28 Desember 2025
Beranda blog Halaman 168

Realisasi Anggaran Kemenhub per November 2025 Capai 65,52%

Menteri Perhubungan (Menhub) Dudy Purwagandhi
Menteri Perhubungan (Menhub) Dudy Purwagandhi

Jakarta, Aktual.com – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mencatat realisasi anggaran hingga 17 November 2025 telah mencapai Rp19,33 triliun atau 65,52 persen. Realisasi tersebut berasal dari pagu efektif tahun anggaran 2025 sebesar Rp29,51 triliun yang telah ditetapkan.

Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi menyampaikan data tersebut dalam rapat kerja bersama Komisi V DPR RI, Selasa (18/11/2025).

“Realisasi penyerapan anggaran per 17 November 2025 adalah senilai Rp19,33 triliun atau 65,52 persen dari pagu efektif,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Jakarta.

Di antara seluruh direktorat jenderal, ia menjelaskan bahwa Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Ditjen Hubla) mencatatkan penyerapan tertinggi dengan angka yang paling impresif. Realisasi Ditjen Hubla telah mencapai Rp7,21 triliun atau 70,02 persen dari pagu Rp10,30 triliun yang dialokasikan.

Sebaliknya, Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) menjadi unit dengan penyerapan terendah hingga saat ini.
“Adapun secara persentase, nilai realisasi anggaran terkecil adalah DJKA sebesar Rp2,97 triliun atau 44,04 persen dari pagu efektif Rp6,74 triliun,” jelas Dudy.

Sumber pendanaan realisasi anggaran Kemenhub hingga kini berasal dari rupiah murni sebesar Rp12,6 triliun dan PNBP sebesar Rp2,7 triliun.
Sisanya bersumber dari BLU sebesar Rp1,45 triliun, SBSN sebesar Rp1,33 triliun, serta PHLN sebesar Rp1,17 triliun.

Sementara itu, belanja barang masih menjadi pos penyerapan terbesar dengan nilai mencapai Rp14,84 triliun atau 50,32 persen.
Selain itu, Kemenhub juga sedang mengajukan penyesuaian pagu menjadi Rp30,31 triliun kepada DPR RI.

Penyesuaian tersebut mencakup tambahan pagu sebesar Rp647,8 miliar, realisasi efisiensi sebesar Rp1,15 triliun, serta pengurangan DPP SBSN.
“Sehingga postur Anggaran Kementerian Perhubungan Tahun Anggaran 2025 yang sedang kami mintakan persetujuan DPR akan menjadi sebesar Rp30,31 triliun,” tambahnya.

Meski begitu, Kemenhub tetap optimistis dapat mempercepat penyerapan hingga akhir tahun mencapai 92,65 persen atau sekitar Rp27,04 triliun. Komisi V DPR meminta Kemenhub segera melakukan lelang dini, percepatan proyek infrastruktur prioritas, serta program padat karya.

(Nur Aida Nasution)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka Permadhi

Menkop Targetkan Pembangunan Fisik 80 Ribu Kopdes Merah Putih Selesai April 2026

Presiden Prabowo Subianto memberi sambutan saat peluncuran Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih di Desa Bentangan, Klaten, Jawa Tengah, Senin (21/7/2025). Presiden Prabowo Subianto meresmikan kelembagaan 80.000 Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih yang dipusat kan di Klaten. Aktual/TIM MEDIA PRABOWO SUBIANTO

Jakarta, Aktual.com – Menteri Koperasi (Menkop) Ferry Juliantono menargetkan pembangunan fisik 80.000 unit Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDKMP) selesai pada Maret hingga April 2026. Target ini sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto untuk mempercepat penguatan ekonomi melalui jaringan koperasi modern di seluruh Indonesia.

Saat ini, Kementerian Koperasi telah menginventarisasi lebih dari 30.500 titik tanah yang siap dibangun, dan proses percepatan inventarisasi terus berjalan dengan target 1.000 titik per hari. “Setiap hari Kementerian Koperasi, sesuai dengan keinginan Bapak Presiden Prabowo, menargetkan Maret–April itu bisa selesai pembangunan fisiknya,” ucap Ferry dalam rapat bersama Komisi VI DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (18/11/2025).

