26 Desember 2025
Beranda blog Halaman 269

DPR Nilai Santri Pilar Utama Bangun Peradaban Bangsa dan Keutuhan NKRI

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ansory Siregar. ANTARA/HO-Humas DPR RI
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ansory Siregar. ANTARA/HO-Humas DPR RI

Jakarta, aktual.com – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ansory Siregar menilai santri merupakan pilar utama atau pemilik peran penting dalam membangun peradaban bangsa, sekaligus menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“Santri bukan hanya penjaga akidah dan moral bangsa, melainkan juga pilar utama dalam membangun peradaban,” kata Ansory Siregar di Jakarta, Rabu (22/10).

Dalam momentum Hari Santri Nasional yang diperingati setiap 22 Oktober, Ansory pun menyampaikan apresiasi kepada seluruh santri di Indonesia yang terus berperan memperjuangkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Mengusung tema “Mengawal Indonesia Merdeka Menuju Peradaban Dunia”, Ansory menilai peringatan Hari Santri tahun ini menjadi refleksi penting bagi umat Islam untuk meneguhkan kembali semangat kebangsaan dan kontribusi santri bagi kemajuan bangsa.

Menurutnya, santri masa kini harus mampu menjadi motor penggerak kemajuan di berbagai bidang, tidak hanya dalam dakwah dan pendidikan, tetapi juga di bidang teknologi, ekonomi, dan sosial kemasyarakatan.

“Santri masa kini harus bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan dunia, namun tetap berpegang teguh pada nilai-nilai Islam dan nasionalisme. Dengan karakter seperti itu, santri akan menjadi agen perubahan yang membawa Indonesia menuju peradaban dunia,” ucap Ansory.

Ansory juga mengingatkan pentingnya melestarikan semangat perjuangan para ulama dan santri terdahulu yang telah ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Ia berharap semangat itu terus hidup dalam diri generasi santri untuk menghadapi tantangan zaman yang semakin kompleks.

Ia juga menyatakan dukungan terhadap pembentukan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pesantren di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag).

“Saya mendukung penuh pembentukan Ditjen Pesantren di Kementerian Agama agar pembinaan terhadap pesantren lebih terarah, terkoordinasi, dan berkelanjutan. Pesantren adalah benteng moral bangsa yang harus mendapat dukungan kelembagaan yang kuat,” ucapnya.

Sebelumnya Presiden Prabowo Subianto menyetujui pembentukan Ditjen Pesantren di lingkungan Kemenag dan menjadi kabar gembira karena bertepatan dengan peringatan Hari Santri 2025.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Pergerakan Santri

Oleh: Mudir JATMAN Wustho DKI Jakarta, Irawan Santoso Shiddiq

Jakarta, aktual.com – Pemerintah Indonesia menetapkan hari Santri setiap tanggal 22 Oktober. Ini bentuk penghargaan pada kiprah kaum santri. Tanggal itu diambil dari wasilah dari resolusi Jihad yang dilancarkan KH Hasyim Asy’ari, semoga Allah merahmatinya. Fatwa jihad itu dilancarkan agar umat Islam bergerak melawan pengepungan yang dilakukan pihak kolonialis sekutu. Mereka ingin masuk lagi menguasai nusantara, 22 Oktober 1945. Pasca deklarasi kemerdekaan, sekutu masih ingin masuk. Karena Indonesia negeri gemah ripah yang penuh kilauan emas permata. VOC sampai Hindia Belanda, menaruh banyak sukses di wilayah nusantara.

Kesuksesan VOC, menjadi tolok ukur peradaban barat. Karena VOC menerapkan politik dagang kolonialisme-kapitalisme. Pitung menyebutnya sebagai ‘kumpeni.’ Karena “C” dalam VOC, itulah ‘compagnie.’ Company. Lidah Betawi menyebutnya ‘Kumpeni.’ Ini pertanda musuh. Karena ‘kumpeni’ symbol keserakahan. Serakah adalah pondasi dasar kolonialisme-kapitalisme. Antitesanya adalah syariat.

