24 Desember 2025
Beranda blog Halaman 25

OTT KPK di Banten Ungkap Konflik Kepentingan Penegak Hukum, Jaksa Jadi Sorotan

Ilustrasi - Gedung KPK
Ilustrasi - Gedung KPK

Jakarta, Aktual.com — Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Banten pada Rabu (17/12/2025) malam bukan sekadar penindakan rutin. Masuknya seorang oknum jaksa dalam daftar pihak yang diamankan membuka kembali borok lama konflik kepentingan di tubuh aparat penegak hukum.

Jaksa bukanlah pejabat biasa. Ia memegang kendali atas proses penuntutan, memiliki kewenangan menentukan nasib hukum seseorang, sekaligus menjadi mitra strategis KPK dalam pemberantasan korupsi. Ketika kewenangan sebesar itu disalahgunakan, maka yang runtuh bukan hanya hukum, melainkan kepercayaan publik.

Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto membenarkan keterlibatan oknum jaksa tersebut. Ia menyatakan, KPK telah melakukan koordinasi dengan Kejaksaan Agung untuk menghindari benturan antarlembaga dalam penanganan perkara.

“Sudah ada koordinasi dengan Kejaksaan Agung,” ujar Fitroh di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (18/12/2025).

Namun, koordinasi ini justru menimbulkan pertanyaan serius. Publik menuntut jaminan bahwa proses hukum tidak akan terjebak dalam solidaritas korps atau kompromi internal, mengingat posisi jaksa sebagai bagian dari institusi yang juga memiliki kewenangan menindak.

Fitroh enggan mengungkap detail perkara dan meminta publik menunggu hasil pemeriksaan. “Nanti kita lihatlah hasilnya,” katanya.

Sementara itu, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengonfirmasi bahwa dalam OTT tersebut, penyidik mengamankan lima orang dari beberapa lokasi di Banten.

“Benar, ada kegiatan penyelidikan tertutup. Sampai dengan semalam, tim mengamankan lima orang di wilayah Banten,” kata Budi.

KPK kini memiliki waktu 1×24 jam untuk menentukan status hukum pihak-pihak yang diamankan. Fase krusial ini menjadi ujian utama independensi penegakan hukum, terutama ketika salah satu pihak yang terlibat adalah aparat penegak hukum itu sendiri.

Sejarah mencatat, perkara yang melibatkan aparat sering kali menghadapi hambatan serius: tarik-menarik kewenangan, potensi intervensi, hingga upaya perlindungan internal. Dalam konteks inilah OTT Banten menjadi batu uji nyata bagi komitmen bersih-bersih aparat hukum.

Sepanjang 2025, KPK telah menggelar sedikitnya delapan OTT besar. Namun, keterlibatan jaksa dalam OTT kali ini memberi dimensi berbeda. Ini bukan hanya soal korupsi, melainkan soal penyalahgunaan kuasa dan konflik kepentingan struktural.

Ketika jaksa yang seharusnya menuntut pelaku korupsi justru diduga bermain di balik meja, maka seluruh rantai keadilan ikut tercemar. Publik kini menunggu apakah KPK mampu menembus tembok kekuasaan institusional dan menuntaskan perkara ini tanpa kompromi.

OTT Banten menjadi alarm keras bagi Kejaksaan Agung. Lebih dari sekadar sanksi personal, kasus ini menuntut evaluasi menyeluruh atas sistem pengawasan internal, pola relasi jaksa dengan pihak berperkara, serta celah konflik kepentingan yang selama ini dibiarkan mengendap.

Jika tidak ditangani secara transparan dan tuntas, perkara ini berpotensi menjadi preseden buruk—bahwa hukum masih bisa dinegosiasikan oleh mereka yang seharusnya menjaganya.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Yenny Wahid Soroti Tambang untuk Ormas, Nilai Picu Perpecahan dan Rugikan NU

Yenny putri kedua Gusdur
Yenny putri kedua Gusdur

Jakarta, aktual.com – Putri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Yenny Wahid, melontarkan kritik keras terhadap kebijakan pengelolaan tambang yang melibatkan organisasi masyarakat (ormas). Ia menilai kebijakan tersebut justru menghadirkan mudarat besar, terutama ancaman perpecahan di tengah umat.

