25 Desember 2025
Beranda blog Halaman 193

Jika Soeharto Jadi Pahlawan, Lalu Kami Ini Siapa?

Presiden RI Prabowo Subianto memimpin Upacara Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional 2025 di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11/2025). ANTARA/Andi Firdaus
Presiden RI Prabowo Subianto memimpin Upacara Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional 2025 di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11/2025). ANTARA/Andi Firdaus

Oleh: Pius Lustrilanang Aktivis Reformasi 1998, korban penculikan Orde Baru

Jakarta, aktual.com – Setiap kali wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto kembali dihembuskan, dada saya terasa sesak. Bukan karena trauma yang belum sembuh, tetapi karena pertanyaan yang tak pernah dijawab: jika Soeharto diangkat jadi pahlawan, lalu kami ini siapa? Kami yang dulu diculik, disiksa, dibungkam, dan dituduh makar hanya karena menuntut demokrasi — apakah kami harus menulis ulang sejarah kami sendiri sebagai pengkhianat republik?

Saya menulis ini bukan untuk membuka luka, tetapi untuk mengingatkan bangsa bahwa sejarah bukan sekadar daftar nama dan tanggal, melainkan juga jeritan yang pernah ditenggelamkan. Di bawah rezim Orde Baru, banyak anak muda berani bersuara karena cinta pada negeri ini. Kami ingin Indonesia yang lebih terbuka, lebih adil, lebih manusiawi. Namun cinta itu dibalas dengan kecurigaan, dan idealisme dibalas dengan borgol.

Luka yang Tidak Tercatat

Nama-nama kami tidak terukir di monumen, tapi terpatri di ingatan bangsa yang nyaris kehilangan keberaniannya. Sebagian dari kami tidak pernah kembali. Sebagian kembali tanpa suara. Kami tahu siapa yang memerintah saat itu. Kami tahu siapa yang menciptakan struktur ketakutan di mana perbedaan pendapat dianggap ancaman negara.

Ketika negara menculik warganya sendiri, siapa sebenarnya yang melawan republik? Kami yang menuntut demokrasi, atau mereka yang menutup ruang kebebasan? Jika kini pelaku kekuasaan itu diangkat menjadi pahlawan, apakah artinya perjuangan kami dianggap kesalahan sejarah?

Dalam laporan Komnas HAM tahun 2006, kasus penculikan dan penghilangan paksa aktivis 1997–1998 dinyatakan memenuhi unsur pelanggaran HAM berat. Laporan itu bukan narasi balas dendam, melainkan fakta hukum yang belum dituntaskan. Namun hingga kini, tidak ada satu pun permintaan maaf resmi dari negara. Luka itu dibiarkan menggantung — dan sekarang kita disuruh melupakan dengan dalih rekonsiliasi.

Antara Lupa dan Ampun

Saya tidak menolak rekonsiliasi. Tapi rekonsiliasi sejati hanya mungkin lahir dari kejujuran.

Yang saya tolak adalah rekonsiliasi yang dimulai dengan penghapusan dosa tanpa pengakuan kesalahan. Bangsa ini tidak bisa sembuh kalau terus menabur bunga di atas luka yang masih terbuka.

Jika Soeharto disebut pahlawan karena pembangunan dan stabilitasnya, maka siapa yang akan disebut korban dari stabilitas itu? Mereka yang disingkirkan karena berpikir berbeda, yang ditahan tanpa pengadilan, yang keluarganya tidak pernah tahu di mana jasad anak-anaknya?

Stabilitas tanpa kebebasan bukan kedamaian, tapi pembekuan jiwa bangsa. Pembangunan tanpa keadilan hanya menghasilkan kemewahan bagi segelintir, dan ketakutan bagi banyak. Inilah paradoks besar yang ditinggalkan Orde Baru.

Antara Tokoh Besar dan Teladan Moral

Saya tidak menafikan bahwa Soeharto adalah tokoh besar. Ia punya jasa dalam menjaga keutuhan negara, membangun infrastruktur, dan menata ekonomi nasional. Tapi tokoh besar tidak selalu identik dengan pahlawan.
Tokoh besar bisa menjadi bagian sejarah yang harus dipelajari; pahlawan adalah teladan moral yang harus ditiru.