Tapi kiprah VOC tak mulus. Mereka ke nusantara mengikuti kongsi dagang kerajaan Portugis. Selepas reconquesta (pembalasan dendam), Kerajaan Portugis yang tergabung dalam Imperium Romanum Socrum, mendapat peta perjalanan laut milik Andalusia. Dari situ mereka tahu cara berlayar sampai nusantara. Takluknya Andalusia ke tangan Portugis, terjadi transformasil sainstis. Karena Andalusia sebelumnya sentral filsafat dan sains dalam Islam. Di Cordoba, sejak abad 11, berdiri perpusatakaan besar dengan literasi kitab filsafat lengkap. Madinatul Azzahrah. Ini mengimbangi perpustakaan di kota Baghdad, Bait al Hikmah. Keduanya mercusuar sains dunia era itu. Kaum barat masih belajar di Cordoba dan Baghdad. Tapi dialektika besar berlangsung dalam belantara Islam. Karena era itu, paham mu’tazilah menyengat. Runtuhnya Andalusia, bukti betapa lemahnya paham mu’tazilah kala diadopsi Islam. Tentu, mu’tazilah itulah era kala ‘filsafat di-Islam-kan.’ Tahun 1492, negeri itu ditaklukkan oleh kaum yang bahkan belum mengenal kopi.

Imam Asy’ari, Imam Ghazali sampai Shaykh Abdalqadir al Jilani kembali membenahi ‘aqidah’ umat. Agar tak tersesat jauh mengikuti mu’tazilah. Maka umat Kembali pada ahlu sunnah waljamaah. Mengikuti lagi aqidah lurus. Lahirlah Daulah Utsmaniyya yang gagah perkasa. Hingga Kesultanan Moghul di anak benua India. Hingga kemunculan ratusan kesultanan di nusantara. Ini buah dari pelurusan aqidah ahlu sunnah, yang bukan mu’tazilah.

Sementara kaum barat, memungut sains dari mu’tazilah. Sejak itulah mereka melancarkan renaissance. Memungut ilmu pengetahuan dan sains, melancarkan perlawanan atas dogma Gereja Roma. Hingga melahirkan Marthin Luthern sampai John Calvin yang menyerang dari sisi teologi. Sementara Copernicus, Galileo hingga Bruno, lebih dulu banyak membantah fatwa Roma. Eropa dilanda pertarungan antar ‘ideologi.’ Mereka perang saudara. Di tengah kegelapan barat, ‘eropa springs’ berlangsung panjang.

Klimaksnya tragedy pembantaian ‘the massacre at Paris,’ 1572. Ini perang saudara berdarah di Kerajaan Perancis. Kaum Huguenots dibantai. Hanya karena perbedaan ‘ideologi.’ Tak ada teriakan ‘genosida atas pelanggaran Hak Azasi Manusia.’ Karena HAM belum ditemukan.

Dari renaissance melahirkan paham modernisme. Rene Descartes, Kant, sampai Voltaire menerikkan lantang perubahan di Eropa. Mereka membolak balikkan cara berpikir. Dari kebenaran ala Wahyu, hingga kebenaran ala ‘rasionalitas’ ansich. Cartesius dan Kantian menggelimuti paham baru kaum barat. Tapi mereka berhasil menyebarkan modernitas. Ini paham baru, yang merujuk ‘being’ adalah kehendak manusia. Sama seperti dulu yang dianut mu’tazilah.

Portugis merayakan reconquesta. Mereka berhasil mengalahkan rasionalitas Andalusia. Hingga kemudian menjadi kaya dengan ‘gold-gospel-glory’ di wilayah timur. Tapi mereka belum berani merangsek Utsmaniyya. Karena Istanbul dibawah kekuasaan Ottoman, yang bukan mu’tazilah. Makanya VOC kemudian membuat rute memutar menghindari Istanbul, untuk menuju tanah Hindia. Mereka membangun transit area di Cape Town, Afrika Selatan kini.

Portugis dan VOC, mereka ke nusantara bukan dalam rangka langsung menjajah. Mereka berbelanja. Membeli rempah dari sumbernya langsung di nusantara. Karena tak berani masuk Istanbul, sentral pasar dunia kala itu. Dari belanja ke sumbernya, mereka banyak meraup untung. Delegasi awal VOC, dikirim 8 kapal dari Kerajaan Belanda. Saat itu, Belanda telah mengalami revolusi. Kerajaan itu tak lagi bergabung dalam Liga Roma. Tapi telah berdiri sendiri, mengikuti ajaran Calvinis dan Luthern. Yang dulu dianggap pelaku bidat bagi kelompok Roma.

