langkah yang rasional, tapi bukan prioritas hari ini. Prioritasnya menjaga stabilitas ekonomi dulu,” kata Adrian.

Baca juga: Airlangga Ungkap Redenominasi Rupiah Belum Dibahas

Sementara Nailul Huda menegaskan, kebijakan ini bukan sekadar simbol.

“Jika dilakukan dengan benar, redenominasi meningkatkan kredibilitas rupiah di mata internasional.”

Arah ke Depan: Jalan Panjang Menuju “Rupiah Baru”

Dari rangkaian wawancara, satu gambaran besar terlihat jelas: Semua pihak setuju redenominasi bermanfaat — tetapi tidak ada yang ingin buru-buru.

Bank Indonesia memegang kunci. Pemerintah menyiapkan regulasi. DPR membuka pintu dengan syarat stabilitas nasional terjaga. Ekonom memperingatkan soal psikologi publik. Dan UMKM menjadi titik paling rentan.

Jika semua prasyarat dipenuhi, redenominasi bukan hanya menghapus tiga angka nol. Ia bisa menjadi simbol kepercayaan diri ekonomi Indonesia.

Tapi jika dipaksakan? Kita berisiko mengulang luka 1965. Rupiah mungkin akan kehilangan nol—tetapi jangan sampai kehilangan kepercayaan.

 

Penulis: (Nur Aida Nasution)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka Permadhi

Longsor Cilacap: Mendagri Pastikan Penanganan Berjalan Terkoordinasi

Cilacap, Aktual.com  – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian meninjau penanganan bencana longsor di Desa Cibeunying, Kecamatan Majenang, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, pada Rabu (19/11/2025). Kunjungan tersebut dilakukan untuk memastikan proses pencarian, evakuasi, serta penanganan korban berlangsung baik dan sesuai prosedur.

Mendagri mengatakan bahwa penanganan di lokasi berlangsung sistematis dan terkoordinasi antara pemerintah daerah, BPBD, BNPB, TNI, Polri, dan relawan. Menurutnya, kekompakan antarlembaga membuat respons bencana berjalan lebih cepat dan efektif.

“Penanganan di sini berlangsung cukup baik, sistematis, terorganisir dengan sangat baik. Kekuatan juga cukup, logistik juga cukup,” ujar Mendagri saat memberikan keterangan kepada media.

Hingga saat ini, sebagian korban telah ditemukan, sementara lima orang lainnya masih dalam pencarian. Pemerintah memutuskan memperpanjang operasi pencarian selama tiga hari untuk memastikan seluruh korban dapat ditemukan. Selain itu, sebanyak 16 rumah yang terdampak longsor akan mendapatkan dukungan hunian sementara maupun hunian tetap dari BNPB bekerja sama dengan Pemda.

Mendagri menyampaikan bahwa Presiden Prabowo Subianto memberikan perhatian besar terhadap sejumlah kejadian bencana di daerah. Presiden meminta kementerian dan lembaga terkait untuk turun langsung memperkuat penanganan di lapangan agar korban dan masyarakat terdampak dapat ditangani secara optimal.

Selain penanganan darurat, Mendagri juga mengingatkan pemerintah daerah untuk menginventarisasi seluruh titik rawan banjir dan longsor, terutama karena intensitas hujan diperkirakan masih tinggi di banyak wilayah. Ia menekankan pentingnya pencegahan dan mitigasi agar risiko bencana terhadap masyarakat dapat ditekan.

Lebih lanjut, Mendagri menuturkan bahwa apel kesiapsiagaan di daerah harus dilakukan sebagai langkah meningkatkan kewaspadaan. Ia mengingatkan agar kepala daerah tidak bersikap pasif atau hanya bergerak setelah terjadi bencana.

“Saya akan mengejar seluruh daerah untuk melakukan apel kesiapan yang sama. Mereka harus menginventarisasi permasalahan di wilayah masing-masing. Jangan sampai autopilot, diam saja,” tegasnya.