“Sekarang sudah jelas yang di depan mata ada mudarat yang besar yaitu mudarat perpecahan. Ini yang harus menjadi prioritas utama kita. Saya mendukung seruan Kiai Said (mantan Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj) yang mengatakan mungkin lebih baik tambang diberikan kembali kepada pemerintah,” kata Yenny saat haul ke-16 Gus Dur di Pondok Pesantren Tebuireng, mengutip Antara, Kamis (18/12).

Yenny mengungkapkan, menjelang acara haul tersebut dirinya sempat berkomunikasi dengan Luhut Binsar Pandjaitan. Dalam percakapan itu, mereka membahas dinamika politik nasional, termasuk perkembangan yang terjadi di internal Nahdlatul Ulama (NU).

Menurut Yenny, Luhut secara tegas menyatakan ketidaksetujuannya jika ormas diberi kewenangan mengelola tambang. Sejak awal, kata dia, Luhut bahkan enggan menandatangani kebijakan tersebut karena menilai pengelolaan tambang bukan perkara mudah dan sarat risiko.

Ia menambahkan, Luhut juga mengingatkan bahwa pengelolaan tambang membutuhkan kehati-hatian luar biasa. Jika tidak, hal itu berpotensi memicu konflik dan perpecahan di internal organisasi.

Kondisi ini membuat Yenny merasa prihatin dengan situasi NU saat ini. Ia mengenang, pada masa awal berdiri, NU justru menjadi “tali tambang” yang mengikat dan mempersatukan semua pihak. Namun kini, menurutnya, isu tambang malah berpotensi menjadi ancaman bagi para pemimpin dan soliditas organisasi.

Karena itu, Yenny menyerukan agar NU menjauhkan diri dari hal-hal yang membawa mudarat. Ia menilai, jika pemerintah ingin memberikan dukungan, sebaiknya dilakukan dalam bentuk anggaran yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan umat, seperti membangun sekolah, pondok pesantren, maupun fasilitas sosial lainnya.

“Tapi kalau seperti ini (pengelolaan tambang) mudaratnya jauh lebih besar,” ujarnya.

Yenny juga mengingatkan kembali pesan pendiri NU, KH Hasyim Asy’ari, bahwa NU didirikan di atas semangat persatuan, mahabbah (kasih sayang), dan komitmen menyebarkan ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah.

Ia pun menyampaikan permohonan maaf jika pernyataannya menyinggung sebagian pihak. Namun, menurutnya, kegelisahan tersebut lahir dari kepedulian terhadap kondisi NU saat ini.

Lebih lanjut, Yenny mengungkapkan adanya informasi bahwa terdapat menteri yang bersikeras mendorong pemberian izin tambang kepada organisasi keagamaan tertentu. Bahkan, izin tersebut disebut diberikan kepada ormas yang berafiliasi dengan partai politik.

“Ada teman-teman wartawan yang mengatakan menteri itu memberikan izin tambang untuk ormas keagamaan yang berafiliasi dengan partainya. Ini berarti NU dipakai sebagai alat legitimasi saja. Itu yang menurut saya harus kita cermati,” kata dia.

Menutup pernyataannya, Yenny menegaskan agar NU tidak terjebak dalam kepentingan sempit semacam itu.

“NU jangan masuk ke jebakan semacam ini. NU besar. Tugas kita semua menjaganya, agar kita bisa menjaga Indonesia dan menjaga dunia,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Tim Reformasi Buka Opsi Gugatan Perpol 10/2025, MA hingga Presiden Disebut Berwenang

Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie, menegaskan bahwa komisi akan segera mulai bekerja secara efektif dan terbuka dalam merumuskan rekomendasi kebijakan untuk mempercepat reformasi Polri. Aktual/BPMI-SETPRES

Jakarta, aktual.com – Komisi Percepatan Reformasi Polri mengungkap metode gugatan terhadap Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 yang dinilai menuai kontroversi. Sejumlah jalur disebut bisa ditempuh untuk mereview aturan yang diteken Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tersebut.

Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie, mengatakan terdapat beberapa pihak yang memiliki kewenangan untuk mengoreksi atau membatalkan Perpol 10/2025, mulai dari internal Polri hingga Mahkamah Agung (MA).

“Kan bisa Polri akan melihat, evaluasi, ya sudah, cabut ini. Misal itu. Tapi ini kan tidak bisa dipaksa. Orang dia yang meneken. Maka ada yang kedua, Mahkamah Agung,” ujar Jimly di Kantor Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg), Jakarta, dikutip Kamis (18/12/2025).

Jimly menjelaskan, Mahkamah Agung memiliki kewenangan melakukan uji materiil terhadap peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, termasuk Perpol, apabila dinilai bertentangan dengan Undang-Undang (UU).

Ia menilai, terdapat sejumlah kekeliruan dalam pertimbangan Perpol Nomor 10 Tahun 2025. Salah satunya, tidak dicantumkannya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait aturan jabatan sipil yang dapat diduduki anggota Polri sebagai dasar pertimbangan.

“Mau nyari kesalahan gampang. Contohnya, lihat pertimbangan menimbang dan mengingatnya. Itu ada yang tidak tepat. Menimbangnya itu tidak ada sama sekali menyebut putusan MK,” imbuhnya.

Selain MA, Jimly menyebut Presiden juga memiliki kewenangan untuk mengubah atau mengoreksi substansi Perpol 10/2025. Menurutnya, sebagai pejabat atasan, Presiden dapat menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) atau Peraturan Pemerintah (PP) yang mengubah materi aturan dalam Perpol tersebut.

“Nah, ini pejabat ketiga boleh, yaitu Presiden. Pejabat atasan punya kewenangan menerbitkan Perpres atau PP. PP itu misalnya mengubah materi aturan yang ada di Perpol, itu boleh. Nah, itu lebih praktis. Itu pilihannya,” pungkas Jimly.

Sebelumnya, Perpol Nomor 10 Tahun 2025 juga dipersoalkan oleh Pakar Hukum Tata Negara, Mahfud MD. Ia menilai aturan yang membuka ruang bagi anggota Polri menjalankan tugas di luar struktur Polri bertentangan dengan dua undang-undang.

Pertama, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kedua, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), yang mengatur jabatan sipil di tingkat pusat.

Mahfud menegaskan ketentuan tersebut telah dikuatkan melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114 Tahun 2025.

“Dengan demikian, Perkap itu kalau memang diperlukan, harus dimasukkan di dalam Undang-Undang. Tidak bisa hanya dengan sebuah Perkap jabatan sipil itu diatur,” ucap Mahfud, dikutip dari akun YouTube @MahfudMD, Minggu (14/12/2025).

Artikel ini ditulis oleh:

Tino Oktaviano

Akhir Pekan Ini Golkar Gelar Rapimnas, Apa yang Akan Dibahas?

Sekretaris Jenderal Partai Golkar Sarmuji.
Sekretaris Jenderal Partai Golkar Sarmuji. Aktual/HO

Jakarta, aktual.com – Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golongan Karya (Golkar) akan menggelar rapat pimpinan nasional (Rapimnas) pada Sabtu (20/12/2025). Agenda tersebut akan berlangsung di Gedung DPP Partai Golkar, Jakarta, dengan fokus utama membahas persoalan internal organisasi.

Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar, Muhammad Sarmuji, mengatakan Rapimnas kali ini merupakan yang pertama digelar di bawah kepemimpinan Ketua Umum DPP Partai Golkar, Bahlil Lahadalia. Seluruh perwakilan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar tingkat provinsi dijadwalkan hadir dalam forum tersebut.

