24 Desember 2025
Beranda blog Halaman 208

MKD Putuskan Sanksi Etik untuk Lima Anggota DPR, Tiga Dinonaktifkan

Jakarta, Aktual.com – Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI membacakan putusan terkait dugaan pelanggaran etik lima anggota DPR RI nonaktif pada Rabu (5/11/2025).

Dalam sidang yang berlangsung di Gedung DPR RI, MKD menjatuhkan sanksi penonaktifan kepada tiga anggota DPR, sementara dua lainnya dinyatakan tidak bersalah dan kembali diaktifkan.

Kelima anggota DPR yang diperiksa tersebut adalah Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari Fraksi NasDem, Eko Patrio dan Uya Kuya dari Fraksi PAN, serta Adies Kadir dari Fraksi Golkar.

Sidang dipimpin oleh Ketua MKD DPR RI Nazaruddin Dek Gam, bersama empat wakil ketua yaitu TB Hasanuddin, Agung Widiyantoro, Imron Amin, dan Adang Daradjatun, yang juga membacakan langsung amar putusan.

Tiga Anggota DPR Dijatuhi Sanksi Nonaktif

1.⁠ ⁠Ahmad Sahroni (NasDem)

MKD memutuskan bahwa Dr. Ahmad Sahroni, M.I.Kom terbukti melanggar kode etik DPR RI. Ia dijatuhi sanksi penonaktifan selama enam bulan.

“Menyatakan teradu lima, Ahmad Sahroni, terbukti melanggar kode etik DPR RI. Menghukum teradu dengan penonaktifan selama enam bulan, berlaku sejak tanggal putusan ini dibacakan dan dihitung sejak penonaktifan oleh DPP NasDem,” ujar Wakil Ketua MKD Adang Daradjatun saat membacakan amar putusan.

2.⁠ ⁠Nafa Urbach (NasDem)

MKD juga menyatakan Nafa Indria Urbach, anggota DPR dari Fraksi NasDem, terbukti melanggar kode etik. Ia dijatuhi sanksi penonaktifan selama tiga bulan.

“Menyatakan teradu dua, Nafa Indria Urbach, terbukti melanggar kode etik. Menghukum teradu nonaktif selama tiga bulan terhitung sejak putusan ini dibacakan. MKD meminta agar yang bersangkutan berhati-hati dalam menyampaikan pendapat serta menjaga perilaku ke depannya,” kata Adang.

3.⁠ ⁠Eko Patrio (PAN)

Sementara itu, Eko Hendro Purnomo atau Eko Patrio dari Fraksi PAN juga dinyatakan melanggar kode etik DPR RI. MKD menjatuhkan sanksi penonaktifan selama empat bulan.

“Menyatakan Eko Hendro Purnomo terbukti melanggar kode etik DPR RI. Menghukum teradu dengan penonaktifan selama empat bulan berlaku sejak tanggal putusan ini dibacakan, dihitung sejak keputusan penonaktifan oleh DPP PAN,” ujar Adang.

Dua Anggota Lain Dinyatakan Tidak Bersalah

4.⁠ ⁠Uya Kuya (PAN)

Berbeda dengan rekan sefraksinya, Surya Utama atau Uya Kuya dinyatakan tidak terbukti melanggar kode etik. MKD memutuskan untuk mengaktifkan kembali Uya Kuya sebagai anggota DPR periode 2024–2029.

“Menyatakan teradu tiga, Surya Utama, tidak terbukti melanggar kode etik. Menyatakan teradu tiga diaktifkan kembali sebagai anggota DPR terhitung sejak putusan ini dibacakan,” kata Adang.

5.⁠ ⁠Adies Kadir (Golkar)

Hal serupa juga berlaku bagi Adies Kadir dari Fraksi Golkar. Ia dinyatakan tidak terbukti melakukan pelanggaran etik dan diaktifkan kembali untuk melanjutkan masa jabatannya di periode 2024–2029.

“Menyatakan teradu satu, Adies Kadir, tidak terbukti melanggar kode etik. Meminta yang bersangkutan untuk berhati-hati dalam menyampaikan informasi serta menjaga perilaku ke depan. Menyatakan Adies Kadir diaktifkan kembali sebagai anggota DPR terhitung sejak putusan ini dibacakan,” ujar Adang.

Putusan MKD ini menegaskan komitmen lembaga legislatif dalam menjaga etika dan integritas para wakil rakyat. Dari lima anggota yang diperiksa, tiga di antaranya dijatuhi sanksi penonaktifan sementara, sementara dua lainnya dipulihkan status keanggotaannya.

