24 Desember 2025
Beranda blog Halaman 211

Gaya Purbaya VS Sri Mulyani: Rakyat Menunggu Hasil

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa bersama mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (9/9/2025). (ANTARA/Imamatul Silfia)
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa bersama mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (9/9/2025). (ANTARA/Imamatul Silfia)

Jakarta, Aktual.com – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa disebut-sebut memiliki keunikan tersendiri bila dibandingkan dengan Menkeu sebelumnya Sri Mulyani Indrawati (SMI). Baik dari segi kebijakan, maupun gaya komunikasi, keduanya dianggap berbeda.

Dilihat dari segi kebijakan ekonomi, banyak yang menilai bila SMI lebih konservatif, dan hati-hati, sementara Purbaya lebih progresif dan terbuka. Sedangkan, dari gaya komunikasi, Purbaya lebih koboi, dan lugas, berkebalikannya dengan SMI yang tenang dan tertutup. Tepatkah persepsi tersebut?

Peneliti Ekonomi Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengungkapkan, sebetulnya tak ada yang jauh berbeda antara Purbaya dengan SMI terkait kebijakan ekonomi. Perbedaan keduanya, menurutnya, hanya terkait gaya komunikasi di publik.

“Dilihat dari kebijakan yang diambil, sebenarnya tidak terlihat adanya perbedaan visi yang signifikan antara Menteri Keuangan saat ini dan pendahulunya. Dalam pengelolaan fiskal, misalnya, pendekatan yang digunakan masih cenderung konservatif,” papar Yusuf, di Jakarta, Sabtu (1/11/2025).

Baca juga:

Purbaya vs Everybody: Antara Gaya Blak-blakan dan Jalan Terjal Ekonomi Rakyat

Ia menjelaskan, rasio utang terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) juga tetap menjadi acuan utama untuk memastikan keberlanjutan fiskal, seperti halnya pada periode sebelumnya. Contoh lain, adalah soal simpanan dana pemerintah daerah (Pemda).

“Kritik terhadap tingginya saldo simpanan Pemda yang disampaikan Purbaya bukan hal baru. Kritik serupa pernah disampaikan Menteri Keuangan sebelumnya. Substansinya sama, dana daerah seharusnya dibelanjakan untuk menggerakkan ekonomi local,” ungkapnya.

Namun, katanya, kritik itu masih berhenti pada tataran wacana tanpa tindak lanjut konkrit dalam memperbaiki realisasi belanja daerah, baik dari sisi pemerintah pusat maupun daerah.

Baca juga:

Putar Uang Cepat, Gaya Purbaya Kejar Pertumbuhan Ekonomi

Membangun Persepsi Publik dan Substansi Kebijakan

Sedangkan, dari sisi kebijakan pro-pasar pun antara keduanya tidak ada perubahan besar. Katanya, Purbaya tetap menekankan pentingnya peran swasta dan pemberian insentif bagi dunia usaha, sebuah pendekatan yang juga dipegang oleh kabinet ekonomi sebelumnya.

“Pandangan mengenai pengelolaan utang, disiplin fiskal, maupun struktur pajak, seperti rencana penurunan PPN, masih mengikuti pendekatan yang sama. Perbedaan utama terletak pada cara berkomunikasi dan membangun persepsi publik, bukan pada substansi kebijakan fiskalnya,” jelasnya.

Gaya komunikasi Purbaya ini, menurutnya, lebih mudah dipahami oleh publik yang tidak akrab dengan istilah teknis ekonomi. Sebaliknya, SMI dikenal dengan gaya komunikasi yang sangat teknokratis dan berhati-hati. SMI, ucapnya, lebih mudah diterima kalangan profesional atau pelaku pasar, tapi kadang terasa jauh dari pemahaman masyarakat umum.

“Jadi, yang membedakan bukan pada visi ekonominya, melainkan pada gaya komunikasi. Purbaya lebih lugas, langsung pada inti masalah, dan tidak banyak menggunakan istilah teknokratis yang kompleks,” ucap Yusuf.

Baca juga:

Purbaya Sebut Tidak Akan Ganti Kebijakan Fiskal Sri Mulyani

Berbeda dengan Yusuf, pegiat ekonomi sosial Sarah Utami justru menyampaikan, ada perbedaan yang cukup tajam antara Purbaya dengan SMI. Di era SMI, ucapnya, kebijakan ekonomi lebih fokus pada stabilitas dan kehati-hatian fiskal, misalnya lewat kenaikan PPN atau pengetatan pajak yang bertahap setiap tahun.

“SMI lebih konservatif, hati-hati, dan main aman. Fokusnya di kestabilan ekonomi makro, supaya sistemnya tetap kuat. Tapi kadang karena terlalu hati-hati, uangnya malah nggak muter di masyarakat,” paparnya.

Sedangkan Purbaya, katanya, justru berani ambil risiko, kayak jor-joran untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dari bawah. Purbaya melihat ekonomi harus tumbuh dengan melibatkan masyarakat secara langsung, bukan sekadar menambah beban lewat pajak.

“Misalnya, ia mendorong penyaluran dana ke bank-bank nasional agar bisa terserap oleh masyarakat. Itu menunjukkan semangat ekonomi yang lebih progresif dan inklusif,” papar Sarah.

Baca juga:

Menkeu Purbaya Respons Prediksi ‘Kota Hantu’ IKN: Jangan Percaya Media Asing!

Purbaya juga, katanya, lebih transparan dan komunikatif dalam berkomunikasi di publik. Apa yang disampaikan Purbaya selalu dengan data, tapi tetap sederhana dan mudah dimengerti masyarakat. Gaya Purbaya seperti itu, ucapnya, juga lebih terbuka dan bisa dibilang cocok sama generasi muda, atau ‘Gen Z’ gitu lah.