Dalam pandangan saya, pahlawan adalah mereka yang memberi ruang bagi kebebasan berpikir, bukan yang menakutinya. Pahlawan adalah mereka yang mengorbankan kekuasaan demi kemanusiaan, bukan sebaliknya.
Bila Soeharto diangkat menjadi pahlawan nasional tanpa evaluasi moral, bangsa ini sedang memutihkan kekuasaan dengan tinta amnesia.

Dari Penjara ke Sejarah

Sebagai salah satu yang diculik, saya tahu rasanya menjadi angka di balik laporan.
Saya tahu rasa dingin lantai ruang sempit itu. Saya tahu suara langkah yang menandakan siksaan akan dimulai. Tapi yang paling saya tahu: ketakutan hanya bisa dikalahkan oleh keyakinan bahwa kebenaran tidak bisa dibungkam selamanya.

Kami tidak menuntut balas, hanya kebenaran. Kami tidak ingin gelar, hanya pengakuan bahwa apa yang kami perjuangkan bukan kesalahan. Karena jika orang yang memerintahkan penindasan diangkat jadi pahlawan, maka sejarah bangsa ini akan berubah menjadi ironi:

Para korban dianggap pemberontak, dan para penindas disebut penyelamat.

Apakah begitu cara bangsa ini ingin mengajarkan generasi mudanya tentang makna keadilan?

Pertanyaan untuk Masa Depan

Saya tidak ingin menulis dengan amarah.
Saya hanya ingin bertanya — dengan tenang, dengan suara hati yang jujur:

Jika Soeharto diangkat menjadi pahlawan, lalu kami ini siapa?
Apakah korban menjadi pengkhianat?
Apakah perjuangan menjadi kesalahan?
Apakah demokrasi yang kini kita nikmati lahir dari pengkhianatan, bukan pengorbanan?

Bangsa yang sehat tidak takut menghadapi masa lalunya.

Bangsa yang besar bukan yang melupakan luka, tapi yang berani menyembuhkannya dengan kejujuran.

Kita tidak sedang menolak menghormati tokoh masa lalu, kita hanya menolak menistakan makna kepahlawanan. Karena pahlawan sejati tidak pernah lahir dari kekuasaan yang membungkam, melainkan dari keberanian yang memerdekakan.

Penutup

Bagi sebagian orang, mungkin sudah waktunya melupakan. Tapi bagi kami yang pernah merasakan bau gelap ruang interogasi, sejarah tidak pernah benar-benar usai.
Kami tidak hidup di masa lalu, tapi kami juga tidak bisa berpura-pura masa lalu itu tak pernah ada.

Jika bangsa ini ingin menghormati pahlawannya, maka hormatilah juga ingatan para korban.

Soeharto mungkin tokoh besar. Tapi sampai bangsa ini berani menatap sejarah dengan jujur, gelar “pahlawan” akan terdengar lebih seperti ironi daripada penghargaan.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Rupiah dan IHSG Dibuka Menguat Pagi Ini

Arsip foto - Karyawan mengamati pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menggunakan gawai di Jakarta, Rabu (6/11/2024). IHSG ditutup melemah hingga 108,06 poin atau 1,44 persen ke posisi 7.383.87 karena pelaku pasar mencermati hasil penghitungan cepat sejumlah lembaga survei terkait pemilihan presiden Amerika Serikat (AS). ANTARA FOTO/Muhammad Ramdan/wpa/pri. (ANTARA FOTO/MUHAMMAD RAMDAN)

Jakarta, aktual.com – Nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan hari Selasa (11/11) di Jakarta menguat sebesar 46 poin atau 0,28 persen menjadi Rp16.700 per dolar Amerika Serikat (AS) dari sebelumnya Rp16.654 per dolar AS.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Selasa pagi dibuka menguat 46,72 poin atau 0,56 persen ke posisi 8.437,96.

Sementara kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 naik 5,19 poin atau 0,61 persen ke posisi 850,06.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Ketua Fraksi Golkar MPR Apresiasi Gelar Pahlawan untuk Soeharto

Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI, Melchias Markus Mekeng. Aktual/DOK DPR RI

Jakarta, aktual.com – Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI, Melchias Markus Mekeng, menyampaikan apresiasi dan rasa hormat yang mendalam atas penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada almarhum Presiden Republik Indonesia ke-2, H. M. Soeharto.

Menurut Melchias Mekeng, penganugerahan tersebut merupakan bentuk penghargaan negara atas jasa-jasa besar almarhum dalam memimpin bangsa Indonesia, menjaga stabilitas nasional, serta meletakkan fondasi kuat bagi pembangunan ekonomi, sosial, dan politik bangsa.