(Taufik Akbar Harefa)

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Lagi! Jelas Tegaskan Transaksi NCD Jual Beli, Hotman Paris: Saksi Ahli CMNP Justru Menguntungkan Kami

Jakarta, aktual.com – Kuasa Hukum PT MNC Asia Holding Tbk Hotman Paris Hutapea menilai saksi ahli yang dihadirkan oleh PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (kode saham: CMNP) justru menguntungkan kliennya.

Diketahui, dalam sidang lanjutan perkara Nomor 142/Pdt.G/2025q/PN Jkt.Pst ini, pihak CMNP menghadirkan saksi ahli yakni Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Prof. Dr. Anwar Borahima.

Sidang tersebut terkait transaksi Negotiable Certificate of Deposit (NCD) yang diterbitkan oleh PT Bank Unibank Tbk (BBKU) untuk kepentingan CMNP dengan difasilitasi oleh MNC Asia Holding sebagai arranger/ broker pada tahun 1999, dimana NCD tersebut disebut oleh CMNP tukar menukar.

Hotman menyoroti ihwal keterangan saksi ahli CMNP yang justru menyebut bahwa jika memang ada sebuah perjanjian jual beli, maka hal tersebut jelas merupakan transaksi jual beli.

Hotman menyebut, hal ini bertentangan dengan CMNP yang menyebut transaksi NCD merupakan tukar menukar.

“Hari ini pihak CMNP melalui kuasa hukumnya mengajukan saksi ahli Prof Anwar dari Universitas Hasanuddin, tapi malah menguntungkan klien saya, menguntungkan Bhakti (sekarang MNC Asia Holding), sangat menguntungkan Hary Tanoe,” kata Hotman seusai sidang yang digelar di PN Jakarta Pusat, Rabu (5/11/2025).

“Kan CMNP mengatakan ini tukar menukar, bukan jual beli. Nah, tadi ahlinya mengatakan kalau memang ada perjanjian mengatakan itu jual beli, ya itu jual beli,” ujarnya melanjutkan.

Hotman menegaskan kembali bahwa semua direksi CMNP telah menandatangani bahwa surat berharga ini merupakan transaksi jual beli. Bahkan, kata dia, hal itu sudah terpublikasikan dengan jelas.

“Selama 10 tahun dalam neraca selalu ditulis ini jual beli, jual beli, ya bukan tukar menukar dong. Jadi itu saja, berhasil kita buktikan bahwa transaksi Bhakti dengan CMNP adalah jual beli surat berharga, bukan tukar menukar,” tegas Hotman.

Selain itu, Hotman menyoroti keterangan saksi ahli yang menyebut bahwa jika direksi suatu perusahaan melanggar aturan, maka pertanggungjawabannya semestinya digugat kepada direksi perusahaan itu.

Kaitannya dengan kasus ini, Hotman mengatakan mengapa CMNP justru tidak menggugat Unibank sebagai pihak yang telah mengeluarkan deposito yang dimaksud.

“Saya kasih pertanyaan sangat simple sama ahli dari CMNP, kalo Bapak punya deposito di bank, dan ditindatangani oleh direksi bank, ternyata deposito tersebut cacat, siapa yg tanggung jawab? Tentu yang tanggung jawab adalah pemegang direksi dari bank dan banknya. Kan dia mengatakan bahwa surat berharga ini, deposito ini melanggar aturan, tapi ternyata direksi banknya tidak digugat,” tuturnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

MKD Nonaktifkan Ahmad Sahroni Selama Enam Bulan Usai Terbukti Langgar Etik

Bendahara Umum Partai Nasdem Ahmad Sahroni

Jakarta, aktual.com – Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI menjatuhkan sanksi kepada anggota Fraksi Partai NasDem, Ahmad Sahroni, setelah dinyatakan melanggar kode etik. Ia resmi dinonaktifkan dari keanggotaan DPR selama enam bulan.

“Memutuskan, Teradu Ahmad Sahroni terbukti melanggar kode etik dan dihukum nonaktif selama 6 bulan terhitung sejak putusan ini dibacakan,” ujar Wakil Ketua MKD Adang Darojatun dalam sidang di DPR RI, Rabu (5/11/2025).

Sanksi ini dijatuhkan buntut dari pernyataan Sahroni yang dinilai meremehkan para demonstran.