“Purbaya tak cuma ngomong, tapi juga turun langsung ke lapangan, dukung UMKM, dan mendorong masyarakat buat belanja produk lokal. Jadi kelihatan banget kerja nyatanya,” ujar Sarah.

Gaya Komunikasi Teknokratis VS Ceplas Ceplos: Publik Menunggu Hasil

Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Keanggotaan dan Organisasi Andreas Pareira menyampaikan, SMI dalam bidang fiskal adalah seorang teknokratis. Karena itu, SMI cenderung memiliki disiplin fiskal yang ketat dan komunikasi publik dengan bahasa akademis yang jelas terukur.

“Sementara Purbaya menonjol dengan gaya yang ceplas-ceplos ‘terkesan’ pro rakyat atau lebih dikenal dengan gaya yang populis,” papar Andreas.

Baca juga:

Purbaya Soal Pernyataan Whoosh Jokowi : “Ada Betulnya Juga Sedikit”

Pakar komunikasi dari Politeknik Negeri Jakarta Cecep Gunawan menyampaikan, dari sisi komunikasi, Purbaya menunjukkan komunikasi simbolik. Artinya, cara Purbaya berbicara mempunyai makna moral, menunjukkan keberanian dan tanggung jawab sebagai pejabat publik.

“Gaya seperti ini penting untuk membangun kepercayaan publik, karena masyarakat butuh pemimpin yang jujur dan berani bicara apa adanya,” kata Cecep.

Namun, Andreas mengkritisi. Baginya persoalan gaya komunikasi adalah nomor kesekian. Terpenting, adalah apa yang dikerjakan dirasakan manfaatnya oleh rakyat.

“SMI sudah 3 periode menjadi menkeu sudah kita ketahui hasilnya. Purbaya hampir 2 bulan jabat menkeu. Kita tunggu apa hasilnya. Kalau tidak ada hasil kongkrit dengan gaya yang ditampilkan, saya duga akan mental juga, tidak akan lama bertahan,” pungkasnya.

Laporan: Rachma Putri, Yassir Fuady, Muhammad Hamidan

Artikel ini ditulis oleh:

Erobi Jawi Fahmi
Eka Permadhi

Yusril Beber Fakta Mengejutkan, Judi Online Lebih Besar dari Korupsi

Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra (kiri) dan Wakil Menteri Kumham Imipas Otto Hasibuan (kanan) memberikan keterangan dalam konferensi pers Rapat Koordinasi dengan Bareskrim terkait Pembahasan Tindak Lanjut Penangkapan Massa Pasca-Aksi Demonstrasi akhir Agustus 2025 di Kantor Kemenko Kumham Imipas, Jakarta, Jumat (26/9/2025). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/rwa.
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra (kiri) dan Wakil Menteri Kumham Imipas Otto Hasibuan (kanan) memberikan keterangan dalam konferensi pers Rapat Koordinasi dengan Bareskrim terkait Pembahasan Tindak Lanjut Penangkapan Massa Pasca-Aksi Demonstrasi akhir Agustus 2025 di Kantor Kemenko Kumham Imipas, Jakarta, Jumat (26/9/2025). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/rwa.

Jakarta, aktual.com – Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menkokumhamimipas) Yusril Ihza Mahendra mengungkap fakta mengejutkan terkait besarnya perputaran uang hasil judi online (judol) di Indonesia. Menurutnya, nilai uang yang beredar dari praktik haram itu bahkan melampaui hasil kejahatan korupsi.

“Dan kita ketahui bahwa uang yang beredar terkait dengan perjudian itu besar ya, mungkin lebih besar daripada uang hasil korupsi,” ujar Yusril usai menghadiri acara di kantor Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Jakarta, Selasa (4/11/2025).

Meski begitu, Yusril menyebut perputaran uang tertinggi dari tindak kejahatan masih dipegang oleh kasus narkoba. Namun, tiga jenis kejahatan besar — korupsi, judi online, dan narkoba — kata Yusril, harus diberantas tanpa pandang bulu.

“Karena itu harus menjadi perhatian kita bersama. Persoalan korupsi, persoalan judi online dan persoalan narkoba memang harus kita ambil langkah-langkah tegas dan sistematik, tanpa pandang bulu,” tegas Yusril.

Lebih lanjut, Yusril menyebut Presiden Prabowo Subianto juga menaruh perhatian serius terhadap maraknya praktik judi online. Bahkan, isu ini sempat disinggung Kepala Negara dalam KTT Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) di Korea Selatan.

“Kemarin di sidang APEC beliau (Prabowo) mengatakan bahwa belasan triliun, belasan miliar dolar uang kita itu, negara dirugikan setiap tahunnya akibat judi online,” ungkap Yusril.

Sementara itu, PPATK mencatat transaksi keuangan terkait judi online hingga Oktober 2025 mencapai Rp155 triliun, menurun dari total transaksi tahun 2024 yang menembus Rp359 triliun.

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menjelaskan, penurunan tersebut hasil kolaborasi erat antara pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan.

“Kolaborasi seperti yang Pak Menko sampaikan tadi kita lakukan dengan sangat kuat. Ini memang ada komitmen kita bersama untuk melaksanakan arahan Pak Presiden,” kata Ivan.

Yusril menegaskan, pemberantasan kejahatan-kejahatan besar itu akan menjadi prioritas pemerintah sesuai dengan visi Asta Cita Presiden Prabowo Subianto — membangun negara bersih, berdaulat, dan berintegritas.

Berita Lain