4 kapal VOC tenggelam dalam perjalanan. Hanya 2 kapal yang berhasil Kembali ke Belanda. Setelah dibelanjakan dengan emas yang mereka bawa dari negerinya. Mereka berbelanja di tanah Melayu. Berjumpa dengan Kesultanan Islam di tanah Melayu. Dalam Islam, perdagangan bersifat terbuka. Asalkan tunduk pada syariat. Awal VOC berbelanja, mereka tunduk pada aturan syariat. Mereka bukan langsung menjajah. Karena Laksamana Malayahati sampai memenggal kepala Cournelis de Houtman, jenderal VOC di geladak kapalnya sendiri. Itu tanggal 11 September 1455. Seorang Inongballe, tantara Wanita Kerajaan Aceh Darusallam, dengan mudah memenggal kepala ketua VOC. Hanya karena Cournelis melecehkan syariat.

Sejak itu VOC tunduk pada Kesultanan. Portugis pun demikian. Mereka datang sebagai pengemis yang ingin berbelanja barang-barang. Bukan langsung menjajah nusantara. Karena VOC hanya berpikir uang. Yang penting untung bisa ditorehkan.

Kelamaan,. Portugis dan VOC perang di lautan. Mereka berebut lahan jalur. Sesamanya sibuk meminta perlindungan pada Kesultanan-Kesultanan. Karena nusantara masih dikuasai para Sultan. Mereka kaum sufi, yang bukan berpaham mu’tazilah.

Renaissance di barat, di era itu pula 9 Wali menyebarkan Islam di tanah Jawa. Muncullah kesultanan di tanah Jawa. Dari Demak, Pajang hingga kemudian melahirkan Kesultanan Mataram yang perkasa. VOC masih mengikutinya. Tunduk pada syariat, bukan langsung menjajah.

1602, Coen membangun sentral VOC di Batavia. Semula mereka enggan membayar jizya. Tapi Sultan Agung kemudian menyerbur markas VOC. Hingga kemudian mereka memilih tunduh pada Mataram. Jizya dibayarkan. Dan mereka Kembali berperan sebagai pengepul barang-barang untuk dijual di Eropa.

Di barat, revolusi berlangsung. Selepas kerajaan Belanda, muncul kemudian revolusi Inggris, 1668. Ini tanda keluarnya Inggris dari Liga Roma. Berdiri sendiri tak tunduk pada Gereja Roma. Inggris kemudian dikooptasi Yauhid bankir. Bank of England muncul. Pertanda monarkhi konstitusional kali pertama di dunia. Tapi Istana Buckingham kehilangan power. Tak lagi mutlak berkuasa. Karena ekonomi Inggris, dikooptasi kaum Yahudi bankir. Mereka ini kaum rentenir, yang dulunya dimusuhi pihak Roma. Karena riba masih diharamkan Gereja Roma. Selepas revolusi, mereka leluasa. Raja Inggris, William terikat kontrak utang berbunga dengan kaum rentenir Yahudi Inggris. Seiring sebangun dengan Kerajaan Belanda. Raja mereka telah terjebak utang berbunga oleh Yahudi Belanda.

Paham modernisme mencuat di Barat. Klimaksnya melahirkan Revolusi Perancis, 1789. Jadilah modern state. Liga Roma resmi digulingkan. Tak ada lagi kekuasaan Roma. ‘Kehendak Tuhan’ dikudeta menjadi ‘kehendak manusia.’ Constitutio diperkenalkan. Manusia tunduk pada aturan ‘positivisme.’ Pola dagang VOC, yang terus bertahan, jadi percontohan. Inggris membuat serupa. Mengikuti VOC, merangsek mencari rempah-rempah juga. Karena VOC, dengan ‘uang dijadikan agama,’ ternyata membuat kaya raya. Ini seiring sejalan dengan doktrin ‘cogito ergo sum.’ Sejalan pula dengan empirisme Kantian. Dan cocok dengan doktrin ‘politique’ ala Machiavelli, Montesquei, sampai Rosseau.