 

Artikel ini ditulis oleh:

Eka Permadhi

Presiden Resmikan RS Emirates Sebagai Simbol Persahabatan

Jakarta, aktual.com – Presiden RI Prabowo Subianto meresmikan Rumah Sakit (RS) Kardiologi Emirates-Indonesia di Solo, Jawa Tengah, Rabu, dan menyatakan pembangunan rumah sakit tersebut sebagai simbol persahabatan kedua negara.

Dalam sambutannya, Presiden Prabowo yang mengenakan kemeja krem safari dan peci hitam khasnya, menyatakan bahwa Presiden Uni Emirate Arab Yang Mulia Sheikh Muhammad bin Zayid Al Nahyan berbesar hati untuk membangun rumah sakit kardiologi karena perhatiannya yang besar kepada Indonesia.

“Saya menyambut sangat bangga dan bahagia dengan kehadiran RS Kardiologi Emirates-Indonesia. RS ini adalah simbol persahabatan antara dua bangsa, Indonesia dan Uni Emirates Arab,” kata Presiden Prabowo saat meresmikan RS Kardiologi Emirates-Indonesia di Solo, Jawa Tengah, melalui tayangan langsung yang disaksikan di Jakarta, Rabu (19/11).

Prabowo menjelaskan bahwa RS Kardiologi Emirates-Indonesia (RS KEI) merupakan salah satu rumah sakit dengan peralatan canggih di Indonesia, bahkan satu-satunya di Jawa Tengah.

Berdasarkan laporan yang diterima, Prabowo merinci hanya ada empat rumah sakit di Indonesia yang memiliki peralatan secanggih di RS KEI.

Prabowo berharap fasilitas kesehatan di RS KEI ini menjadi tolak ukur bagi standar rumah sakit di Indonesia, yang bisa mengurangi fatalitas, mempercepat akses pengobatan dan menjadi pusat inovasi, edukasi serta riset.

Kepala Negara juga menilai RS KEI dapat memberi harapan baru bagi pasien penyakit jantung agar tidak perlu jauh-jauh berobat ke luar negeri.

Menutup sambutannya, Presiden menyampaikan salamnya kepada Presiden UEA Yang Mulia Sheikh Muhammad bin Zayid Al Nahyan.

“Sampaikan salam hormat saya yang terdalam kepada Yang Mulia Presiden UEA, Sheikh Mohammed bin Zayed. Sahabat baik saya dan saudara yang sangat baik bagi Indonesia. Kami sangat berterima kasih dan mengapresiasi perhatian, kepedulian, dan komitmen beliau untuk membantu Indonesia dalam pembangunan nasional,” kata Presiden.

Presiden pun meresmikan pembangunan RS KEI di Solo, Jawa Tengah, dengan menekan tombol.

“Bismillahirrahmanirrahim, dengan ini kita resmikan Rumah Sakit Kardiologi Emirates-Indonesia,” kata Prabowo.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

MUI Minta Pemerintah Bijak dalam Bermedia Sosial

Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof. KH Asrorun Ni'am Sholeh. Aktual/HO

Jakarta, aktual.com – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa KH Asrorun Niam Sholeh meminta para pejabat publik dan masyarakat untuk bijak menjaga etika dalam bermedia sosial.

Dia menilai ruang digital adalah ruang publik yang sarat tanggung jawab moral sehingga setiap unggahan dapat berpengaruh langsung pada persepsi dan ketenangan masyarakat. .

Menurut Asrorun, pejabat publik seharusnya menjadi teladan dalam kehati-hatian, terutama saat menyampaikan pendapat di media sosial.

