24 Desember 2025
Beranda blog Halaman 243

Astrid Uya Kuya Pertanyakan Anggaran Safe House di RAPBD DKI Jakarta 2026

Rapat antara Komisi E DPRD DKI Jakarta dengan Dinas Pemberdayaan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) Provinsi DKI Jakarta, di Gedung DPRD DKI Jakarta, Kamis (27/10/2025). Foto: Yassir Fuady/Aktual.com

Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta, Astrid Uya Kuya, mempertanyakan absennya anggaran untuk rumah aman (safe house) dalam rapat Rancangan APBD 2026 bersama Dinas Pemberdayaan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (PPAPP).

“Saya cek anggarannya ada di mana ya, karena ini sesuatu yang penting banget untuk PPAPP,” ujarnya di Gedung DPRD DKI Jakarta, Kamis (27/10/2025).

Istri dari Anggota DPR RI Uya Kuya ini menyoroti kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan Pemprov DKI Jakarta apakah juga berdampak pada anggaran untuk Safe House.

Politisi PAN ini khawatir akan ada pemotongan anggaran untuk Safe House. Padahal, Safe house menjadi tempat perlindungan vital bagi korban kekerasan, khususnya anak dan perempuan.

“Jangan sampai karena ada efisiensi, korban belum selesai masalahnya sudah dikembalikan,” tegas Astrid.

Menurutnya, masyarakat di wilayah padat, seperti Jakarta, mengandalkan safe house untuk keselamatan penyintas. “Karena anggarannya dikurangi, ga bisa lagi ditempatkan di rumah aman,” ungkapnya.

Astrid pun menuntut kejelasan anggaran untuk menjaga keberlangsungan layanan safe house. Terlebih, menurut data yang diterimanya ada lonjakan kasus kekerasan anak dan perempuan. Sementara, keberadaan safe house hanya mampu menampung sebagian kecil penyintas.

“Akhirnya korban sudah dikembalikan lagi ke lingkungan yang ada predatornya,” kata Astrid, memperingatkan dampak buruk.

Karena itu, ia mendesak Pemprov DKI agar memprioritaskan anggaran untuk perlindungan penyintas. Hal ini diperlukan agar kebijakan yang diputuskan tidak mengorbankan kelompok rentan di masyarakat yang membutuhkan perlindungan.

Laporan: Yassir Fuady

Artikel ini ditulis oleh:

Eroby Jawi Fahmi

KPK Ungkap Penyelidikan Dugaan Mark Up Kereta Whoosh Sudah Dimulai

Proyek-Kereta Cepat Jakarta-Bandung

Jakarta, aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya buka suara soal isu dugaan mark up dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh. Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, memastikan bahwa perkara tersebut memang sedang ditangani lembaganya dan telah masuk ke tahap penyelidikan sejak awal tahun.

Meski begitu, ia menegaskan prosesnya masih berjalan dan belum bisa diungkap secara rinci. “Ya benar, jadi perkara tersebut saat ini sedang dalam tahap penyelidikan di KPK. Karena masih di tahap penyelidikan, informasi detil terkait progres atau perkembangannya belum bisa kami sampaikan secara rinci,” ujar Budi.

Menurutnya, tim penyelidik masih terus mengumpulkan keterangan dari berbagai pihak untuk memperkuat data dan bukti. KPK juga membuka ruang bagi masyarakat yang memiliki informasi tambahan terkait dugaan penyimpangan dalam proyek transportasi nasional itu.

“Kami mengimbau kepada masyarakat siapapun yang memiliki informasi atau data bisa menyampaikan kepada KPK. Setiap informasi yang masuk tentu bisa menjadi pengayaan bagi tim untuk menelusuri dan mengungkap perkara ini,” jelasnya.