Paham modernitas mencuat. Ini penjelmaan dari neo mu’tazilah yang berkembang di barat. Tapi istilahnya berbeda. Berganti baju. Selepas Revolusi Perancis, kaum barat mulai menganeksasi negeri muslim. Mesir kali pertama dikuasai. Napoleon merebut tanah Mesir. Dia membawa 100 filosof, saintis dan lainnya. Ajaran materialism dikembangkan di negeri muslim. Mulainya perang ideologi berlangsung. Ajaran itu melahirkan kaum modernis Islam dan wahabbisme di jazirah. Hasilnya, Daulah Utsmaniyya digulingkan. 1924, sejak itula Yahudi berhasil menduduki Jerusalem. Ini kali pertama sejak mereka kehilangan tanah Jerusalem, 3000 tahun lalu. Karena runtuhnya Utsmaniyya, disitu pula Yahudi berkuasa. Dan siapa Kesultanan Utsmaniyya? Mereka diisi kaum ahlu sunnah waljamaah. Kaum sufi berada di garis depan Utsmaniyya. Maka, muncul wahabi dan modernis, yang kerap menyerang sufisme. Hasilnya, Islam runtuh dan Jerusalem berada dikekuasaan Yahudi.

Di nusantara, program serupa berjalan. Paham modernisme dan wahabisme, merangsek merasuki tanah nusantara. VOC digantikan Hindia Belanda. Politik sewa tanah, mulai dijalankan. Perang Diponegoro, 1830, akhir dari perlawanan kaum tradisionalis. Ini sebutan untuk antitesa kaum modernis dan wahabis. Karena tradisionalis, inilah yang menjaga DIN Islam.

Pasca Perang Jawa, kelompok ini merambah babat alas dan mendirikan sentral pendirikan. Disitulah berdiri pondok pesantren. Peter Carey mengatakan, “Jika tak ada Perang Jawa, maka tak lahir Nadhlatul Ulama.” Jadi muassis dasar dari NU adalah pasca Perang Jawa. Maka perlu dilihat mendalam apa yang berlangsung dalam Perang Diponegoro. Ini persis seperti Revolusi Perancis. Perang antar dua ideologi. Sejawaran kini menggesernya. Bahkan mereka tak memahami. Karena barisan kaum Jawa, berbelah. Pengikut Sultan Dipoengoro -karen beliau adalah seorang Sultan yang telah dibaiat–, adalah kelompok yang mempertahankan tradisi Islam. Mereka ingin syariat Islam tetap tegak ditanah Jawa. Karena sejumlah kesultanan, telah kolaborasi dengan pihak Hindia Belanda. Terpapar paham materialism. Jelmaan dari modernitas.

Dari situlah muncul kalangan santri, yang mulai dikenal dengan adanya pesantren. Hingga kemudian KH Hasyim ASy’ari resmi mendekalarasikan NU Bersama muassis lainnya. Yang isinya adalah barisan para turunan pengikut Sultan Diponegoro, yang mempertahankan jejaring amalan tradisi Islam. KH Hasyim mendudukkan ajaran Wahabi dan pengikut modernisme ala Abduh, Rasyid Ridha, yang mengajarkan rasionalitas. Rasyid Ridha adalah murid Muhammad Abduh, yang berkembang di Mesir. Ingat, pasca Mesir dikooptasi Napoleon, disitulah ajaran modernitas berkembang. Ini diawali kemunculan Jamaluddin al Afghani, yang sempat melarikan diri ke Paris. Berlindung dari kejaran kaum tradisionalis Mesir. Prof. Harun Nasution mengatakan, ajaran Abduh identik dengan mu’tazilah. Nah, disitulah titik temu ditemukan.

KH Hasyim menuliskan:

“Diantara mereka (sekte yang muncul kisaran tahun 1330H), terdapat juga kelompok yang mengikuti pemikiran Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Mereka melaksanakan kebid’ahan Muhammad bin Abdul Wahab, Ahmad bin Taimiyyah serta kedua muridnya, Ibnul Qoyyim dan Abdul Hadi.”

KH Hasyim menyerukan agar waspada pada ajaran tadi. Ajaran modernisme yang merangsek menguasai kaum muslimin. Sama seperti di belahan dunia arabia dan jazirah. Inilah peta kondisi umat kini. Karena ajaran materialism yang kini berkembang pesat. KH Hasyim telah mewanti, ini ajaran yang bertentangan dengan ahlu sunnah waljamaah. Berbahaya secara aqidah.