Dalam sidang tersebut, Ahmad Sahroni hadir bersama Uya Kuya, Eko Patrio, Adies Kadie, dan Nafa Urbach yang duduk di barisan depan. Wajah kelimanya tampak murung; Sahroni beberapa kali menundukkan kepala, sementara Uya Kuya dan Eko Patrio terlihat memainkan ibu jari mereka.

Ketua MKD DPR RI, Nazaruddin Dek Gam, memimpin jalannya sidang dan menjelaskan bahwa keputusan diambil setelah mendengarkan keterangan sejumlah saksi.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Cek Daftar Pinjaman Kini Lewat SLIK OJK, Bukan Lagi BI Checking

Ilustras- Pinjaman Online

Jakarta, aktual.com — Pengecekan daftar pinjaman atau riwayat kredit kini tidak lagi dilakukan melalui BI Checking yang sebelumnya dikelola oleh Bank Indonesia (BI). Layanan tersebut telah beralih ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan kini dikenal dengan nama SLIK (Sistem Layanan Informasi Keuangan).

Layanan SLIK dapat diakses secara daring melalui situs resmi idebku.ojk.go.id. Melalui portal ini, masyarakat bisa melihat informasi debitur yang telah terintegrasi dengan seluruh kantor pusat dan regional OJK.

Semua jenis pinjaman akan tercatat dalam sistem SLIK, mulai dari kredit modal kerja, kendaraan bermotor, Kredit Pemilikan Rumah (KPR), investasi, kredit tanpa agunan, kartu kredit, hingga pinjaman dengan jaminan.

Dalam sistem BI Checking, penilaian kredit dibagi menjadi lima kategori: lancar, dalam perhatian khusus (DPK), tidak lancar, diragukan, dan macet. Jika seorang debitur masuk kategori macet, artinya ia gagal membayar kewajiban lebih dari 180 hari dan otomatis masuk daftar hitam atau blacklist.

Proses pendaftaran untuk mengakses SLIK bisa dilakukan melalui browser di ponsel maupun laptop. Berikut langkah-langkahnya:

  1. Masuk ke laman https://idebku.ojk.go.id
    Setelah membuka situs tersebut, pengguna akan melihat dua pilihan menu — Pendaftaran dan Status Layanan. Pilih menu Pendaftaran untuk memulai proses.
  2. Cek Ketersediaan Layanan
    Masukkan data seperti Jenis Debitur, Kewarganegaraan, Jenis Identitas, dan Nomor Identitas. Tambahkan Captcha lalu klik Selanjutnya.
    Jika kuota antrean penuh, sistem akan menampilkan pemberitahuan bahwa kuota habis dan pengguna diminta mencoba kembali di waktu lain.
  3. Isi Data Registrasi
    Lengkapi informasi pribadi seperti nama lengkap, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir, alamat lengkap, provinsi dan kabupaten, email aktif, serta nomor telepon.
    Pilih tujuan permohonan informasi dan cantumkan nama ibu kandung, lalu tekan Selanjutnya.
  4. Unggah Foto Dokumen
    Unggah foto identitas, swafoto sambil memegang identitas, serta foto diri sesuai contoh di laman. Ukuran setiap foto maksimal 4 MB. Jika melebihi batas tersebut, unggahan tidak akan diproses.
  5. Ajukan Permohonan
    Pastikan alamat email benar karena hasil SLIK akan dikirim melalui email. Setelah mengecek ulang data, beri tanda centang pada pernyataan kebenaran data dan kesediaan mematuhi ketentuan OJK, lalu klik Ajukan Permohonan.
    Setelah itu, akan muncul notifikasi Pendaftaran Berhasil beserta nomor pendaftaran yang bisa disalin.

Untuk mengetahui perkembangan permohonan, pengguna dapat mengakses menu Status Layanan di laman utama dan memasukkan nomor pendaftaran.

OJK akan memproses permohonan tersebut dan mengirimkan hasilnya melalui email paling lambat satu hari kerja setelah permohonan diajukan.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

MKD Putuskan Uya Kuya Tak Langgar Kode Etik, Kembali Aktif Jadi Anggota DPR

Anggota DPR RI Surya Utama atau akrab disapa Uya Kuya. ANTARA/HO-Humas DPR RI
Anggota DPR RI Surya Utama atau akrab disapa Uya Kuya. ANTARA/HO-Humas DPR RI

Jakarta, aktual.com – Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI memutuskan bahwa anggota DPR nonaktif, Surya Utama atau Uya Kuya, tidak terbukti melanggar kode etik. Keputusan tersebut dibacakan dalam sidang MKD DPR RI yang digelar pada Rabu (5/11/2025) dan dihadiri oleh lima anggota nonaktif.

