25 Desember 2025
Beranda blog Halaman 197

Anita Wahid Ungkap Deretan Teror Orde Baru yang Menyasar Keluarga Gus Dur

Aktivis Gusdurian, yang juga Anak Presiden Indonesia ke-4, KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) Anita Wahid menceritakan bagaimana kehidupan keluaraga Gus Dur selama masa orde baru. Aktual/HO

Jakarta, aktual.com – Aktivis Gusdurian, Anita Wahid, mengungkap pengalaman kelam yang dialami keluarganya selama rezim Orde Baru. Menurutnya, teror dan intimidasi terhadap Gus Dur dan keluarganya bukan sekadar isu politik, tetapi ancaman nyata yang menghantui kehidupan pribadi mereka sehari-hari.

Dalam diskusi publik bertajuk “Menolak Soeharto Jadi Pahlawan” yang disiarkan melalui kanal Gerpol TV di YouTube, Anita membuka kesaksiannya dengan tenang namun sarat emosi. Ia menegaskan tekanan terhadap ayahnya berlangsung sistematis dan brutal.

“Sebagai anak dari Gus Dur, saya mengalami sendiri bagaimana hidup di bawah tekanan dan ketakutan di masa Soeharto,” ujarnya.

Anita menceritakan salah satu bentuk teror paling menakutkan yang diterima keluarganya. Setiap hari, pada jam-jam yang hampir sama—sekitar pukul tiga hingga lima sore—telepon rumah berdering. Dari seberang, suara laki-laki mengancam keras.

“‘Bilang bapakmu diam, atau nanti kamu akan saya kirimkan hadiah besar. Isinya kepala bapakmu,’ begitu suara itu mengatakan,” tutur Anita.

Ia menegaskan ancaman tersebut bukan kejadian sporadis, melainkan rutinitas yang berlangsung hampir setiap hari. “Bayangkan, saya masih anak-anak waktu itu. Ancaman seperti itu menimbulkan trauma yang sangat dalam,” ujarnya.

Anita menilai pengalaman traumatis itu menjadi salah satu alasan mendasar bagi dirinya untuk menolak pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto. Menurutnya, gelar tersebut mengaburkan kenyataan kelam yang dialami banyak korban.

“Bagaimana mungkin seseorang yang menebarkan ketakutan, yang menggunakan kekuasaan untuk membungkam kritik, sekarang hendak disebut pahlawan nasional? Itu bentuk pengkhianatan terhadap ingatan para korban,” tegasnya.

Ia mengingatkan bahwa menghapus ingatan tentang kekerasan Orde Baru sama saja dengan mengabaikan penderitaan banyak keluarga. “Kita tidak boleh lupa. Ada banyak keluarga seperti kami yang menjadi korban. Kalau hari ini kita diam saja, itu artinya kita membenarkan cara-cara itu,” katanya.

Kesaksian Anita Wahid menjadi pengingat publik bahwa di balik narasi stabilitas dan pembangunan versi Orde Baru, terdapat jejak kekuasaan represif yang menindas hingga ke ranah paling pribadi—bahkan terhadap anak-anak dari para tokoh yang kritis terhadap kekuasaan.

YLBHI Kecam Pemberian Gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto: Bentuk Pengkhianatan terhadap Reformasi dan HAM

Dokumentasi-Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa (8/4/2025). ANTARA/Bagus Ahmad Rizaldi.
Dokumentasi-Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa (8/4/2025). ANTARA/Bagus Ahmad Rizaldi.

Jakarta, aktual.com – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai keputusan Presiden Prabowo Subianto yang memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden RI ke-2, Soeharto, sebagai tindakan yang merusak prinsip hukum, etika, dan hak asasi manusia.

“YLBHI memandang bahwa pemberian gelar Pahlawan kepada Soeharto semakin membuktikan bahwa Pemerintahan Prabowo nir etika, merusak hukum dan hak asasi manusia, tak peduli dengan anti korupsi, dan merendahkan nilai-nilai kepahlawanan,” kata Ketua Umum YLBHI, Muhammad Isnur, Senin (10/11).

