24 Desember 2025
Beranda blog Halaman 242

Harga Emas Pegadaian Kompak Turun

Ilustrasi - Warga mencari informasi ketersediaan emas ANTAM di Butik Emas Logam Mulia ANTAM kompleks DP Mall, Semarang, Jawa Tengah, Kamis (4/9/2025). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/nz.
Ilustrasi - Warga mencari informasi ketersediaan emas ANTAM di Butik Emas Logam Mulia ANTAM kompleks DP Mall, Semarang, Jawa Tengah, Kamis (4/9/2025). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/nz.

Jakarta, aktual.com – Harga emas yang dikutip dari laman resmi Sahabat Pegadaian di Jakarta, Selasa (28/10), menunjukkan dua produk logam mulia yakni buatan UBS dan Galeri24 yang mengalami penurunan harga.

Sedangkan untuk harga emas Antam, hingga berita diturunkan, tetap tidak ditampilkan dalam laman resmi Sahabat Pegadaian.

‎Harga jual emas Galeri24 turun menjadi Rp2.428.000 dari awalnya Rp2.443.000 per gram, begitu pula emas UBS yang ikut turun menjadi Rp2.437.000 dari semula dibanderol dengan harga Rp2.452.000 per gram.

‎Emas Galeri24 dijual dengan kuantitas 0,5 gram hingga 1.000 gram atau 1 kilogram. Sementara emas UBS dijual dengan kuantitas 0,5 gram hingga 500 gram.

Berikut daftar lengkap harga emas masing-masing produk:

‎Harga emas UBS:

‎- Harga emas UBS 0,5 gram: Rp1.318.000

‎- Harga emas UBS 1 gram: Rp2.437.000

‎- Harga emas UBS 2 gram: Rp4.835.000

‎- Harga emas UBS 5 gram: Rp11.949.000

‎- Harga emas UBS 10 gram: Rp23.771.000

‎- Harga emas UBS 25 gram: Rp59.312.000

‎- Harga emas UBS 50 gram: Rp118.379.000

‎- Harga emas UBS 100 gram: Rp236.664.000

‎- Harga emas UBS 250 gram: Rp591.484.000

‎- Harga emas UBS 500 gram: Rp1.181.574.000

‎Harga emas Galeri24:

‎- Harga emas Galeri24 0,5 gram: Rp1.274.000

‎- Harga emas Galeri24 1 gram: Rp2.428.000.

‎- Harga emas Galeri24 2 gram: Rp4.782.000

‎- Harga emas Galeri24 5 gram: Rp11.868.000

‎- Harga emas Galeri24 10 gram: Rp23.672.000

‎- Harga emas Galeri24 25 gram: Rp59.033.000

‎- Harga emas Galeri24 50 gram: Rp117.973.000

‎- Harga emas Galeri24 100 gram: Rp235.828.000

‎- Harga emas Galeri24 250 gram: Rp589.280.000

‎- Harga emas Galeri24 500 gram: Rp1.177.979.000

‎- Harga emas Galeri24 1.000 gram: Rp2.355.956.000.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Walhi Sebut Perpres 109 2025 “Jurus Mabuk” Pemerintah Atasi Darurat Sampah

Kepala Perencanaan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Tubagus Soleh Ahmad saat diskusi aktual forum bertajuk “Evaluasi Setahun Prabowo-Gibran: Menakar Kebijakan Ekonomi, Hukum, Politik, dan Lingkungan” yang diselenggarakan oleh aktual.com, di Café Hartaka, Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu (25/10). Aktual/TINO OKTAVIANO

Jakarta, aktual.com – 10 Oktober 2025, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109 Tahun 2025. Tentang Penanganan Sampah Perkotaan Melalui Pengelolaan Sampah Menjadi Energi Terbarukan (PSEL). Tubagus Soleh Ahmadi Kepala Divisi Perencanaan Walhi menilai ini adalah langkah yang keliru dan paradoks besar dari Presiden.

“Pertama: Perpres ini akan melanggengkan sampah untuk terus dihasilkan, alih-alih mengurangi sampah mulai dari hulu sesuai dengan amanah UU 18 tahun 2008 dengan Perpres ini justru akan terus dihasilkan,” kata Tubagus kepada aktual.com, Selasa (28/10).

Tubagus menjelaskan, Perpres ini juga membuat peraturan-peraturan yang telah ada dan cukup baik terutama dalam pembatasan sampah di level sumber justru mengalami kemunduran. PSEL akan “memaksa” kabupaten/kota untuk terus menghasilkan sampah.