Ulama besar dari barat, Mursyid thariqah, Saydinna Shaykh Abdalqadir as sufi, mengatakan, “Islam tak pernah dikalahkan dengan pedang. Melainkan dengan pemikiran.” Inilah jawaban atas realitas. Kaum santri, adalah kelompok yang mempertahankan aqidah ahlu sunnah. Yang percaya Qada walQadar adalah mutlak ‘Kehendak Tuhan.’

Robiespierre dalam Revolusi Perancis mengatakan, ‘kehendak’ sepenuhnya adalah ‘perbuatan manusia.’ Bukan ‘Perbuatan Tuhan.’ Makanya mereka meneriakkan ‘liberte’ (bebas), merdeka dari ‘kehendak Tuhan.’ Fraternite, persaudaraan sesame penganut ‘kehendak manusia.’ Ini antitesa dari Qudrah dan Iradah, dalam sifat 20, yang sepenuhnya mengajarkan bahwa ‘being’ adalah mutlak ‘Perbuatan Tuhan.’ Bukan ‘perbuatan manusia.’

Shaykh Abdalqadir al Jilani dalam kitab Al Gunyah berkata, itulah paham majusi. Yang memisahkan ‘perbuatan Tuhan’ dan ‘perbuatan manusia.’ Ideologi materialism yang mengusung ‘being’ sebagai ‘kehendak manusia’ hanya melahirkan ‘9 naga’ yang membersamai penguasa. Paham ahlu sunnah, melahirkan ‘9 Wali’ yang membersamai penguasa. Itulah DIN Islam diamalkan berlandas Madinah al Munawarah. Itulah sejatinya pergerakan santri. Penjaga tradisi Islam, merujuk Amal Ahlul Madinah.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Pesantren: Cahaya Lilin di Tengah Embusan Angin Perubahan Zaman

Hadrah santri tahfidzul Qur'an Raudhatul Ihsan dalam Haul Musnidul ‘Ashr Syeikh Muhammad Yasin bin Muhammad Isa Al-Fadani di Zawiyah wa Ma’had Arraudhah Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (17/8). Haul Syeikh Muhammad Yasin, menjadi agenda rutinitas setiap tahun yang digelar oleh Zawiyah Arraudhah Ihsan Foundation bersama Jam’iyyah Ahlith Thoriqoh Al-Mu’tabaroh An-Nahdliyyah (JATMAN). Foto: AKTUAL / WARNOTO
Hadrah santri tahfidzul Qur'an Raudhatul Ihsan dalam Haul Musnidul ‘Ashr Syeikh Muhammad Yasin bin Muhammad Isa Al-Fadani di Zawiyah wa Ma’had Arraudhah Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (17/8). Haul Syeikh Muhammad Yasin, menjadi agenda rutinitas setiap tahun yang digelar oleh Zawiyah Arraudhah Ihsan Foundation bersama Jam’iyyah Ahlith Thoriqoh Al-Mu’tabaroh An-Nahdliyyah (JATMAN). Foto: AKTUAL / WARNOTO

Oleh: Erdy Nasrul, Pemerhati Pesantren

Jakarta, aktual.com – Siapapun yang masuk ke kompleks pesantren, pasti akan mendengar derap langkah santri membawa buku menuju masjid. Di tempat sujud itu mereka mengulang hafalan Alquran, mendaras fikih, akhlak, tauhid, mawaris, Bahasa Arab, dan berbagai ilmu Islam.

Kompleks pesantren biasanya memiliki bangunan bertingkat, tapi tidak setinggi gedung-gedung pencakar langit di jantung kota. Ketika malam tiba, lampu-lampu di kompleks pesantren memancarkan cahaya, menyalakan semangat kearifan hidup. Begitulah wajah pesantren. Sederhana, tapi memancarkan makna yang dalam.

Martin van Bruinessen, antropolog asal Belanda, pernah menulis bahwa pesantren adalah “benteng Islam yang tumbuh dari tanah sendiri.” Dalam pandangannya, pesantren bukan sekadar lembaga pendidikan, tapi ekosistem sosial yang melahirkan pembelajar yang hidup dalam ilmu.

Ia kagum pada daya lentur pesantren yang mampu menyerap arus modernitas tanpa kehilangan akar spiritualnya. Bagi Bruinessen, pesantren itu seperti pohon tua yang akarnya menghujam di tanah tradisi, sementara rantingnya menjangkau langit perubahan. Lembaga pendidikan tertua di Nusantara ini melakukan kerja peradaban, yaitu mengambil dan mengembangkan kearifan yang meningkatkan marwah kehidupan sambil menetralisir budaya toxic.