Budi menepis anggapan bahwa penyelidikan berjalan lambat karena kendala di lapangan. Ia mengatakan proses hukum seperti ini memang membutuhkan waktu agar hasilnya solid. “Sejauh ini tidak ada kendala. Kita berikan ruang dan waktu pada proses penegakan hukum yang sedang berjalan di KPK supaya benar-benar firm dalam menemukan informasi maupun keterangan yang dibutuhkan oleh tim,” ujarnya.

Meski begitu, Budi enggan membeberkan lebih jauh apakah penyelidikan ini benar berfokus pada dugaan mark up yang ramai dibicarakan publik. “Itu masuk ke materi penyelidikan, sehingga kami belum bisa menyampaikan substansi perkara ini,” katanya.

Ia juga belum bisa memastikan siapa saja pihak yang sudah dimintai keterangan, termasuk apakah jajaran direksi PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) sudah diperiksa. “Untuk tahap penyelidikan, kami tidak mempublikasikan pihak-pihak yang diminta keterangan maupun kegiatan lain yang dilakukan tim,” ucap Budi.

Budi menambahkan, pemeriksaan terhadap sejumlah pihak masih berlangsung dan perkembangannya akan disampaikan secara berkala sebagai bentuk keterbukaan kepada publik. Saat ditanya apakah jumlah orang yang diperiksa sudah mencapai belasan atau puluhan, Budi menolak menjawab.

“Belum bisa, itu termasuk yang belum bisa kami sampaikan. Namun kami pastikan, KPK terus menelusuri melalui pihak-pihak yang diduga mengetahui dan memiliki informasi untuk memperjelas perkara ini,” katanya.

Nama-nama besar pun ikut terseret dalam isu ini, termasuk mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang ikut mengawasi proyek KCJB, serta mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meresmikan peluncuran Whoosh kala itu. Namun, Budi belum bisa memastikan apakah Luhut, Jokowi, dan mantan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Republik Indonesia Mahfud MD akan dimintai keterangan.

“Ya, ini masih terus berprogres ya, artinya sudah dimulai diawali sejak awal tahun dan tentunya ini masih terus berjalan ya,” ujarnya.

Selain itu, KPK juga membuka diri terhadap informasi dari siapa pun, termasuk Mahfud MD yang sempat menyinggung dugaan masalah dalam proyek tersebut. “KPK sangat terbuka kepada pihak mana pun yang memiliki informasi, data, atau keterangan terkait perkara ini. Silakan disampaikan ke KPK melalui email, WBS, atau saluran pengaduan lainnya. Kami sangat terbuka,” kata Budi.

Budi juga belum bisa memastikan apakah penyelidikan akan rampung sebelum akhir tahun ini. Menurutnya, tim masih bekerja dan publik diminta bersabar menunggu hasil akhirnya. “Mari kita kawal bersama dan siapa pun yang memiliki data atau informasi pendukung bisa menyampaikannya ke KPK,” ujarnya.

Saat ditanya apakah penyelidikan ini terkait kerugian negara, Budi menegaskan hal tersebut masih menjadi bagian dari materi yang belum bisa dibuka ke publik. “Itu termasuk materi penyelidikan, jadi kami masih fokus dulu untuk menemukan unsur-unsur peristiwanya. Kita fokus dulu di situ,” tutupnya.

Penulis: Achmad

Artikel ini ditulis oleh:

Eka Permadhi

Kuasa Hukum Nadiem Makarim Ungkap Grup WhatsApp “Mas Menteri Core Team”

Tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan alat TIK berupa laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) periode 2019–2022, Nadiem Makarim, menyapa awak media di Gedung Jampidsus Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (14/10/2025). ANTARA/Nadia Putri Rahmani
Tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan alat TIK berupa laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) periode 2019–2022, Nadiem Makarim, menyapa awak media di Gedung Jampidsus Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (14/10/2025). ANTARA/Nadia Putri Rahmani

Jakarta, aktual.com – Kuasa hukum Nadiem Makarim, Tabrani Abby, mengungkap isi percakapan dalam grup WhatsApp “Mas Menteri Core Team” yang sempat menjadi sorotan dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Ia menjelaskan, grup tersebut memang sudah ada sebelum Nadiem dilantik sebagai menteri, namun baru dibentuk setelah adanya komunikasi antara Nadiem dan Presiden Jokowi terkait penunjukannya sebagai Menteri Pendidikan.