Ferry juga menekankan pentingnya penyiapan sumber daya manusia (SDM) secara paralel dengan pembangunan fisik. Kemenkop telah merekrut dan melatih 7.867 business assistant (BA), yang masing-masing akan mendampingi 10 koperasi di desa dan kelurahan. “Nanti setiap satu business assistant diharapkan bisa bertanggung jawab terhadap 10 Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih di Indonesia,” tegasnya.

Selain BA, sebanyak 1.104 project management officer (PMO) ditempatkan di lapangan untuk mengawasi dan memastikan pengelolaan program berjalan transparan dan sesuai standar. Ia berharap, dengan pengawasan ini, Koperasi Desa Merah Putih dapat beroperasi dengan baik dan memberikan manfaat optimal bagi masyarakat.

Hampir seluruh BA dan PMO telah turun ke desa-desa untuk mempercepat proses inventarisasi tanah serta koordinasi dengan PT Agrinas sebagai pelaksana pembangunan. “Sudah hampir 100 persen BA dan PMO sebagian besar turun ke desa-desa dan kelurahan. Dalam waktu dekat ini kami juga memberi mereka penugasan mengenai percepatan titik-titik inventarisasi,” jelas Ferry.

Sementara itu, pelatihan terhadap 42.000 pengurus koperasi dan 11.545 pendamping juga terus berjalan agar koperasi siap mengelola usaha secara profesional setelah pembangunan fisik selesai. Pendekatan ini dilakukan secara paralel agar pengurus dapat langsung mengelola koperasi pascapembangunan.

Ferry menambahkan, pembangunan satu unit gedung Koperasi Desa rata-rata membutuhkan biaya sekitar Rp1,6 miliar hingga Rp2,5 miliar, termasuk kelengkapan sarana dan kendaraan operasional. Pembiayaan berasal dari kredit korporasi yang difasilitasi Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) dan Danantara, dengan plafon kredit maksimal Rp3 miliar per koperasi. “Ya, kredit korporasi. Jadi nanti akan ada Peraturan Menteri Keuangan yang disempurnakan untuk mengatur tentang itu,” kata Ferry.

Sebelumnya, sejak Oktober 2025, pembangunan fisik telah berjalan dengan sekitar 15.788 unit yang telah dibangun dari target nasional. Dalam hal ini, PT Agrinas Pangan Nusantara ditunjuk sebagai pelaksana utama untuk menyelesaikan pembangunan tersebut.

(Nur Aida Nasution)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka Permadhi

Pengamat Sebut Putusan MK soal Jabatan Polisi Berlaku Sejak Diputuskan

Jember, aktual.com – Pengamat hukum Universitas Jember (Unej) Dr Nurul Ghufron mengatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-XXIII/2025 terkait polisi aktif tidak boleh menduduki jabatan sipil berlaku final dan mengikat sejak diputuskan.

“Konsekuensi dari adanya putusan MK berlaku sejak diputuskan menjadi norma baru yang final and binding,” katanya di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Rabu (19/11).

Menurutnya penghapusan penjelasan pasal 28 ayat (3) tersebut sudah selesai menjadi norma baru dan tidak bisa diperdebatkan lagi oleh berbagai pihak.

“⁠Putusan itu bersifat look forward/ tidak retroaktif, artinya putusan MK tidak berlaku surut dalam artian keadaan yang terjadi sebagai pelaksanaan dari norma penjelasan norma pasal 28 ayat (3) tidak dipersoalkan/ tidak dipermasalahkan,” tuturnya.

Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu berpendapat bahwa sejak adanya putusan yang menghapus penjelasan pasal 28 ayat (3) tersebut maka selanjutnya kondisi/ adanya pejabat Polri yang sedang menduduki jabatan pada struktur sipil harus menyesuaikan dengan norma baru tersebut.

“Tidak berarti, tidak berlaku surut dimaknai bahwa sejak adanya putusan MK tersebut maka kondisi yang ada saat ini yang dilandasi norma penjelasan, selanjutnya dibiarkan dan dianggap sah sah saja,” ucap akademisi Fakultas Hukum Unej itu.