Pesantren, kata Bruinessen, punya daya hidup yang luar biasa karena jantungnya bukan uang atau sistem, melainkan barakah. Sebuah konsep yang mungkin tak tercatat dalam teori ekonomi, tapi nyata dalam kehidupan santri.

Barakah adalah energi sunyi yang membuat pesantren tetap berdiri meski anggaran minim, tetap ramai meski tak punya promosi, dan tetap relevan meski dunia berubah. Ia seperti minyak zaitun dalam lampu: kecil, tapi membuat nyala tak padam.

Bruinessen menulis bahwa pesantren adalah “titik temu antara tradisi dan modernitas.” Ia bukan masa lalu yang membatu, tapi masa kini yang berakar. Di pesantren, anak-anak desa menemukan harga diri melalui ilmu, dan masyarakat menemukan arah melalui doa. Setiap kali seorang santri khatam kitab, seolah sejarah menulis bab baru tentang ketahanan spiritual bangsa ini.

Karel Adriaan Steenbrink, sarjana Belanda lain yang meneliti Islam Indonesia, menyebut pesantren sebagai “cermin kehidupan Islam yang paling otentik di Nusantara.” Ia melihat para santri sebagai penjaga nilai yang tak terjamah waktu. Dalam buku Pesantren, Madrasah, Sekolah, Steenbrink mencatat bahwa sistem pendidikan pesantren adalah bentuk kemandirian paling nyata umat Islam Indonesia, lahir dari masyarakat, tumbuh bersama masyarakat, dan mengabdi untuk masyarakat.

Steenbrink menambahkan, kekhasan pesantren bukan hanya pada cara ia mengajar, tetapi pada cara ia mendidik hati. Pendidikan di pesantren adalah perpaduan antara ilmu, adab, dan doa. Santri belajar berbicara sopan sebelum memahami makna kitab, belajar bersabar sebelum menafsirkan ayat. Dalam dunia yang serba cepat, pesantren justru mengajarkan pelan-pelan, karena mereka tahu, ilmu yang tumbuh tergesa akan gugur sebelum berbuah.

Bila sekolah modern ibarat gedung berlantai marmer, pesantren adalah mata air di kaki gunung: tenang, jernih, dan mengalir ke sawah-sawah kehidupan. Dari pesantren, muncul ribuan tokoh: ulama, guru, aktivis sosial, bahkan birokrat yang membawa aroma moralitas dalam kebijakan. Di balik itu semua, pesantren tak pernah kehilangan keheningannya, keheningan yang melahirkan kesadaran, bahwa belajar bukan untuk menang, melainkan untuk mengenal diri. Ya, mengenal diri agar mengenal hakikat Tuhan yang patut disembah, man ‘arafa nafsahu faqad ‘arafa rabbahu.

Setiap subuh, sebelum matahari terbit, santri bangun dengan langkah ringan menuju tempat sujud. Suara mereka menembus kabut pagi, seolah mengingatkan dunia bahwa di balik gemuruh zaman digital, masih ada manusia-manusia yang menjaga cahaya ilmu dengan munajat dan mendaras sambil membolak balik lembaran kertas. Mereka tak mengejar gelar, tak memikirkan algoritma, hanya menghafal dan menulis, meyakini bahwa satu huruf dari guru bisa mengubah jalan hidup.

Kini, ketika dunia digempur oleh kecerdasan buatan dan disrupsi digital, pesantren tetap berdiri dengan caranya sendiri. Di saat sekolah-sekolah berlomba memperbarui kurikulum dan laboratorium, pesantren memperbarui hati. Ia tahu, masa depan bukan hanya milik yang canggih, tapi juga yang jernih. Dan kejernihan itu tumbuh dari jiwa yang ditempa di bawah sorot lampu langgar dan doa para guru.

Pesantren adalah lilin yang tak pernah padam di tengah angin zaman. Kadang nyalanya redup, tapi tak pernah mati. Ia menerangi tanpa menuntut balasan, membakar dirinya demi banyak orang lain bisa berjalan.