Tabrani mengatakan, grup itu dibuat untuk menampung gagasan tentang peningkatan mutu pendidikan melalui teknologi. Menurutnya, isi percakapan dalam grup hanya seputar pertukaran ide dan strategi kebijakan pendidikan, tanpa ada pembahasan mengenai Chromebook.

“Grup itu hanya untuk bertukar gagasan sebenarnya, apa yang harus dipersiapkan sebelum dan sesudah diangkat sebagai menteri,” kata Tabrani Abby di kantor MR & P Law Office, Jakarta Selatan, Senin, 27 Oktober 2025.

Ia menjelaskan, topik yang dibahas lebih banyak berkaitan dengan arah kebijakan pendidikan, penggunaan data PISA (Programme for International Student Assessment), serta kemungkinan pemanfaatan tablet dari dana BOS bila Nadiem resmi menjabat. “Konteksnya bagaimana meningkatkan pendidikan dengan menggunakan teknologi,” ujarnya.

Tabrani menegaskan tidak ada niat jahat di balik pembentukan grup tersebut. Grup WhatsApp itu dibuat pada Agustus 2019, sedangkan pelantikan Nadiem sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi berlangsung pada 23 Oktober 2019.

“Di WA itu sebenarnya kami punya ada seribu lembar lebih ya percakapan itu yang terecord yang sempat kami print, tidak ada satu pun menyebut Chrome atau Chromebook,” katanya.

Ia menambahkan, pembahasan soal Chromebook baru muncul pada 6 Mei 2020, setelah Nadiem resmi menjadi menteri. Ia juga menyebut anggota grup terdiri dari sejumlah tokoh di bidang pendidikan dan teknologi, seperti Jurist Tan dan Fiona Handayani yang kemudian menjadi staf khusus Mendikbudristek, serta Najelaa Shihab dari Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK).

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam konferensi pers pada 15 Juli 2025 menyatakan grup “Mas Menteri Core Team” digunakan Nadiem untuk membahas program digitalisasi pendidikan, termasuk pengadaan Chromebook, padahal saat itu ia belum resmi menjadi menteri. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Abdul Qohar, mengatakan keputusan mengenai Chromebook disebut muncul dalam rapat daring pada 6 Mei 2020.

“Sedangkan saat itu pengadaan belum ada,” kata Qohar.

Menanggapi hal itu, Tabrani menegaskan kembali bahwa grup tersebut dibuat jauh sebelum munculnya pembahasan tentang pengadaan laptop. “Sebenarnya ini sudah beberapa kali disampaikan juga dalam media mainstream oleh Pak Nadiem. Bahwasannya WA Group itu dibuat sebelum Pak Nadiem menjadi Menteri,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa grup itu sempat beberapa kali berganti nama sebelum akhirnya disebut “Menteri Core Team”. Grup dibuat pada 28 Agustus 2019 sebagai wadah untuk membahas ide dan konsep teknologi pendidikan jika Nadiem dipercaya menjadi menteri.

“Saya mau tegaskan, bahwasannya, WA Group itu dibuat untuk mendiskusikan ide dan gagasan tentang penggunaan teknologi di bidang pendidikan,” ucapnya lagi.

Selain inovasi teknologi, grup tersebut juga menyinggung kebijakan zonasi, pelaksanaan PISA, serta peningkatan kesejahteraan guru. Sementara pembahasan soal Chromebook baru terjadi ketika pandemi COVID-19, saat pemerintah mencari perangkat yang cocok untuk mendukung pembelajaran jarak jauh.