“Karena sifatnya lebih ke internal, jadi kami tidak mengundang pihak eksternal untuk hadir di Rapimnas,” kata Sarmuji, dikutip dari Antara, Kamis (18/12/2025).

Sarmuji menjelaskan, selain membahas konsolidasi internal organisasi, Rapimnas juga akan mengulas sejumlah peraturan organisasi, penajaman program prioritas partai, serta penyusunan rekomendasi-rekomendasi strategis. Isu-isu politik kebangsaan turut menjadi salah satu materi pembahasan dalam agenda tersebut.

Di sisi lain, Rapimnas Golkar juga akan menaruh perhatian pada penguatan kesiapsiagaan bencana. Menurut Sarmuji, forum ini akan membahas pembentukan tim kebencanaan yang lebih solid dan kuat untuk merespons potensi bencana di sejumlah wilayah, khususnya Sumatra.

“Saat ini tim Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) juga sudah kami kirim ke lokasi bencana di Sumatra. Posko-posko di daerah terdampak dan sekitarnya langsung diaktivasi. Namun, mengingat potensi bencana yang meningkat, kita akan siapkan tim kebencanaan yang lebih solid dan kuat dan dibahas di Rapimnas ini,” ujarnya.

Rapimnas tersebut diharapkan menjadi momentum konsolidasi sekaligus penguatan peran Partai Golkar dalam menghadapi dinamika internal maupun isu-isu nasional ke depan.

Artikel ini ditulis oleh:

Tino Oktaviano

DPR Ingatkan Proyek Kampung Haji Indonesia Harus Dikelola Secara Transparan

Anggota Komisi VI DPR RI Rivqy Abdul Halim. (ANTARA/HO-Dokumentasi Pribadi)
Anggota Komisi VI DPR RI Rivqy Abdul Halim. (ANTARA/HO-Dokumentasi Pribadi)

Jakarta, aktual.com – Anggota Komisi VI DPR RI Rivqy Abdul Halim mengingatkan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) agar proyek Kampung Haji Indonesia, termasuk pembelian lahan seluas 4,4 hektare dapat dikelola secara akuntabel, transparan, dan berorientasi pada kepentingan jamaah haji tanah air.

“Danantara merupakan lembaga pengelolaan investasi negara yang dibentuk untuk mengoptimalkan kekayaan negara melalui pengelolaan aset BUMN dan investasi strategis. Oleh karena itu, pembelian lahan Kampung Haji harus benar-benar memberikan manfaat maksimal bagi jamaah haji Indonesia, bukan sekadar proyek properti,” ujar Rivqy dalam keterangan yang dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (18/12).

Selain itu, dia mengingatkan pembangunan Kampung Haji perlu transparansi karena pembangunannya membutuhkan waktu yang panjang, anggaran besar, serta sumber daya manusia yang profesional. Terlebih, direncanakan dibangun 13 tower hunian dan satu pusat perbelanjaan, dengan kapasitas hingga 23 ribu jemaah haji.

“Dengan skala sebesar ini, Danantara tidak boleh bekerja secara tertutup. Transparansi mutlak diperlukan untuk memastikan tidak terjadi penyimpangan, baik dalam pengelolaan aset, penggunaan anggaran maupun penentuan mitra. Setiap rupiah uang negara harus kembali dalam bentuk manfaat nyata bagi jemaah,” katanya.

Oleh sebab itu, dia mengusulkan kepada Danantara agar perkembangan pembangunan Kampung Haji dapat dilaporkan secara berkala sebagai bentuk pertanggungjawaban publik agar tidak mencederai kepercayaan masyarakat.

“Kampung Haji ini merupakan amanah besar dari Presiden Prabowo Subianto. Jangan sampai ada pihak yang mencederai kebijakan strategis ini demi kepentingan sempit,” katanya mengingatkan.

Sebelumnya, pada 17 Desember 2025, Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Roeslani mengatakan nilai investasi awal Pemerintah Indonesia dalam pengembangan Kampung Haji di Arab Saudi mencapai lebih dari 500 juta dolar Amerika Serikat.