Seperti yang pernah ditulis Steenbrink dalam catatan lapangannya: “Pesantren adalah keajaiban kecil Indonesia, tempat di mana tradisi dan harapan saling berpelukan.” selama masih ada suara santri di malam hari, jalan bangsa ini menuju kemajuan akan selalu disinari cahaya ilahi.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

KPK Telusuri Aliran Dana CSR BI–OJK dari Heri Gunawan ke Mantan Stafnya

Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Aktual/HO

Jakarta, aktual.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga adanya aliran dana dalam kasus dugaan korupsi dana corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dari anggota DPR Heri Gunawan kepada mantan stafnya, Fitri Assiddikki (FA). Dugaan itu membuat penyidik KPK melakukan penggeledahan di rumah Fitri.

“Karena diduga ada aliran dana yang berasal dari CSR BI itu kepada stafnya, kemudian penyidik melakukan penggeledahan di tempatnya, di rumahnya,” kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, kepada wartawan, Rabu (22/10/2025).

Asep menjelaskan bahwa Fitri merupakan mantan tenaga ahli Heri Gunawan. Dalam pemeriksaan, Fitri mengakui menerima uang dari Heri yang kemudian digunakan untuk membeli mobil.

“Setelah dilakukan konfirmasi dan lain-lain terhadap stafnya tersebut, staf saudara HG ini, nah menyatakan bahwa memang ada aliran kemudian dibelikan mobil gitu ya. Jadi mobil tersebutlah yang kemudian disita, dibawa ke sini,” ujarnya.

Selain menelusuri aliran dana dari Heri, KPK juga terus mencari jejak uang dari tersangka lain dalam kasus yang sama, yakni anggota DPR Satori. Asep menyebut, langkah tersebut merupakan bagian dari upaya pemulihan aset negara.

“Teman-teman penyidik sedang melakukan pengumpulan bukti-bukti, termasuk juga barang-barang dan yang lainnya, karena itu tentunya kita punya kewajiban dalam rangka asset recovery,” sebutnya.

Sebelumnya, KPK telah memeriksa Fitri untuk mendalami dugaan aliran dana dan pemberian aset dari Heri yang bersumber dari dana CSR BI maupun OJK.

“FA didalami terkait aliran uang dan pemberian aset dari saudara HG yang diduga bersumber dari dugaan TPK terkait program sosial atau CSR Bank Indonesia atau OJK,” kata juru bicara KPK, Budi Prasetyo, kepada wartawan, Senin (20/10).

Dari hasil penyidikan, Fitri diduga menerima lebih dari Rp2 miliar dari Heri, yang kemudian digunakan untuk membeli satu unit mobil senilai sekitar Rp1 miliar.

“Dari saudara HG, FA diduga menerima uang lebih dari Rp 2 miliar dan dibelikan 1 unit kendaraan roda empat senilai sekitar Rp 1 miliar,” sebut dia.

“Adapun hari ini penyidik telah mengamankan kendaraan tersebut untuk dilakukan penyitaan,” tambahnya.

Selain uang dalam bentuk rupiah, KPK juga menemukan bahwa Heri memberikan sejumlah uang pecahan mata uang asing kepada Fitri, dengan nilai setara jutaan rupiah.

Dalam perkara dugaan korupsi dana CSR BI–OJK ini, KPK telah menetapkan dua tersangka, yakni anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan (HG) dan Satori (ST). Keduanya diduga menerima dana CSR dari BI dan OJK pada tahun 2020 hingga 2022.

Komisi XI DPR diketahui memiliki kewenangan dalam menetapkan anggaran untuk BI dan OJK. Berdasarkan hasil penyidikan, BI dan OJK menyepakati pemberian dana program sosial kepada masing-masing anggota Komisi XI DPR untuk 10 kegiatan per tahun dari BI, serta 18 hingga 24 kegiatan dari OJK per tahun.

Namun, setelah pencairan dilakukan, Satori dan Heri diduga tidak menggunakan dana tersebut sesuai ketentuan. KPK menduga Satori menerima sekitar Rp12,52 miliar, sedangkan Heri menerima Rp15,86 miliar.

Keduanya juga dijerat dengan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Satori diduga menggunakan dana CSR tersebut untuk membangun showroom, sementara Heri membeli rumah dan mobil dari uang yang sama. Hingga kini, keduanya belum ditahan.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Wapres AS Sebut Hamas Akan Dimusnahkan Jika Tolak Lucuti Senjata

Arsip - Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) JD Vance. (Xinhua)
Arsip - Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) JD Vance. (Xinhua)

Yerusalem, aktual.com – Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) JD Vance mengatakan bahwa Hamas akan “dimusnahkan” jika menolak melucuti senjata mereka.