Dalam kesempatan itu, Tabrani juga membantah klaim Kejaksaan Agung mengenai kerugian negara sebesar Rp1,98 triliun. Ia mengatakan pihaknya belum mengetahui asal-usul pasti dari angka tersebut.

“Sebenarnya dari kami sendiri belum tahu angka Rp1,98 triliun persisnya dari mana. Kalau dari pemberitaan itu kan (asalnya) dari pengadaan CDM, kedua dari kelebihan biaya pengadaan laptopnya,” ujarnya.

Ia menambahkan, hingga kini tim kuasa hukum belum menerima laporan hasil pemeriksaan resmi dari BPKP mengenai nilai kerugian negara. “Jadi, kalau ditanya berapa kerugiannya, kami juga belum tahu ya. Yang kami memang tahu, saat ini kerugian itu sedang dihitung oleh BPKP,” katanya.

Kasus pengadaan Chromebook ini bermula dari program digitalisasi pendidikan senilai Rp9,3 triliun untuk pengadaan 1,2 juta unit laptop. Program tersebut bertujuan mendukung pembelajaran jarak jauh di sekolah, namun menuai kritik karena masih bergantung pada jaringan internet yang belum merata.

Kejaksaan Agung menyebut negara merugi Rp1,98 triliun dan telah menetapkan lima tersangka, yaitu mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim, mantan staf khusus Jurist Tan, konsultan teknologi Ibrahim Arief, Direktur SMP periode 2020–2021 Mulyatsyah, dan Direktur SD periode yang sama Sri Wahyuningsih.

Penulis: Achmad

Artikel ini ditulis oleh:

Eka Permadhi

Hati-hati! Kamboja Bukan Tempat Aman bagi Pekerja Migran Indonesia

Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat A Muhaimin Iskandar. Foto: Nur Aida Nasution/Aktual.com

Jakarta, Aktual.com – Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat A Muhaimin Iskandar mengingatkan, Kamboja bukanlah tempat yang aman bagi pekerja migran Indonesia (PMI) untuk bekerja. Hal ini menyusul sejumlah kasus penipuan terhadap ribuan PMI yang akan bekerja di Malaysia namun justru dikirim ke Kamboja tanpa tujuan jelas.

Cak Imin, sapaannya, juga menjelaskan, Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) telah berulang kali menyampaikan bahwa Kamboja bukan negara tujuan resmi bagi PMI. “Karena belum ada sistem yang menjadi bagian dari perlindungan utama. Itu Kamboja,” ungkap Cak Imin di kantornya, Jakarta, Senin (27/10/2025).

Karena itu, ia meminta agar PMI yang berada di Kamboja segera berkoordinasi dengan pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk mendapatkan bantuan. “KBRI di sana selalu membuka diri untuk membantu warga kita. Saya sendiri pernah memantau langsung kondisi mereka,” ucapnya.

Cak Imin menambahkan, saat ini terdapat sekitar seratus ribu warga negara Indonesia yang bekerja di Kamboja, baik di sektor jasa maupun kuliner. “Di sana bahkan ada soto Lamongan, rujak cingur, hingga pecel Madiun. Itu bagian dari pekerja kita yang men-support kebutuhan harian,” jelasnya.

Menurutnya, pemerintah tengah melakukan berbagai langkah untuk mencegah PMI menjadi korban penipuan dan perdagangan manusia. “Kita terus mengampanyekan dan mensosialisasikan bahwa Kamboja bukan tempat aman untuk pekerja migran kita,” ujar Cak Imin

Ia juga menekankan pentingnya kesadaran masyarakat agar tidak mudah tergiur dengan tawaran kerja di luar negeri yang tidak resmi. Ia pun mengimbau masyarakat untuk memahami jalur penempatan resmi sebelum bekerja ke luar negeri.

“Sekali lagi, kepada seluruh warga bangsa yang mau bekerja ke luar negeri, utamakan pemahaman yang utuh agar tidak salah pilih,” pungkasnya.