Menurutnya pemerintah dan seluruh warga Indonesia berkewajiban untuk tunduk dan mengimplementasikan norma baru tersebut yang diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi.

“Tidak berlaku surut harus dimaknai bahwa kemarin sah tetapi ke depan sejak adanya putusan aquo sudah tidak sah lagi dan segera menyesuaikan dengan putusan MK tersebut,” ujarnya.

Ia menjelaskan sejak adanya putusan MK tersebut maka sumber daya manusia (SDM) Polri pada struktur jabatan sipil tidak sah karena bertentangan dengan norma putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025.

“Hanya saja yang perlu dipikirkan adalah masa transisi karena jika langsung secara tiba-tiba maka akan mengganggu baik pada jabatan yang ditinggalkan maupun dalam struktur di tubuh Polrinya sendiri yang mendapatkan pengembalian SDM tersebut,” katanya.

Sebelumnya Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menilai anggota Polri yang terlanjur sudah duduk di jabatan sipil tak perlu mundur, saat merespons adanya putusan MK tersebut.

Dia mengatakan putusan itu tidak berlaku bagi situasi yang sudah terjadi. Namun, dia menilai, ke depannya anggota Polri tak boleh lagi diusulkan untuk menduduki jabatan sipil.

“Bagi mereka sekarang yang sudah menjabat sekarang, kecuali kepolisian menarik, mereka tidak perlu mengundurkan, karena kan mereka menjabat sebelum ada putusan MK,” kata Supratman di kompleks parlemen, Jakarta.

MK melalui Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang diucapkan pada Kamis (14/11), menghapus ketentuan yang selama ini menjadi celah bagi polisi aktif menduduki jabatan sipil tanpa melepas status keanggotaannya terlebih dahulu.

“Menyatakan frasa ‘atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri’ dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Kasus Pengadaan Fiktif PT PP, KPK Periksa Lima Saksi untuk Dalami Aliran Aset

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Budi Prasetyo memberikan keterangan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (23/10/2025). ANTARA/Rio Feisal/am.
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Budi Prasetyo memberikan keterangan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (23/10/2025). ANTARA/Rio Feisal/am.

Jakarta, aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa lima saksi untuk mendalami dugaan korupsi berupa pengadaan fiktif di Divisi Engineering, Procurement, and Construction PT Pembangunan Perumahan (PP) pada Selasa, 18 November 2025. Pemeriksaan dilakukan untuk menelusuri pembelian aset yang diduga berkaitan dengan tersangka serta menguatkan perhitungan kerugian negara dalam perkara tersebut.

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan saksi yang dipanggil terdiri atas dua PPAT berinisial TT dan SUK, serta tiga pegawai PT PP berinisial DOS, IK, dan HSW. Keterangan kedua PPAT dibutuhkan untuk memetakan transaksi aset yang dikaitkan dengan tersangka.

“Pemeriksaan terhadap pihak-pihak PPAT, terkait penelusuran aset, yaitu atas pembelian-pembelian aset yang dilakukan oleh tersangka,” kata Budi dalam keterangan tertulis.

Budi belum memerinci aset apa saja yang dibeli tersangka. Ia hanya menjelaskan bahwa pemeriksaan pegawai PT PP berhubungan dengan audit yang sedang dilakukan lembaga auditor negara. “Sedangkan pemeriksaan terhadap para pihak PT PP, untuk keperluan audit BPK dalam penghitungan kerugian negara,” ujarnya.

Budi juga memastikan bahwa pemeriksaan berlangsung di Gedung Merah Putih KPK. Seluruh saksi hadir, yakni Theresia Trisnaning dan Sukamdi sebagai PPAT, serta tiga pegawai PT PP: Dwi Oki Sumanto dari Proyek Cisem, Ifan Kustiawan dari Proyek Cisem, dan Hendra Surya Winata dari Proyek Kolaka.

KPK sebelumnya mengumumkan penyidikan baru terkait dugaan rasuah proyek-proyek di Divisi EPC PT Pembangunan Perumahan untuk tahun anggaran 2022 sampai 2023. Dua orang sudah ditetapkan sebagai tersangka, tetapi identitasnya belum dipublikasikan.