“Sebagai kader Partai Golkar dan sebagai bangsa Indonesia, kami menyampaikan rasa bangga dan syukur atas penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Bapak H. M. Soeharto. Beliau adalah tokoh besar yang mendedikasikan hidupnya untuk kemajuan bangsa dan kesejahteraan rakyat. Banyak warisan pembangunan beliau yang masih dirasakan manfaatnya hingga saat ini,” ujar Melchias Markus Mekeng.

Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI juga menyampaikan apresiasi dan penghargaan kepada Presiden Republik Indonesia, Bapak Prabowo Subianto, atas kebijakan dan keteladanan beliau dalam memberikan gelar tersebut. Menurut Mekeng, keputusan tersebut menunjukkan sikap kenegarawanan yang tinggi serta penghargaan mendalam terhadap sejarah perjuangan bangsa.

“Kami memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Presiden Prabowo atas keputusan beliau yang berani dan berjiwa besar. Ini bukan hanya penghargaan terhadap sosok Bapak Soeharto semata, tetapi juga pesan penting bagi generasi penerus bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa-jasa para pendahulunya,” tegasnya.

Lebih lanjut, Melchias Mekeng mengajak seluruh masyarakat untuk menjadikan momentum ini sebagai pengingat akan pentingnya semangat pengabdian dan kerja keras dalam membangun bangsa.

“Kita patut meneladani nilai-nilai pengabdian, disiplin, dan semangat membangun yang telah diwariskan oleh Bapak H. M. Soeharto. Semoga semangat tersebut terus hidup di hati generasi muda Indonesia demi mewujudkan cita-cita nasional menuju bangsa yang maju, berdaulat, dan sejahtera,” tutupnya.

Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan Resmi Jadi Pahlawan, Berikut Biografinya

Makam Syekh Kholil bin Abdul Latif Bangkalan
Makam Syekh Kholil bin Abdul Latif Bangkalan

Jakarta, aktual.com – Presiden Prabowo Subianto secara resmi menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada sepuluh tokoh bangsa yang berasal dari berbagai kalangan, mulai dari tokoh buruh hingga ulama. Salah satu di antara mereka adalah almarhum Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan, ulama karismatik asal Madura yang dikenal luas sebagai guru para kiai di Nusantara.

Upacara penganugerahan berlangsung di Istana Negara, Jakarta, pada Senin (10/11). Nama-nama penerima gelar tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 116/TK/Tahun 2025 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional. Di antara deretan nama tersebut tercantum Syaikhona Muhammad Kholil, yang dikenang sebagai ulama besar sekaligus pejuang di bidang pendidikan Islam di Jawa Timur.

Syaikhona Muhammad Kholil, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Mbah Kholil Bangkalan, merupakan figur sentral dalam sejarah perkembangan Islam di Indonesia. Ia dikenal sebagai pendiri Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil, salah satu pesantren tertua yang berdiri sejak 1861, dan menjadi guru bagi banyak ulama besar serta penggerak kebangkitan keilmuan Islam di Nusantara.

Menurut keterangan dari laman resmi pesantrennya, Mbah Kholil lahir pada 9 Safar 1252 H (25 Mei 1835 M) di Bangkalan, Madura. Beliau adalah putra dari pasangan KH Abdul Latif dan Nyai Siti Khadijah. Dari garis keturunan ayahnya, nasab Mbah Kholil bersambung hingga kepada Rasulullah SAW melalui jalur para ulama dan wali songo. Dalam silsilahnya, empat generasi di atas beliau ialah KH Abdul Latif, KH Hamim, KH Abdul Karim, dan KH Muharrom.

Sejak usia muda, Mbah Kholil tumbuh dalam suasana keagamaan yang kuat. Pendidikan dasar agamanya diperoleh langsung dari ayahnya, KH Abdul Latif. Kecerdasannya luar biasa; ia mampu menghafal seribu bait nadzam dalam kitab Alfiyyah Ibnu Malik dan menguasai berbagai disiplin ilmu seperti fikih dan nahwu dalam waktu singkat.