Kedua, Perpres ini secara sadar ditujukan untuk mengatasi situasi kedaruratan sampah di Indonesia yang menyebabkan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan. Namun pemerintah lupa problem lingkungan hidup dimulai ketika sampah itu sudah dihasilkan atau sumber sampah yang merupakan asal timbulan sampah.

“Sementara yang dimaksud teknologi ramah lingkungan dalam UU 18 tahun 2008 adalah merupakan teknologi yang dapat mengurangi timbulan sampah sejak awal proses produksi. Selanjutnya ini tidak bisa dipisahkan dengan pasal 15 UU tersebut yakni ‘Produsen wajib mengelola kemasan dan atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam’ yang artinya pemerintah melepas tanggang jawab produsen,” paparnya.

Ketiga, pelepasan tanggung jawab produsen berkonsekuensi pada pembebanan biaya pembangunan PSEL kepada anggaran pemerintah daerah. hal yang sama di dalam Perpres yang menyatakan kriteria PSEL berdasarkan ketersediaan APBD.

“APBD yang seharusnya bertanggang jawab pada pemenuhan hak dasar rakyat justru dibebankan untuk ‘mencuci dosa’ para produsen sampah.” tegasnya.

Tubagus menambahkan terdapat kekeliruan presiden dalam menurunkan perintah UU 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

“Perpres ini harus dicabut karena akan menjadi rujukan tidak tepat kepada pemerintah daerah dalam mengatasi kondisi darurat sampah, yang penyebab utamanya adalah pemerintah pusat yang tidak tegas kepada para produsen sampah,” tegasnya.

Ia juga mengkritik pernyataan Perpres ini yang mengatakan bahwa situasi kedaruratan sampah akibat timbunan sampah dalam jumlah besar disebabkan oleh mekanisme pengelolaan sampah yang tidak berjalan memadai tidak benar sepenuhnya, dan merupakan upaya pengaburan tanggung Jawab.

“Sebab problem utamanya adalah pemerintah tidak berani tegas menjalankan Undang-Undang Pengelolaan Sampah, terutama kepada para produsen. Sehingga Tubagus berharap pemerintah daerah tidak begitu saja mengikuti solusi pemerintah pusat,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka Permadhi

Kemenko PM Dorong Keterlibatan Perempuan di Kepengurusan Kopdes Merah Putih

Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat A Muhaimin Iskandar bersama Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Arifatul Choiri Fauzi mengadakan konperensi pers terkait program pemberdayaan perempuan di desa, di Gedung Kemenko Pemberdayaan Masyarakat, Jakarta, Senin (28/10/2025). Foto: Nur Aida Nasution/Aktual.com

Jakarta, Aktual.com – Kementerian Koordinator Pemberdayaan Masyarakat (Kemenko PM) mendorong keterlibatan perempuan dalam kepengurusan Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih. Hal ini bertujuan agar perempuan bisa ikut mengelola aspek ekonomi dan pengambilan keputusan di level desa.

“Keterlibatan perempuan bukan sekadar administratif, tetapi mengelola koperasi dan usahanya. Paling tidak pengurus Kopdes Merah Putih harus ada unsur perempuan. Supaya mereka memiliki peran aktif,” kata Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat, A Muhaimin Iskandar, di Gedung Kemenko PM, Jakarta, Senin (27/10/2025).

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifatul Choiri Fauzi, menyampaikan kebijakan tersebut sudah masuk secara nomenklatur agar perempuan mengelola operasional koperasi.

“Secara teknis, perempuan di koperasi sudah aktif menjalankan kegiatan dan berperan penting dalam manajemen,” ucapnya.

Menurutnya, keterlibatan perempuan akan memperkuat kapasitas dan pemberdayaan ekonomi di desa. Sehingga memberi perempuan kesempatan untuk ikut memengaruhi keputusan strategis koperasi secara nyata.

Selain mendorong keterlibatan perempuan di kepengurusan Kopdes, Cak Imin menyampaikan, pihaknya juga meminta Permodalan Nasional Madani (PNM) untuk mendukung pembiayaan, pembangunan kapasitas, serta pemasaran bagi anggota koperasi perempuan di desa.

“Melalui PNM, kami mendorong perempuan naik kelas dan produknya lebih mudah dipasarkan,” jelas Cak Imin.