Ia menjelaskan investasi tersebut untuk akuisisi hotel yang terdiri atas tiga tower setinggi 28 lantai di kawasan Tahrir, dengan luas lahan hotel sekitar 4.620 meter persegi. Kemudian pembelian lahan seluas 4,4 hektare.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Gijzeling Picu Tekanan Mental, IWPI Ingatkan DJP Hati-hati Terapkan ke Wajib Pajak

Ilustrasi suap pajak. Pengurangan kewajiban pembayaran pajak.

Jakarta, aktual.com – Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat II melakukan tindakan penyanderaan atau gijzeling terhadap penunggak pajak berinisial MW yang diketahui merupakan komisaris sekaligus pemegang saham PT SI. Penindakan tersebut dilakukan di kediaman MW di kawasan Jakarta Utara pada Kamis, 11 Desember 2025.

Berdasarkan data otoritas pajak, yang bersangkutan tercatat memiliki tunggakan pajak sebesar Rp 21,15 miliar sehingga masuk dalam kategori penagihan aktif. Menanggapi langkah tersebut, Ketua Umum Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI), Rinto Setiyawan, mengingatkan agar Direktorat Jenderal Pajak lebih berhati-hati dalam menyampaikan informasi ke publik.

Ia menilai, penyanderaan belum masuk pada tahap persidangan sehingga pemberitaan yang berlebihan berpotensi menimbulkan tekanan psikologis bagi wajib pajak. “Ini bukan napi lho. Hanya sandera karena belum masuk pengadilan,” kata Rinto.

Rinto juga menyinggung perlakuan terhadap wajib pajak yang disandera agar tidak disamakan dengan narapidana kasus pidana. Ia menilai, tujuan utama penegakan hukum pajak adalah mendorong pemenuhan kewajiban, bukan semata-mata menghukum mereka.

“Kasus pajak tujuannya kan supaya bayar,” ujarnya.

Menurut dia, banyak pelaku usaha yang sudah mengalami tekanan mental ketika berhadapan dengan DJP, baik melalui tindakan fisik berupa penyanderaan maupun tekanan nonfisik yang muncul akibat pemberitaan masif. “Ini semacam teror fisik dan non fisik,” ucapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Perkumpulan Praktisi Pajak Independen, Alessandro Rey, menyampaikan pandangannya terkait langkah penyanderaan pajak. Ia menekankan pentingnya sikap proaktif dan tertib hukum dari wajib pajak agar tidak terjerumus pada penagihan aktif.

Alessandro mengingatkan bahwa wajib pajak tidak boleh mengabaikan korespondensi dari kantor pajak sejak terbitnya Surat Ketetapan Pajak hingga tahapan penagihan berikutnya. Menurutnya, pengabaian surat justru akan mempercepat proses penagihan yang lebih keras.

Alessandro juga menilai upaya hukum harus segera ditempuh apabila wajib pajak merasa keberatan atau menemukan kejanggalan. Langkah keberatan, gugatan, maupun konsultasi dengan pengacara atau praktisi pajak dinilai penting untuk melindungi hak wajib pajak.

Ia mengingatkan agar wajib pajak kritis terhadap prosedur dan berani mempertanyakan setiap dugaan pelanggaran secara tertulis, baik terkait kewenangan, tahapan penagihan, maupun substansi perhitungan pajak. Menurut Alessandro, penyanderaan merupakan langkah terakhir dalam sistem penagihan pajak.

Oleh karena itu, pemahaman yang baik atas hak dan kewajiban perpajakan menjadi kunci agar wajib pajak tidak mengalami kerugian hukum yang lebih besar. Ia berharap, penegakan hukum pajak tetap mengedepankan prinsip proporsionalitas dan kepastian hukum, sehingga tujuan penerimaan negara dapat tercapai tanpa mengabaikan perlindungan terhadap wajib pajak.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Berita Lain