Sebelumnya, sebanyak 110 warga negara Indonesia yang bekerja di Kamboja terlibat kericuhan saat mencoba melarikan diri dari sebuah perusahaan online scamming berkedok bisnis digital di Kota Chrey Thom, Provinsi Kandal, pada 17 Oktober lalu.

Kementerian P2MI melaporkan, 97 dari 110 WNI melarikan diri dari perusahaan tersebut, sementara 13 lainnya berhasil dikeluarkan dari area kerja.

Bahkan, nasib tragis dialami 7 PMI asal Sumatera Utara yang meninggal sepanjang 2025 karena menjadi korban penipuan online dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Kamboja.

Direktorat Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri mencatat ada 7.027 kasus penipuan online sejak tahun 2021 hingga Februari 2025 yang sebagian memicu terjadinya tindak pidana perdagangan orang.

Dalam periode yang sama juga tercatat 1.508 kasus terindikasi TPPO dengan 92 korban meninggal dalam kurun waktu tiga bulan terakhir dan Sumatera Utara serta Jawa Barat menjadi dua provinsi dengan angka tertinggi.

Sumatera Utara menyumbang sekitar 23 persen kasus sementara Jawa Barat mencatat sekitar 19 persen. Data tersebut menunjukkan, kedua wilayah ini masih menjadi sasaran empuk jaringan eksploitasi tenaga kerja ilegal lintas negara.

Laporan: Rachma Putri

Artikel ini ditulis oleh:

Eroby Jawi Fahmi

Akal Akalan Menutup Bau Busuk Rasuah Kereta Cepat

Presiden RI Prabowo Subianto saat duduk menggunakan kereta cepat "Whoosh" saat bertolak menuju Bandung, Jawa Barat, Rabu malam. Aktual/TIM MEDIA PRESIDEN PRABOWO SUBIANTO

Jakarta, Aktual.com – Tenor pembayaran utang proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) akan diperpanjang dari 40 tahun menjadi 60 tahun. BPI Danantara, sebagai super holding BUMN, dan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), sebagai pengelola proyek, segera bertolak ke China untuk merundingkan restrukturisasi utang dengan China Development Bank (CDB).

Rencana ini muncul usai PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) tidak mampu menanggung beban utang proyek Whoosh sekitar 3,249 miliar dolar AS. Atau setara Rp52,958 triliun dengan asumsi kurs Rp16.300.

Angka tersebut merupakan konversi dari kepemilikan saham 60 persen PT PSBI di PT KCIC. Di mana total biaya proyek itu sebesar 7,22 miliar dolar AS, atau sekitar Rp117,686 triliun. Selain utang pokok, PT PSBI juga tidak mampu membayar beban bunga utang yang mencapai 120,9 juta dolar AS, atau hampir Rp2 triliun per tahun. Dengan kewajiban mega utang tersebut, 4 perusahaan BUMN yang berada di PT PSBI, yakni PT KAI, PT WIKA, PT Jasa Marga, dan PT PTPN 8, mengalami kerugian finansial.

Baca juga:

Adu Cepat Menjinakan Utang Whoosh

Danantara berharap, adanya perpanjangan tenor pembayaran utang maka kewajiban tahunan akan menurun, dan beban keuangan proyek menjadi lebih ringan. Sehingga, PT PSBI mampu mencicil utang proyek tersebut tanpa mengganggu keuangan korporasi 4 BUMN.

Namun, sejumlah kalangan mendesak Pemerintah untuk melakukan audit terhadap proyek KCJB sebelum menegosiasikan restrukturisasi utang. Audit menjadi penting karena membengkaknya biaya proyek (cost overrun) membebani keuangan 4 BUMN di PT PSBI, ada indikasi fraud, dan mark up.