Dengan bantuan dari PNM, pihaknya juga berharap bisa mendorong pelaku UMKM untuk menghasilkan produk yang lebih sehat untuk masyarakat di desa.

Laporan: Nur Aida Nasution dan Muhammad Hamidan

Artikel ini ditulis oleh:

Eroby Jawi Fahmi

Tolak Dispensasi Nikah Dini, Kemen PPPA Siapkan Pemberdayaan Perempuan di Sektor Ekonomi

Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat A Muhaimin Iskandar bersama Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Arifatul Choiri Fauzi mengadakan konperensi pers terkait program pemberdayaan perempuan di desa, di Gedung Kemenko Pemberdayaan Masyarakat, Jakarta, Senin (28/10/2025). Foto: Rachma Putri/Aktual.com

Jakarta, Aktual.com – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menolaknya adanya dispensasi praktik nikah dini. Demi melindungi perempuan dan anak dari pernikahan dini, Kemen PPPA menyiapkan program yang dapat memberdayakan perempuan di sektor ekonomi.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifatul Choiri Fauzi menyampaikan, praktik nikah dini tidak bisa menjadi jalan keluar. Apapun alasan yang mendasari pernikahan dini, menurutnya, masih ada solusi lain yang lebih baik.

“Kami tidak sepakat ada dispensasi praktik nikah dina. Nikah dini tidak bisa menjadi jalan keluar, karena anak-anak masih bisa dibina,” katanya di Jakarta, Senin (27/10/2025).

Sebelumnya, Kepala DP3AP2KB Kabupaten Jepara, Jawa Tenga, Mudrikatun, menyampaikan ada 263 permohonan dispensasi nikah dini sepanjang tahun 2025. Mayoritas pemohon berusia 17–18 tahun, dengan jumlah perempuan mencapai 224 orang dan laki-laki hanya 39 orang. Dari total pengajuan itu, 99 kasus disebabkan kehamilan dan 93 kasus untuk menghindari zina.

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Pernikahan menetapkan usia minimal menikah adalah 19 tahun bagi pria dan wanita. Karena itu, kata Arifatul, pihaknya tidak bisa memberikan izin menikah bagi yang berumur di bawah 19 tahun.

Menurutnya, masyarakat memiliki peran penting untuk mencegah pergaulan bebas dan membangun kepedulian sosial bersama. “Kita ingin lingkungan yang saling menjaga, bukan membiarkan anak-anak menikah di usia dini,” tuturnya.

Dengan begitu, harap Arifatul, bisa memperkuat solidaritas masyarakat untuk melindungi generasi muda Indonesia. “Kalau semua pihak peduli, pernikahan dini bisa kita tekan dan masa depan anak tetap terjaga,” ucapnya.

Arifatul menyampaikan, pemerintah tengah menyiapkan program pemberdayaan di sektor ekonomi demi melindungi perempuan dan remaja dari pernikahan dini. Program ini mencakup pembiayaan, capacity building, pemasaran, hingga permodalan.

“Upaya ini agar perempuan dan remaja bisa berdaya tanpa harus menikah muda,” ujarnya.

Hal inilah yang menjadi pembahasan bersama antara Kemen PPPA dengan Kementerian Koordinator Pemberdayaan Masyarakat (PM). Arifatul menyampaikan, pihaknya bersama Kemenko PM bersepakat untuk membangun pemberdayaan perempuan dari desa di sektor ekonomi.

Bahkan, pihaknya juga berencana menggandeng kementerian lainnya untuk bersama-sama menyelesaikan persoalan masyarakat di tingkat desa. Selain pemberdayaan perempuan di sektor ekonomi juga penuntasan kekurangan gizi (stunting), dan kekerasan dalam rumah tangga.

Laporan: Rachma Putri dan Muhammad Hamidan

Artikel ini ditulis oleh:

Eroby Jawi Fahmi

Status sebagai IRT di KTP Jadi Kendala Perempuan Akses Modal Usaha

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifatul Choiri Fauzi. Foto: Nur Aida Nasution/Aktual.com

Jakarta, Aktual.com – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifatul Choiri Fauzi, menyoroti kendala identitas hukum di KTP yang menghambat perempuan pelaku UMKM dalam mengakses modal usaha. Ia menyebut banyak perempuan kesulitan memperoleh kredit karena status di KTP masih tercatat sebagai ibu rumah tangga (IRT).