Perjalanan intelektualnya berlanjut ke berbagai pesantren ternama di Jawa Timur, antara lain Pesantren Langitan Tuban, Pesantren Canga’an Bangil, Pesantren Darussalam Pasuruan, Pesantren Sidogiri Pasuruan, hingga Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Setail Banyuwangi. Tidak berhenti di situ, beliau kemudian melanjutkan pendidikannya ke Tanah Suci Makkah, memperdalam ilmu-ilmu agama seperti tafsir, hadis, fikih, dan tasawuf di bawah bimbingan para ulama besar.

Sekembalinya ke tanah air, Mbah Kholil mendirikan pondok pesantren di Bangkalan yang kemudian menjadi pusat keilmuan Islam di Nusantara. Ribuan santri dari berbagai daerah datang menimba ilmu darinya. Diperkirakan sekitar 500.000 santri pernah belajar kepada beliau, dan sekitar 3.000 di antaranya kemudian menjadi pemimpin umat di berbagai penjuru Indonesia.

Di antara murid-muridnya yang paling terkenal adalah KH Hasyim Asy’ari dan KH Abdul Wahhab Chasbullah, dua tokoh besar pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Dari didikan tangan beliau lahir generasi ulama yang tidak hanya mendalam ilmunya, tetapi juga berperan besar dalam perjuangan dan pencerahan umat di Indonesia.

Sebagai ulama yang produktif, Syaikhona Kholil juga meninggalkan banyak karya ilmiah dalam berbagai bidang ilmu keislaman. Berikut adalah daftar karya beliau yang ditulis langsung dengan tangannya:

  1. Risalah Fi Fiqh al-‘Ibadat (13 Ramadhan 1308 H)
  2. Risalah Isti’dadul Maut (3 Dzulqa’dah 1309 H)
  3. Taqrirat Alfiyah Ibnu Malik (Dzulqa’dah 1311 H)
  4. Taqrirat Nadzam Nuzhatut Thullab fi Qawa‘idil I‘rab (1315 H)
  5. Nadzam Jauharatul ‘Iyan li Ahlil ‘Irfan (1315 H)
  6. Nadzam Maqsud fi Ash-Sharf (Jumat, 5 Muharram 1316 H)
  7. Risalah Khutbah (Jumat, 19 Ramadhan 1323 H)
  8. Matn al-Ajurumiyyah (makna dan taqrir)
  9. Al-Bina’ (makna)
  10. Tasrif al-Izzi (makna dan taqrir)
  11. Maulid Hubbi lis Sayyidina Muhammad (makna)
  12. Maulid Barzanji (makna)
  13. Al-Awamil (nahwu/makna)
  14. Terjemah al-Qur’an al-Karim (makna Jawa)

Warisan keilmuan dan spiritualitas Mbah Kholil menjadi bukti bahwa perjuangan seorang ulama bukan hanya melalui medan perang, tetapi juga melalui pendidikan, ilmu, dan keteladanan. Penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada beliau bukan hanya bentuk penghormatan atas jasa masa lalu, tetapi juga pengakuan atas kontribusinya dalam membangun fondasi keilmuan dan moral bangsa Indonesia.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Timnas Indonesia Raih Kemenangan atas Honduras di Piala Dunia U17

Pesepak bola Timnas Indonesia U-17 Fadly Fadly Alberto (kedua kanan) berselebrasi bersama rekan-rekannya usai mencetak gol ke gawang Timnas Honduras U-17 pada laga Grup H Piala Dunia U17 2025 di Lapangan 2 Aspire Zone, Doha, Qatar, Senin (10/11/2025). Indonesia menang dengan skor 2-1 dan berada di posisi ketiga dalam grup H. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/app/YU
Pesepak bola Timnas Indonesia U-17 Fadly Fadly Alberto (kedua kanan) berselebrasi bersama rekan-rekannya usai mencetak gol ke gawang Timnas Honduras U-17 pada laga Grup H Piala Dunia U17 2025 di Lapangan 2 Aspire Zone, Doha, Qatar, Senin (10/11/2025). Indonesia menang dengan skor 2-1 dan berada di posisi ketiga dalam grup H. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/app/YU

Jakarta, aktual.com – Kemenangan tim nasional U17 Indonesia atas Honduras dengan skor 2-1 pada laga terakhir Grup H Piala Dunia U17 2025 di Doha, Qatar, Senin (10/11), mengukir sejarah untuk persepakbolaan nasional.

Dikutip dari laman FIFA di Jakarta, keberhasilan menundukkan Honduras menjadi kemenangan pertama Indonesia sepanjang keikutsertaan di Piala Dunia U17.