Ia menyebut bahwa keputusan tersebut sudah dapat diduga sebelumnya, meskipun sarat dengan benturan kepentingan.

“Pemberian gelar Pahlawan oleh Presiden Prabowo sudah kami duga akan dipaksakan untuk diberikan, walaupun penuh dengan benturan kepentingan (conflict of interest),” ucapnya.

Lebih lanjut, Isnur menilai keputusan tersebut sebagai bentuk pengkhianatan terhadap korban pelanggaran HAM, nilai demokrasi, serta semangat reformasi.

“Pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto bukan hanya sebuah pengkhianatan terhadap para korban dan nilai-nilai demokrasi, tetapi juga pengkhianatan terhadap reformasi serta merupakan pengaburan sejarah yang berbahaya bagi generasi muda,” lanjutnya.

Ia menegaskan bahwa gelar kepahlawanan semestinya diberikan kepada tokoh yang benar-benar berjuang untuk kemerdekaan, keadilan, kemanusiaan, dan kedaulatan rakyat.

“Gelar ini hanya layak diberikan kepada mereka yang benar-benar berjuang untuk kemerdekaan, keadilan, kemanusiaan, serta kedaulatan rakyat; bukan kepada pemimpin yang masa jabatannya diwarnai oleh otoritarianisme dan pelanggaran hak asasi manusia rakyatnya,” katanya.

YLBHI juga menilai keputusan tersebut bertentangan dengan sejumlah regulasi dan putusan hukum yang telah ada, antara lain:

  1. Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022, yang mengakui adanya pelanggaran HAM berat di berbagai peristiwa pada masa pemerintahan Soeharto, seperti peristiwa 1965–1966, penembakan misterius (1982–1985), Talangsari (1989), Rumoh Geudong dan Pos Sattis Aceh (1989), penghilangan paksa (1997–1998), serta kerusuhan Mei, Trisakti, dan Semanggi (1998).
  2. TAP MPR X Tahun 1998, yang menilai pemerintahan Orde Baru telah menyimpang dari konstitusi melalui penyalahgunaan wewenang dan pelecehan hukum.
  3. TAP MPR XI Tahun 1998, yang menyebut pemerintahan Soeharto sarat dengan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
  4. Putusan Mahkamah Agung Nomor 140 PK/Pdt/2015, yang menyatakan Soeharto dan Yayasan Supersemar terbukti melakukan perbuatan melawan hukum dan diwajibkan membayar ganti rugi lebih dari Rp4,4 triliun kepada Pemerintah RI.

“YLBHI mengecam keras pemberian gelar pahlawan ini, dan semakin menunjukkan rezim Prabowo telah semakin masuk dalam pemerintahan yang mengkhianati UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, mengkhianati dan menyakiti rakyat, serta telah terbukti melakukan tindakan-tindakan tercela,” ungkap Isnur.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Istana Jelaskan Alasan Soeharto Dapat Gelar Pahlawan Nasional

Jakarta, aktual.com – Juru Bicara Istana yang juga menjabat sebagai Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, mengungkap alasan di balik pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden RI ke-2, Soeharto.

Menurut Prasetyo, keputusan tersebut merupakan bentuk penghormatan kepada para pemimpin bangsa terdahulu yang telah berjasa besar bagi Indonesia. Ia menegaskan, Soeharto memiliki kontribusi luar biasa selama masa kepemimpinannya.

“Itu kan bagian dari bagaimana kita menghormati para pendahulu. Terutama para pemimpin kita yang apapun sudah pasti memiliki jasa yang luar biasa terhadap bangsa dan negara,” ujarnya kepada wartawan di Jalan Kertanegara IV, Minggu (9/11).

Prasetyo menjelaskan bahwa sebelum pemberian gelar tersebut, Presiden Prabowo Subianto telah menerima berbagai masukan dari sejumlah pihak, termasuk pimpinan MPR dan DPR.