“Menyatakan Teradu III, Surya Utama, tidak terbukti melanggar kode etik,” ujar Wakil Ketua MKD DPR, Adang Daradjatun.

Lebih lanjut, Adang menyampaikan bahwa Uya Kuya kembali diaktifkan sebagai anggota DPR RI sejak hari ini.

“Menyatakan Teradu III Surya Utama, diaktifkan sebagai anggota DPR RI terhitung sejak keputusan ini dibacakan,” ungkapnya.

Sebelumnya, Uya Kuya dilaporkan ke MKD DPR RI karena aksinya berjoget dalam Sidang Tahunan MPR, DPR, dan DPD RI. Namun, laporan tersebut telah dicabut.

MKD yang telah memanggil sejumlah saksi dan ahli dalam proses persidangan akhirnya menyimpulkan bahwa Uya Kuya tidak melanggar kode etik.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

PKB Belum Putuskan Nasib Abdul Wahid yang Kena OTT KPK

Wakil Ketua Umum PKB, Cucun Ahmad Syamsurizal, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (4/11). Foto: Laporan: Taufik Akbar Harefa/Aktual.com

Jakarta, Aktual.com — Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menyatakan masih menunggu pernyataan resmi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan kasus korupsi yang melibatkan Gubernur Riau Abdul Wahid.

Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua Umum PKB, Cucun Ahmad Syamsurizal, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (4/11).

Cucun menegaskan, hingga saat ini pimpinan PKB belum memperoleh informasi resmi mengenai kasus tersebut. Menurutnya, Abdul Wahid, yang merupakan kader PKB, masih dalam tahap dimintai keterangan oleh penyidik KPK.

“Kita melihat dulu, berangkatnya dari keterangan yang akan disampaikan KPK seperti apa. Belum bisa mengambil langkah apa pun,” ujar Cucun.

Baca juga:

Uang OTT Abdul Wahid Total Rp1,6 Miliar, Wakil Gubernur Segera Diperiksa

Ia menambahkan, sejauh ini kasus dugaan korupsi tersebut baru melibatkan kepala dinas di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau. PKB, kata dia, akan mengambil sikap apabila penyidikan sudah mengarah langsung kepada kepala daerah.

“Dari internal partai juga belum ada pembahasan terkait permasalahan Abdul Wahid. Jadi belum ada sanksi yang akan diberikan karena kami masih menunggu penjelasan resmi dari KPK,” jelas Wakil Ketua DPR RI itu.

Abdul Wahid merupakan pengusaha dan politisi dari PKB. Ia menjabat sebagai anggota DPR-RI periode 2019–2024 mewakili dapil Riau II dari PKB.  Sebelumnya, ia juga anggota DPRD Provinsi Riau dua periode sejak 2009 hingga 2019 dari partai yang sama.

Pria berumur 45 tahun ini juga sempat menjadi Sekretaris Dewan Tanfidz DPW PKB Riau pada 2006–2011, dan Ketua Dewan Tanfidz DPW PKB Riau sejak 2011.

OTT Rp1,6 miliar

Gubernur Riau Abdul Wahid diketahui telah tiba di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Selasa (4/11) pagi, usai lembaga antirasuah tersebut melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Provinsi Riau pada Senin (3/11).

Abdul Wahid tiba sekitar pukul 09.35 WIB mengenakan kaus putih dan masker berwarna senada. Ia tidak memberikan keterangan apa pun kepada awak media yang menunggunya.

Gubernur Riau itu datang bersama Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (PUPR-PKPP) Provinsi Riau, Muhammad Arif Setiawan, serta Sekretaris Dinas PUPR-PKPP Riau, Ferry Yunanda. Keduanya juga tampak mengenakan masker berwarna putih.

KPK menyita uang sekitar Rp1,6 miliar dalam OTT tersebut. Uang itu ditemukan dalam berbagai mata uang, termasuk dolar Amerika Serikat dan poundsterling.

Uang dalam bentuk rupiah disita penyidik di wilayah Riau. Sementara uang asing diamankan di salah satu rumah pribadi Abdul Wahid di Jakarta. Barang bukti itu kini disimpan dan dihitung secara rinci oleh penyidik KPK.

Laporan: Taufik Akbar Harefa

Artikel ini ditulis oleh:

Eroby Jawi Fahmi

Berita Lain