Menurutnya, lembaga keuangan sering menolak pengajuan pinjaman karena menilai status tersebut menunjukkan tidak adanya penghasilan tetap.

“Banyak perempuan ditolak saat mengajukan pinjaman karena di KTP tertulis ibu rumah tangga, bukan pelaku usaha,” ujar Arifatul saat ditemui di Kedung Kemenko Pemberdayaan Masyarakat, Jakarta, Senin (27/10/2025).

Arifatul menjelaskan, hambatan administratif ini membuat banyak perempuan tidak diakui sebagai wirausaha, meski memiliki kegiatan ekonomi produktif. Akibatnya, peluang mereka untuk mengembangkan usaha menjadi terbatas karena tidak bisa mengakses pembiayaan dari lembaga keuangan resmi.

Pihaknya kini tengah berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri dan sejumlah kementerian terkait untuk mencari solusi perubahan nomenklatur tersebut. Langkah ini diharapkan dapat membuka peluang yang lebih luas bagi perempuan agar diakui sebagai pelaku usaha produktif.

Menurutnya, perubahan data kependudukan menjadi langkah awal penting untuk menciptakan kesetaraan akses ekonomi antara laki-laki dan perempuan. “Kami ingin memastikan perempuan pelaku UMKM bisa tercatat secara hukum sebagai wirausaha aktif, bukan sekadar ibu rumah tangga,” jelasnya.

Arifatul juga menyampaikan, untuk mengatasi persoalan identitas hukum tersebut penting adanya sinergi lintas kementerian. Karena itu, program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Permodalan Nasional Madani (PNM) akan diperkuat agar lebih inklusif bagi perempuan pelaku UMKM.

Ketua Umum PP Muslimat NU 2025-2030 ini berharap revisi status hukum di KTP menjadi langkah nyata pemerintah mendorong kemandirian ekonomi perempuan.

“Perempuan memiliki peran besar dalam ekonomi keluarga, sehingga mereka harus difasilitasi secara setara,” tutupnya.

Laporan: Nur Aida Nasution

Artikel ini ditulis oleh:

Eroby Jawi Fahmi

Astrid Uya Kuya Pertanyakan Anggaran Safe House di RAPBD DKI Jakarta 2026

Rapat antara Komisi E DPRD DKI Jakarta dengan Dinas Pemberdayaan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) Provinsi DKI Jakarta, di Gedung DPRD DKI Jakarta, Kamis (27/10/2025). Foto: Yassir Fuady/Aktual.com

Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta, Astrid Uya Kuya, mempertanyakan absennya anggaran untuk rumah aman (safe house) dalam rapat Rancangan APBD 2026 bersama Dinas Pemberdayaan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (PPAPP).

“Saya cek anggarannya ada di mana ya, karena ini sesuatu yang penting banget untuk PPAPP,” ujarnya di Gedung DPRD DKI Jakarta, Kamis (27/10/2025).

Istri dari Anggota DPR RI Uya Kuya ini menyoroti kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan Pemprov DKI Jakarta apakah juga berdampak pada anggaran untuk Safe House.

Politisi PAN ini khawatir akan ada pemotongan anggaran untuk Safe House. Padahal, Safe house menjadi tempat perlindungan vital bagi korban kekerasan, khususnya anak dan perempuan.

“Jangan sampai karena ada efisiensi, korban belum selesai masalahnya sudah dikembalikan,” tegas Astrid.

Menurutnya, masyarakat di wilayah padat, seperti Jakarta, mengandalkan safe house untuk keselamatan penyintas. “Karena anggarannya dikurangi, ga bisa lagi ditempatkan di rumah aman,” ungkapnya.

Astrid pun menuntut kejelasan anggaran untuk menjaga keberlangsungan layanan safe house. Terlebih, menurut data yang diterimanya ada lonjakan kasus kekerasan anak dan perempuan. Sementara, keberadaan safe house hanya mampu menampung sebagian kecil penyintas.

“Akhirnya korban sudah dikembalikan lagi ke lingkungan yang ada predatornya,” kata Astrid, memperingatkan dampak buruk.

Karena itu, ia mendesak Pemprov DKI agar memprioritaskan anggaran untuk perlindungan penyintas. Hal ini diperlukan agar kebijakan yang diputuskan tidak mengorbankan kelompok rentan di masyarakat yang membutuhkan perlindungan.

Laporan: Yassir Fuady

Artikel ini ditulis oleh:

Eroby Jawi Fahmi

Berita Lain