“Kalau imam hanya model tenar, namun tidak mengikatkan diri pada aturan sebagai imam yang layak, maka dia bukan hanya tidak boleh diikuti, bahkan ketika mengikuti dia hukumnya batal,” Kata Asrorun saat menghadiri diskusi “Fatwa Bermuamalah di Media Sosial pada Era Post Truth: Fatwa, Etika, dan Sikap Kita” yang digelar Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam siaran pers yang diterima di Morowali, Rabu (19/11).

Tidak hanya harus memiliki sikap hati-hati, Asrorun menilai pejabat juga harus mengedepankan sikap tabayyun sebelum menyebarkan informasi lewat media sosial.

Menurut dia, hal itu harus dilakukan agar informasi yang disebarkan tidak menyesatkan masyarakat dan membuat gaduh di media sosial

“Dalam konteks ruang digital hari ini, satu unggahan bisa menyebar ke mana-mana dalam hitungan detik, dan efeknya bisa jauh lebih besar daripada yang dibayangkan pembuatnya,” katanya.

Kondisi semakin diperparah, kata dia, karena saat ini prinsip viral telah menjadi penentu cara berpikir masyarakat sehingga kesalahan informasi dapat menggiring opini publik pada arah yang berbahaya.

“Dalam era post-truth, orang sering percaya pada sesuatu bukan karena benar, tapi karena viral. Ini tantangan besar bagi kita semua, terutama pejabat yang unggahannya selalu ditafsirkan sebagai sikap resmi,” ujarnya.

Oleh karena itu, dia meminta pejabat sebagai sosok yang dipandang masyarakat dapat memiliki sikap yang bijak untuk menyebarkan informasi di media sosial.

Tidak hanya para pejabat saja, dia menekankan masyarakat juga harus memiliki kesadaran untuk memilah informasi dan tidak asal menyebarkan kabar yang belum teruji kebenarannya.

“Ini kerja bersama. Pemerintah membuat regulasi, platform mengatur ekosistemnya, tetapi pengguna adalah garda terdepan. Tanpa tanggung jawab dari pengguna, apa pun aturannya akan sulit diterapkan,” tutup dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

KPK Amankan Rp500 Miliar Lebih Aset Koruptor Sepanjang 2025

Ketua KPK Setyo Budiyanto di sela media gathering di Bogor, Selasa (18/11/2025). Aktual/HO

Jakarta, Aktual.com – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto memaparkan perkembangan penyelamatan kerugian negara yang dilakukan lembaganya sepanjang 2025. Ia menyebut nilai penyelamatan mencapai lebih dari Rp500 miliar dari berbagai perkara.

Setyo menjelaskan, KPK mengamankan uang maupun aset melalui mekanisme penindakan dan koordinasi lintas kedeputian.

“Ya, sudah kurang lebih sekitar lima ratus atau enam ratus lah, ya. Yang sudah didapatkan itu ada yang sifatnya aset, ada yang sifatnya uang,” ujarnya di Bogor, Jawa Barat, Selasa (18/11/2025).

Ia menegaskan tidak seluruhnya telah masuk ke kas negara. Sebagian masih dalam proses penyitaan serta menunggu penyelesaian hukum. “Ada yang prosesnya masih berjalan, masih dalam sitaan. Tetapi yang sudah inkrah sudah disetorkan ke kas negara,” katanya.

Penyelamatan keuangan negara tersebut berasal dari sejumlah perkara yang ditangani KPK sepanjang tahun ini. Ia menambahkan, pemulihan aset tidak hanya dilakukan melalui penindakan.

Menurut Setyo, Kedeputian Koordinasi dan Supervisi (Korsup) turut berperan penting, terutama dalam mengembalikan aset milik pemerintah daerah yang dikuasai pihak yang tidak berhak. Berbagai aset bergerak maupun tidak bergerak dapat dikembalikan setelah proses koordinasi antara pemda dan KPK dilakukan secara intensif.

Setyo memastikan KPK akan terus memperkuat penanganan perkara dan sinergi antarlembaga untuk menutup ruang penyalahgunaan aset negara di daerah.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka Permadhi

Berita Lain