Dari perhitungan sementara, kerugian negara dalam kasus ini diperkirakan mencapai sekitar Rp 80 miliar. Lembaga antirasuah itu menyatakan proses penyidikan masih berjalan dan perkembangan baru akan disampaikan ketika seluruh rangkaian pemeriksaan rampung.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

MPR Soroti Ancaman Hybrid, Badan Pengkajian Dorong Revisi Pasal 30 UUD 1945

Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR RI, Benny K. Harman. Aktual/DOK MPR RI

Bekasi, aktual.com – Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR RI, Dr. Benny K. Harman, S.H., menyampaikan bahwa Pasal 30 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 saat ini masih menggunakan paradigma lama yang berorientasi pada ancaman fisik konvensional. Padahal, perubahan global 25 tahun terakhir telah menimbulkan ancaman-ancaman non-fisik yang jauh lebih kompleks.

“Tantangan kita hari ini bukan hanya pada ancaman militer. Ancaman pangan, energi, lingkungan hidup, hingga serangan siber menjadi isu krusial yang menentukan ketahanan nasional. Jika bangsa ini bergantung sepenuhnya pada pangan dari luar, negara bisa masuk dalam situasi yang membahayakan,” ujar Benny.

Hal itu disampaikan dalam Forum Group Discussion (FGD) Kelompok V Badan Pengkajian MPR RI bertema “Pertahanan dan Keamanan Negara” di Bekasi, Jawa Barat, Selasa (18/11/2025).

Diskusi ini dihadiri oleh anggota Badan Pengkajian MPR RI, diantaranya Heri Gunawan, S.E., M.AP., dari Fraksi Partai Gerindra; Mayjen TNI (Purn) Dr. H. Hasanuddin, S.E., M.M., dari Fraksi PDIP; Jialyka Maharani, S.I.Kom., H. Al Hidayat Samsu, S.I.Kom., dan Jupri Mahmud, S.E., dari Kelompok DPD.

Hadir juga narasumber dari kalangan akademisi Universitas Pertahanan, antara lain Mayjen TNI (Purn.) Dr. Puguh Santoso, S.T., M.Sc.; Mayjen TNI (Purn) Dr. I Gede Sumertha KY, PSC., M.Sc.; dan Laksda TNI Dr. Ivan Yulivan., S.E., M.M.

Politisi Demokrat itu menyoroti bahwa Pasal 30 sebetulnya telah mengatur tiga pilar pertahanan dan keamanan negara (TNI, Polri, dan rakyat). Namun, perkembangan ancaman modern menuntut perumusan ulang konsep pertahanan yang lebih adaptif.

Ia juga menyampaikan kekhawatiran terkait kerentanan Indonesia sebagai negara majemuk dapat dimanfaatkan oleh aktor-aktor asing maupun kelompok berkepentingan di dalam negeri. Ancaman disrupsi internal dianggap justru lebih berbahaya daripada ancaman militer terbuka.

“Yang lebih menakutkan adalah kemampuan pihak tertentu untuk melemahkan bangsa dari dalam. Isu pangan, energi, dan penguasaan sumber daya alam menjadi titik kritis. Jika tidak dikelola dengan baik, itu bisa menjadi alat untuk melemahkan kedaulatan kita,” terangnya.

Dalam paparan awal, Mayjen TNI (Purn.) Dr. Puguh Santoso, S.T., M.Sc. mengatakan pentingnya membangun tata kelola ketahanan, pertahanan, dan keamanan nasional sebagai satu sistem terpadu. Hal ini muncul karena berbagai regulasi yang ada dinilai belum tuntas, tumpang tindih, dan tidak operasional.

Menurutnya, banyak undang-undang terkait keamanan nasional termasuk Undang-Undang Terorisme, Undang-Undang Pertahanan, dan sejumlah regulasi turunan belum dirumuskan secara lengkap. Contoh paling jelas adalah persoalan Operasi Militer Selain Perang (OMSP) yang tidak berjalan optimal karena tidak memiliki pedoman operasional yang tuntas.