KPK dan Pansus DPR Upaya Bongkar Mark Up whoosh

Analis Ekonomi Politik dan Co-Founder FINE Institute Kusfiardi menyampaikan, membengkaknya biaya proyek mengindikasikan adanya fraud dan mark-up dalam pelaksanaannya. “Kalau langsung restrukturisasi tenor pembayaran utang, maka dugaan adanya fraud dan mark-up tidak terselidiki. Karena itu, harusnya audit dulu biar kredible,” paparnya.

Menurutnya, jika hasil audit benar menemukan adanya fraud dan mark-up, maka PT PSBI bisa meminta negosiasi ulang terhadap semua kesepakatan. Karena itulah, lebih urgen untuk melakukan audit terlebih dahulu terhadap KCJB, ketimbang langsung menegoisasikan restrukturisasi utang.

Baca juga:

Menunggu KPK di Jalur Kereta Cepat

Kusfiardi pun menduga, upaya perpanjangan tenor pembayaran utang hanya akal-akalan untuk menutupi dugaan fraud dan mark-up. “Artinya menutupi masalah biaya yang membengkak. Padahal, persoalan itu menimbulkan ‘risiko fiskal tersembunyi’ karena mengaburkan prinsip B2B,” ujarnya.

Karena itu, Kusfiardi meminta agar KPK turun tangan untuk menyelidiki dugaan fraud, dan mark-up proyek Whoosh. KPK juga bisa meminta audit kepada BPK dan BPKP dengan tujuan tertentu atau investigatif.

“DPR juga harus tegas menyuarakan persoalan ini. DPR bisa membentuk Pansus Whoosh. Sehingga, rekomendasi DPR bisa menjadi bahan untuk KPK menindaklanjutinya. Tapi, semuanya itu membutuhkan adanya audit dulu,” ucapnya.

Baca juga:

Menkeu Purbaya Tolak APBN Digunakan untuk Menanggung Utang Proyek Kereta Cepat Whoosh

Barang Busuk Wosh Kata Luhut

Dugaan ada fraud dan mark-up pada proyek Whoosh beralasan. KPPU membuktikan adanya persekongkolan dalam pengadaan Electric Multiple Unit (EMU) pada proyek tersebut. KPPU bahkan menjatuhkan sanksi administratif berupa denda Rp4 miliar kepada dua perusahaan, yakni PT CRRC Sifang Indonesia dan PT Anugerah Logistik Prestasindo.

Kedua perusahaan itu, terbukti melakukan persekongkolan dalam pengadaan EMU dalam proyek KCJB. Pengadaan meliputi keseluruhan kegiatan jasa untuk EMU, suku cadang, aksesori EMU (barang).

KPPU juga menemukan kedua perusahaan melakukan berbagai tindakan yang tidak sesuai dengan prinsip persaingan usaha yang sehat. Tindakan tersebut dilakukan secara terbuka maupun terselubung dan bertujuan untuk menciptakan persaingan semu dalam proses tender pengadaan barang dan jasa.

Baca juga:

Usai Disentil Mahfud, KPK Buka Pintu Kerja Sama dengan BPK dan PPATK Ungkap Dugaan Korupsi Whoosh

Luhut Binsar Pandjaitan bahkan menyampaikan adanya bau tak sedap di proyek Whoosh. Luhut ikut mengurusi KCJB di era Presiden Jokowi karena menjabat sebagai Kepala Staf Presiden dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Saat rezim Presiden Jokowi itu, ia mengaku ikut berunding dengan China terkait negosiasi proyek tersebut.

“Saya sudah bicara dengan China karena saya yang dari awal mengerjakan itu, karena saya terima sudah busuk itu barang. Kemudian kita coba perbaikin, kita audit, BPKP, kemudian kita berunding dengan China,” beber Luhut dalam acara “1 Tahun Prabowo-Gibran” di Jakarta, dikutip pada Sabtu (18/10/2025).