Selain itu, kemenangan tersebut juga yang pertama bagi Indonesia di semua putaran final Piala Dunia, baik senior maupun kelompok umur, yang pernah diikuti oleh tim nasional Garuda.

Kemudian, Indonesia pun menjadi satu-satunya negara ASEAN yang pernah memenangi pertandingan Piala Dunia U17.

Negara ASEAN lain yang pernah berpartisipasi di Piala Dunia U17 yakni Thailand, peserta di edisi tahun 1997 dan 1999, bahkan tidak pernah mendapatkan satu poin pun selama mengikuti turnamen tersebut.

Indonesia sudah dua kali berkompetisi di Piala Dunia U17 yakni pada tahun 2023 dan 2025. Di Piala Dunia U17 2023, Indonesia yang menjadi tuan rumah berhasil mendapatkan dua hasil seri dan sekali kalah dari tiga pertandingan Grup A atau mengantongi dua poin.

Skor imbang diraih dari laga versus Ekuador (dengan skor 1-1) dan Panama (1-1), kekalahan datang saat bersua Maroko (1-3).

Pada Piala Dunia U17 2025, Indonesia yang berada di Grup H berhasil menang atas Honduras 2-1 pada laga pamungkas. Sebelumnya di grup itu, Indonesia takluk dari Zambia (1-3) dan Brasil (0-4).

Selama keterlibatan Indonesia di Piala Dunia U17, hanya ada lima pemain yang berhasil mencetak gol untuk tanah air, dengan total keseluruhan enam gol.

Mereka adalah Arkhan Kaka (dua gol) serta Muhammad Nabil Asyura, Muhamad Zahaby Gholy, Evandra Florasta dan Fadly Alberto yang masing-masing membuat satu gol.

Dengan demikian, Arkhan Kaka masih menjadi pemain Indonesia dengan gol terbanyak di Piala Dunia U17, yang dibuat pada edisi 2023.

Namun, sama seperti Piala Dunia U17 2023, Indonesia pun gagal lolos dari fase grup pada tahun 2025.

Indonesia, yang berada di peringkat ketiga Grup H dengan tiga poin dari tiga pertandingan, tidak dapat melaju ke babak 32 besar Piala Dunia U17 2025 lantaran selisih gol skuad remaja Garuda tidak memungkinkan untuk masuk ke delapan besar peringkat ketiga terbaik yang berhak melangkah ke fase gugur.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Andi Arief dan 36 Tokoh Nasional Tolak Pemberian Gelar Pahlawan untuk Soeharto

andi arief/demokrat
andi arief/demokrat

Jakarta, aktual.com – Politikus Partai Demokrat Andi Arief menyatakan penolakannya terhadap rencana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto. Sikap itu ia sampaikan bersama 34 tokoh nasional lainnya, termasuk Rachland Nashidik dan Rocky Gerung, yang juga menyatakan keberatan terhadap keputusan tersebut.

Dalam unggahannya di media sosial, Andi Arief menegaskan ketidaksetujuannya atas pemberian gelar yang disampaikan oleh Presiden RI Prabowo Subianto di Istana Negara, Gambir, Jakarta Pusat, pada Senin (10/11/2025). Namun, ia mengaku tidak dapat menolak keputusan itu sepenuhnya lantaran Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menyatakan dukungan terhadap pemberian gelar tersebut.

“Saya menerima Pak Harto mendapat gelar Pahlawan karena Ketua Umum Partai saya mendukung pemberian gelar itu oleh Presiden Prabowo, tetapi sebagai pribadi saya tidak setuju dengan alasan yang cukup banyak di luar alasan rekonsiliasi,” tulis Andi Arief.

Tak lama kemudian, Andi Arief mengunggah Pernyataan Bersama yang ditandatangani 35 tokoh nasional. Dokumen tersebut juga dibagikan oleh Rachland Nashidik. Dalam pernyataan itu, mereka menilai bahwa langkah pemerintah memberi gelar kepada Soeharto berpotensi mengaburkan sejarah dan mengaburkan batas moral bangsa.

“Kami tak menolak mengakui jasa yang disumbangkan siapa pun terhadap Republik ini, termasuk Soeharto. Tetapi kepahlawanan adalah hal yang jauh lebih besar dan penting dari sekadar menghargai jasa seseorang,” tulis pernyataan tersebut.