“Secara teori hukum, sebuah sistem harus runtut dari Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hingga aturan pelaksana. Namun saat ini banyak celah yang membuat lembaga negara kebingungan dalam bertindak,” tegasnya.

Puguh juga menjelaskan, bahwa Indonesia sudah memiliki postur militer, namun tidak memiliki postur energi, postur pangan, postur kesehatan, dan sektor-sektor ketahanan lainnya yang seharusnya dapat diukur dan dipetakan secara nasional.

“Ketahanan pangan, energi, kesehatan, dan ekonomi adalah bagian dari elemen power nasional. Tanpa postur yang jelas, pemerintah sulit menilai kesiapan menghadapi ancaman non-militer maupun hibrida,” jelasnya.

Puguh menyebutkan pentingnya Indonesia segera memiliki Undang-Undang Keamanan Nasional (Kamnas) sebagai “fishbone” tata kelola keamanan yang nantinya menjadi dasar pembentukan Dewan Keamanan Nasional atau lembaga serupa yang berada langsung di bawah Presiden.

Sementara itu, Mayjen TNI (Purn) Dr. I Gede Sumertha KY, PSC., M.Sc., menegaskan bahwa Indonesia membutuhkan pembenahan besar pada tata kelola pertahanan dan keamanan untuk menghadapi ancaman modern yang semakin kompleks.

Sumertha juga menjelaskan bahwa meskipun kerangka hukum sudah memisahkan urusan pertahanan dan keamanan, secara praktik kedua sektor tersebut membutuhkan penyatuan koordinasi melalui strategi keamanan nasional (national security).

Ia juga menyoroti bahwa peraturan terkait tugas TNI selain perang masih minim, sehingga sering terjadi tumpang tindih dengan Polri, khususnya dalam operasi di Papua.

“Tidak ada Rule of Engagement yang jelas, tidak ada SOP lintas institusi. Bahkan latihan bersama pun hampir tidak pernah dilakukan,” ujarnya.

Selain itu, ia menekankan bahwa Indonesia masih kekurangan doktrin pertahanan non-militer, padahal ancaman saat ini tidak hanya bersifat militer, namun juga mencakup ancaman kesehatan, ekonomi, digital, hingga genomik.

Sumertha pun menegaskan bahwa Indonesia membutuhkan grand strategy keamanan nasional yang terintegrasi serta didukung oleh regulasi, komando, dan koordinasi lintas sektor yang jelas.

“Selama kita tidak punya National Security Council, tidak punya doktrin non-militer, dan belum rapi dalam kerja lintas lembaga, maka respons kita terhadap ancaman modern akan selalu tertinggal,” pungkasnya.

Di kesempatan yang sama, Laksda TNI Dr. Ivan Yulivan., S.E., M.M., menyampaikan strategi pertahanan Indonesia perlu menyesuaikan dengan ancaman kontemporer yang bersifat hybrid dan berbasis teknologi tinggi. Selain itu, perlu pembaharuan dengan pemanfaatan intelijen, AI, dan kolaborasi riset ilmiah.

“Tidak mungkin Indonesia diserang secara head-to-head karena biaya dan luas wilayah yang sangat besar. Ancaman modern datang dari dalam, menghancurkan ekonomi, demokrasi, perilaku, dan sistem informasi,” tambahnya.

Ivan juga menyampaikan pentingnya integrasi lintas lembaga dan peran rakyat dalam pertahanan negara. Selain itu, perlunya koordinasi antara DPN, TNI, Polri, kementerian, lembaga riset, serta industri pertahanan untuk menyusun kebijakan terintegrasi dan menghadapi ancaman global seperti cyber attack, satelit, dan propaganda internasional.

Persiapan teknologi dan industri pertahanan, kata Ivan, adalah hal yang juga dinilai sangat penting. Ia juga mengingatkan bahwa peran rakyat, integrasi strategi, dan modernisasi doktrin pertahanan merupakan kunci agar Indonesia dapat menghadapi ancaman masa depan dengan efektif dan terukur.