“Beliau menugaskan beberapa untuk berkomunikasi dengan para tokoh, mendapatkan masukan dari berbagai pihak sehingga diharapkan apa yang nanti diputuskan oleh Pak presiden, oleh Pemerintah itu, sudah melalui berbagai masukan,” tuturnya.

Ia menambahkan, pengumuman resmi pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto akan disampaikan langsung oleh Presiden Prabowo pada Senin (10/11), bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan.

Selain Soeharto, terdapat sembilan tokoh lainnya yang juga akan dianugerahi gelar pahlawan nasional tahun ini.

“Besok, insya Allah akan diumumkan. Kurang lebih 10 nama. [Soeharto] Ya, masuk, masuk,” tuturnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Soeharto Masuk Daftar 10 Pahlawan Nasional yang Akan Diumumkan Prabowo

Presiden Prabowo Subianto meninjau layanan Kereta Rel Listrik (KRL) dari Stasiun Manggarai menuju Stasiun Tanah Abang Baru, Selasa, 4 November 2025. Aktual/BPMI-SETPRES

Jakarta, aktual.com – Presiden Prabowo Subianto dijadwalkan mengumumkan sepuluh nama pahlawan nasional di Istana Negara pada peringatan Hari Pahlawan, Senin (10/11).

Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, menyebut salah satu dari sepuluh nama tersebut adalah Presiden ke-2 RI, Soeharto.

“Besok, insya Allah akan diumumkan. Kurang lebih 10 nama. [Soeharto] Ya, masuk, masuk,” ujar Prasetyo di Kertanegara, Jakarta, Minggu (9/11).

Ia menjelaskan bahwa pertemuan antara Prabowo dan sejumlah petinggi negara hari ini membahas finalisasi penetapan nama-nama pahlawan nasional. Dalam kesempatan itu, Prabowo turut mengundang Menteri Kebudayaan Fadli Zon, yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK) Republik Indonesia.

Selain itu, Prabowo juga menerima berbagai masukan dari pimpinan DPR dan MPR dalam pertemuan terbatas tersebut.

“Karena memang cara bekerja beliau, beliau menugaskan beberapa untuk berkomunikasi dengan para tokoh, mendapatkan masukan dari berbagai pihak sehingga diharapkan apa yang nanti diputuskan oleh bapak presiden, oleh pemerintah itu, sudah melalui berbagai masukan,” ujar Prasetyo.

Ia menegaskan, pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto didasarkan pada jasa-jasanya dalam membangun bangsa Indonesia selama masa kepemimpinannya.

“Sekali lagi, sebagaimana kemarin juga kami sampaikan, itu kan bagian dari bagaimana kita menghormati para pendahulu, terutama para pemimpin kita, yang apa pun sudah pasti memiliki jasa yang luar biasa terhadap bangsa dan negara,” kata Prasetyo.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

CBA Desak Kejagung Terbitkan Sprindik, Astra Group Diduga Terlibat Dua Kasus Korupsi Besar

Direktur Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi

Jakarta, aktual.com – Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk segera mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) guna menyelidiki dugaan keterlibatan Astra Group dalam dua kasus korupsi besar yang menyeret dua anak usahanya, yakni PT Acset Indonusa Tbk (ACSET) dan PT Pamapersada Nusantara (PAMA).

Menurut Uchok, kedua anak usaha Astra Group itu diduga terlibat dalam dua kasus korupsi berbeda dengan nilai kerugian negara yang sangat besar. ACSET dikaitkan dengan kasus korupsi proyek Tol Layang Mohamed Bin Zayed (MBZ) dengan potensi kerugian negara mencapai Rp179,99 miliar.

Sementara itu, PAMA diduga berperan dalam praktik korupsi tata kelola minyak mentah Pertamina, khususnya dalam klaster solar murah di bawah harga pasar, yang menghasilkan keuntungan tidak sah hingga Rp958,38 miliar atau nyaris Rp1 triliun.