Pernyataan tersebut menegaskan bahwa gelar kepahlawanan tidak seharusnya dijadikan sarana untuk menutupi kesalahan dan kejahatan sejarah. Mereka menganggap langkah pemerintah itu justru seperti “menyuntikkan bius amnesia sejarah ke tubuh bangsa.”

“Kepahlawanan adalah mekanisme moral kolektif, cara bangsa mendidik anak-anaknya membedakan benar dan salah dalam sejarah. Ia tidak boleh dikosongkan maknanya menjadi sekadar kemegahan personal, karena sesungguhnya ia adalah kompas moral bagi kehidupan bersama dalam menuju masa depan,” tulis mereka.

Para tokoh tersebut mengakui bahwa rekonsiliasi nasional penting bagi penyembuhan luka sejarah bangsa. Namun, mereka mempertanyakan inkonsistensi negara yang hanya mengakui sebagian sejarah dan menyingkirkan tokoh-tokoh lain yang juga berjuang melawan kolonialisme, tetapi dihapus dari narasi resmi karena perbedaan ideologi.

“Kami bertanya: Apakah bangsa ini telah kehilangan keberanian untuk mengakui sejarahnya sendiri? Apakah nilai-nilai yang hendak diajarkan kepada anak-anak dan cucu kita dari sikap inkonsisten dan mau menang sendiri tersebut?”

Dalam pernyataan itu, mereka juga menyoroti kekhawatiran bahwa pemerintah tengah menanamkan nilai yang keliru kepada generasi muda.

“Bahwa kekuasaan boleh berbuat apa saja sepanjang mendatangkan kemakmuran? Bahwa kepatuhan pada negara lebih penting daripada kemanusiaan dan solidaritas sosial? Bahwa kebebasan adalah ancaman konstan pada pembangunan ekonomi? Bahwa korban-korban boleh jatuh dan dilupakan demi stabilitas politik?”

Pernyataan tersebut ditutup dengan penegasan bahwa apabila pelajaran moral seperti itu diwariskan, maka bangsa Indonesia bukan sedang membangun masa depan, melainkan memperpanjang bayang-bayang masa lalu.

“Terhadap kemungkinan itu, kami menyatakan tidak setuju,” tutup pernyataan tersebut.

Berikut daftar 37 tokoh nasional yang menandatangani penolakan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto:

  1. Andi Arief
  2. Rachland Nashidik
  3. Hery Sebayang
    4.⁠ ⁠⁠Jemmy Setiawan
    5.⁠ ⁠⁠Aam Sapulete
    6.⁠ ⁠⁠Robertus Robet
    7.⁠ ⁠⁠Syahrial Nasution
    8.⁠ ⁠⁠Rocky Gerung
    9.⁠ ⁠Yopie Hidayat
    10.⁠ ⁠⁠Bivitri Susanti
    11.⁠ ⁠⁠Abdullah Rasyid
    12.⁠ ⁠⁠Ulin Yusron
    13.⁠ ⁠⁠Iwan D. Laksono
    14.⁠ ⁠⁠Beathor Suryadi
    15.⁠ ⁠⁠Affan Afandi
    16.⁠ ⁠⁠Zeng Wei Zian
    17.⁠ ⁠⁠Umar Hasibuan
    18.⁠ ⁠⁠Hendardi
    19.⁠ ⁠Syahganda Nainggolan
    20.⁠ ⁠Hardi A Hermawan
    21.⁠ ⁠Denny Indrayana
    22. Benny K. Harman
    23.⁠ ⁠Endang SA
    24.⁠ ⁠Yosi rizal
    25.⁠ ⁠Syamsuddin Haris
    26.⁠ ⁠⁠Khalid Zabidi
    27.⁠ ⁠⁠Monica Tanuhandaru
    28.⁠ ⁠⁠Ikravany Hilman
    29.⁠ ⁠⁠Hendrik Boli Tobi
    30.⁠ ⁠⁠Isfahani
    31.⁠ ⁠⁠Elizabeth Repelita
    32.⁠ ⁠⁠Ronny Agustinus
    33.⁠ ⁠Marlo Sitompul
    34.⁠ ⁠⁠Maulida Sri Handayani
    35.⁠ ⁠⁠Retna Hanani
    36.⁠ ⁠Harlan
    37.⁠ ⁠Jimmi R Tindi

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Berita Lain