“Penguatan drone, rudal taktis, kapal patroli, serta sistem AI harus menjadi prioritas, karena perang modern bukan lagi fisik langsung, tapi informasi dan teknologi,” katanya.

PT GMTD: Upaya Kalla Mengaburkan Fakta Hukum dan Mengalihkan Isu Harus Dihentikan

Kawasan Tanjung Bunga ini disulap menjadi kawasan dengan tujuan Kota Masa Depan oleh PT Gowa Makassar Tourism Development, Tbk (GMTD) . Aktual/DOK GMTD

Makassar, aktual.com – PT Gowa Makassar Tourism Development Tbk (PT GMTD) menyampaikan klarifikasi tegas atas pernyataan juru bicara PT Hadji Kalla yang tersebar di berbagai media.

Pernyataan tersebut sarat misinformasi, mengalihkan perhatian dari pokok perkara, dan tidak menjawab persoalan utama, yaitu legalitas kepemilikan tanah sesuai dokumen resmi Negara Republik Indonesia.

PT GMTD berkewajiban meluruskan informasi agar publik, pemerintah, dan pemangku kepentingan tidak tersesat oleh narasi yang tidak akurat dan tidak berdasar hukum.

1.      Inti Persoalan Sengaja Dihindari: Legalitas Kepemilikan Tidak Pernah Dijawab.

Pernyataan pihak Kalla sama sekali tidak menjawab pertanyaan mendasar:

·        Di mana izin lokasi mereka tahun 1991–1995?
·        Di mana SK Gubernur yang memberikan hak kepada mereka?
·        Di mana akta pelepasan hak negara/daerah?
·        Di mana dokumen pembelian sah?
·        Bagaimana mungkin hak diperoleh pada periode ketika hanya PT GMTD yang berwenang?

Tidak ada jawaban.
Tidak ada dokumen.
Tidak ada dasar hukum.

Sebaliknya, PT GMTD memiliki dasar hukum lengkap dan berlapis:

·        Sertifikat resmi BPN (SHM 25/1970 → SHM 3307/1997 → SHGB 20454/1997).
·        Empat putusan inkracht (2002–2007) yang memenangkan PT GMTD.
·        Eksekusi PN Makassar 3 November 2025.
·        PKKPR 15 Oktober 2025.
·        Tercatat dalam pembukuan audited PT GMTD sebagai perusahaan terbuka.

Semua itu tidak pernah dibantah, karena memang tidak dapat dibantah.

2.      Klaim “SK 1991 dicabut” adalah salah, tidak akurat, dan menyesatkan publik.

Pihak Kalla mengklaim SK tahun 1991 telah dicabut tahun 1998.
Ini keliru secara hukum.

➤ Yang TIDAK PERNAH dicabut: SK Menteri PARPOSTEL 1991 dan SK Gubernur 1991 (No.1188/XI/1991).

SK 1991 tetap berlaku, menetapkan bahwa:

·        Kawasan Tanjung Bunga adalah kawasan wisata terpadu.
·        Mandat pembebasan dan pengelolaan diberikan hanya kepada PT GMTD.
·        Tidak ada pihak lain yang boleh membeli atau memproses tanah pada periode itu.

Mengatakan SK 1991 telah dicabut adalah pernyataan yang salah dan menyesatkan opini publik.

3.      Tuduhan “serakahnomics” adalah fitnah tanpa relevansi hukum.

Pernyataan tersebut:

·        Tidak terkait legalitas.
·        Tidak berdasar dokumen.
·        Tidak menjawab sengketa.
·        Mengandung muatan fitnah dan tendensius.

PT GMTD sejak 1991 melaksanakan mandat pembangunan dari Pemerintah Republik Indonesia.

Seluruh pembebasan tanah dilakukan sah, transparan, dan melalui prosedur negara.

Retorika politik tidak mengubah fakta hukum.

4.      Pernyataan bahwa PT GMTD hanya diperbolehkan mengembangkan pariwisata dan tidak boleh mengembangkan real estate adalah keliru dan bertentangan dengan Akta Pendirian Perseroan.

Artikel ini ditulis oleh:

Tino Oktaviano

Berita Lain