“Dari dugaan korupsi yang besar ini, penyidik tidak boleh berhenti pada anak usaha saja. Harus diperluas ke induk perusahaannya, dan juga harus menggunakan pasal TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) agar terlihat kemana saja aliran uang tersebut masuk dan ke kantong siapa,” tegas Uchok Sky dalam keterangannya, Ahad (9/11/2025).

Ia juga menilai bahwa berdasarkan fakta persidangan dan bukti yang telah muncul, Kejagung sebaiknya segera memanggil dan memeriksa pimpinan Astra Group, Djony Bunarto Tjondro, guna memperdalam penyidikan dan memastikan transparansi proses hukum.

“Pimpinan Astra Group harus dimintai keterangan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Kejaksaan Agung untuk mengungkap dugaan dua kasus korupsi tersebut,” pungkas Uchok Sky.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

MPR Segera Bertemu Presiden Bahas Kelanjutan GBHN

Ketua MPR RI Ahmad Muzani menyampaikan sambutan saat acara Halal bi Halal Masyarakat Kabupaten dan Kota Tegal di Jabodetabek, Minggu (27/4/2025), di Gedung Nusantara IV Komplek Perlemen Senayan Jakarta. Aktual/DOK MPR RI

Jakarta, aktual.com – Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Ahmad Muzani mengungkapkan perkembangan terbaru mengenai pembahasan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang tengah menjadi perhatian publik. Ia memastikan MPR akan segera menjadwalkan pertemuan dengan Presiden Ke-8 RI, Prabowo Subianto, untuk membahas kelanjutan arah kebijakan nasional tersebut.

“Ya, kita sedang minta waktu untuk ketemu dengan Presiden untuk berdiskusi persoalan itu,” kata Muzani kepada wartawan usai menghadiri Upacara Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional Tahun 2025 di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11/2025).

Menurut Muzani, seluruh bahan pembahasan mengenai GBHN yang disusun oleh MPR saat ini sudah berada pada tahap akhir. “Sejauh ini bahan yang disampaikan oleh MPR sudah final dan selesai. Kita akan segera menyampaikan ke Kepala Negara untuk didiskusikan,” ujarnya.

Terkait dasar hukum yang akan menjadi payung penerapan GBHN, Muzani menjelaskan MPR masih mengkaji opsi terbaik. Ia menyebut, masih ada ruang diskusi apakah kebijakan itu akan dituangkan melalui Ketetapan MPR (TAP MPR) atau Undang-Undang (UU).

“Nah, ini yang mau kita diskusikan, apakah TAP MPR atau UU atau apa?” tutur Sekjen Partai Gerindra itu.

Pembahasan GBHN selama ini menjadi salah satu agenda strategis MPR untuk memperkuat arah pembangunan nasional jangka panjang. Gagasan tersebut sempat mencuat kembali di masa pemerintahan Presiden Prabowo sebagai upaya menghadirkan kesinambungan kebijakan lintas periode pemerintahan.

Selain isu GBHN, Muzani juga menanggapi pandangan publik terkait komposisi Tim Reformasi Polri yang disebut berisi tokoh-tokoh lama. Menurutnya, pemerintah layak diberikan kepercayaan karena tim tersebut berisi figur-figur berpengalaman yang memahami dinamika kepolisian.

“Ya kita sih berprasangka baik, kita beri optimisme karena mereka orang-orang yang sangat paham terhadap persoalan kepolisian dan menjadi tuntutan masyarakat. Kami percaya itu orang-orang kredibel yang bisa memperjuangkan reformasi kepolisian,” tegasnya.

Dengan sikap terbuka MPR dalam membahas arah baru GBHN serta dukungannya terhadap langkah reformasi Polri, Ahmad Muzani menegaskan komitmen lembaganya untuk terus bersinergi dengan pemerintah dalam memperkuat sistem ketatanegaraan dan tata kelola institusi negara yang lebih baik.

Berita Lain