Septian Hario Seto, anak buah Luhut saat di KSP menyebutkan kenapa proyek itu busuk sejak awal. Menurutnya, ada berbagai masalah dalam proyek tersebut, seperti pembebasan lahan yang tidak optimal sehingga konstruksi pun tidak berjalan maksimal.

Bahkan, soal konektivitas, proyek Whoosh mengorbankan pabrik yang akan dibangun di kawasan industri dilewati jalur kereta cepat.

“Contoh, pemilihan trase membelah kawasan industri. Ada satu perusahaan baru membeli tanah, dia siap bangun, tiba-tiba kena trase Whoosh. Akhirnya pabriknya tidak bisa dibangun,” kata Seto.

Artikel ini ditulis oleh:

Erobi Jawi Fahmi
Eka Permadhi

Rajiv Mangkir dari Panggilan KPK, Pemeriksaan Akan Dijadwal Ulang!

Anggota DPR RI Partai NasDem Rajiv. FOTO: Ist

Jakarta, aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjadwalkan pemeriksaan terhadap anggota DPR dari Partai NasDem, Rajiv, dalam penyidikan kasus dugaan korupsi dana corporate social responsibility (CSR) yang bersumber dari Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pemeriksaan dijadwalkan berlangsung di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Senin, (27/10).

Meski sudah dijadwalkan, Rajiv tidak hadir memenuhi panggilan pemeriksaan. KPK membenarkan ketidakhadiran tersebut setelah dilakukan pengecekan kehadiran saksi di Gedung Merah Putih.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyampaikan bahwa penyidik akan segera menyesuaikan jadwal pemeriksaan berikutnya. “Hari ini tadi kami cek ybs tidak hadir, selanjutnya penyidik akan berkoordinasi untuk agenda penjadwalan pemeriksaan berikutnya,” ujar Budi di Jakarta.

Lebih lanjut, Budi menjelaskan bahwa alasan ketidakhadiran Rajiv masih akan ditelusuri oleh penyidik. “Alasannya nanti akan kami cek apakah ada surat penjadwalan ulang atau seperti apa yang menjadi alasan ketidakhadiran pada jadwal pemeriksaan hari ini,” kata dia.

Rajiv dipanggil bukan sebagai anggota DPR, melainkan dalam kapasitasnya sebagai pihak swasta yang dinilai memiliki informasi penting terkait aliran dana dalam perkara tersebut. Kasus ini merupakan pengembangan dari penyidikan yang telah menjerat dua anggota DPR RI, yakni Heri Gunawan dari Partai Gerindra dan Satori dari Partai NasDem. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka pada 7 Agustus 2025.

Berdasarkan hasil penyidikan, kedua legislator itu diduga menerima dana miliaran rupiah dari BI dan OJK melalui yayasan yang mereka kelola. Dana tersebut dikucurkan dalam bentuk program CSR yang seharusnya digunakan untuk kegiatan sosial.

Komisi XI DPR RI, yang memiliki kewenangan dalam pembahasan dan penetapan anggaran bagi kedua lembaga keuangan negara itu, diduga memanfaatkan kerja sama tersebut untuk mendapatkan aliran dana. Dari BI, setiap anggota Komisi XI disebut memperoleh dana untuk sekitar sepuluh kegiatan sosial setiap tahun, sementara dari OJK jumlahnya lebih banyak, antara delapan belas hingga dua puluh empat kegiatan. Namun, penyidik menduga dana tersebut tidak digunakan sesuai dengan tujuan awal, melainkan disalahgunakan untuk kepentingan pribadi maupun politik.

KPK kini tengah mendalami keterlibatan sejumlah pihak lain dalam dugaan penyimpangan dana CSR tersebut, termasuk kemungkinan adanya pihak swasta yang berperan menyalurkan atau mengelola dana di luar ketentuan. Pemeriksaan terhadap Rajiv diharapkan dapat membuka lebih jauh peran berbagai pihak dalam skema penyaluran dana sosial yang diduga diselewengkan itu.

(Achmat)

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Berita Lain