Dia menambahkan bahwa Israel akan menentukan pasukan asing mana, jika ada, yang mungkin dikerahkan di Gaza.

Berbicara dalam sebuah konferensi pers di Kiryat Gat, yang terletak di utara Gaza, pada Selasa (21/10), Vance menyebutkan bahwa para pejuang Hamas dapat diampuni jika kelompok tersebut kooperatif. “Jika mereka tidak kooperatif … Hamas akan dimusnahkan,” ujarnya.

Vance menekankan bahwa Gedung Putih tidak akan mendesak Israel terkait keberadaan pasukan asing, menyebutnya sebagai “hal yang harus disepakati oleh pihak Israel.” Dia menambahkan bahwa Turki dapat memainkan peran yang signifikan.

Saat para mediator berupaya mewujudkan kemungkinan gencatan senjata fase kedua, pejabat AS tersebut mengakui adanya tantangan yang akan dihadapi.

“Apakah saya dapat memastikan 100 persen bahwa ini akan berhasil? Tidak … tetapi Anda melakukan hal-hal sulit dengan mencobanya,” kata Vance.

Dia juga menanggapi kekecewaan terkait lambatnya proses evakuasi para sandera dan jenazah.

“Beberapa sandera terkubur di bawah ribuan pon puing-puing. Beberapa sandera lainnya bahkan tidak diketahui keberadaannya,” sebut Vance, seraya meminta untuk menunjukkan “sedikit kesabaran.”

Kesepakatan gencatan senjata Gaza sempat mengalami kendala akibat para pihak saling menuduh bahwa pihak lainnya melanggar, tetapi baik Israel maupun Hamas secara terbuka menegaskan kembali komitmen mereka.

Vance, yang tiba di Israel pada Selasa tersebut, diperkirakan akan bertemu dengan jajaran pemimpin Israel, termasuk Benjamin Netanyahu. Utusan Khusus AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, dan Jared Kushner yang merupakan menantu Presiden AS Donald Trump, sudah berada di Israel sebelum kedatangan Vance.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Pemprov Jakarta Terbitkan Pergub Larangan Perdagangan Anjing dan Kucing untuk Dikonsumsi

Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo saat dijumpai di kawasan Jakarta Pusat, Rabu (22/10/2025). ANTARA/Lifia Mawaddah Putri.
Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo saat dijumpai di kawasan Jakarta Pusat, Rabu (22/10/2025). ANTARA/Lifia Mawaddah Putri.

Jakarta, aktual.com – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta segera menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) tentang larangan perdagangan daging anjing dan kucing untuk dikonsumsi.

“Kemarin kami sudah rapat khusus dan saya sudah putuskan Pergub terkait anjing dan kucing segera kita keluarkan, sesuai dengan janji saya satu bulan,” kata Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo di kawasan Dukuh Atas, Jakarta Pusat, Rabu (22/10).

Pramono berharap, nantinya Pergub tersebut akan bermanfaat terutama untuk melindungi hewan-hewan peliharaan yakni anjing dan kucing.

“Kita lindungi bersama hewan peliharaan kita yang memang di dalam Undang-Undang Pangan tahun 2012 tidak boleh yang namanya anjing maupun kucing itu dikonsumsi. Sehingga, Pergub segera saya keluarkan,” ujar Pramono.

Sebelumnya, saat menerima audiensi organisasi Dog Meat Free Indonesia (DMFI) di Balai Kota pada Senin (13/10), Pramono sempat menjanjikan akan segera menerbitkan Pergub tersebut.

Pramono mengatakan, pihak DMFI saat itu menyampaikan beberapa keluhan, usulan terkait larangan penjualan daging anjing dan kucing di Jakarta termasuk permintaan untuk membuat Pergub mengenai ‘dog meat free’.

DMFI juga sempat melaporkan kepada Pramono terkait adanya tempat penjagalan anjing dan kucing ilegal di Jakarta.

Pramono mengatakan hal ini dilakukan sebagai upaya mengantisipasi penyebaran rabies di Jakarta.

Secara prinsip, kata Pramono, ia menyetujui aspirasi tersebut, terutama dalam menyiapkan sebuah Pergub yang merupakan kewenangan gubernur.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Berita Lain