26 Desember 2025
Beranda blog Halaman 275

CELIOS: Kinerja Kabinet Prabowo-Gibran Dapat Nilai 3 dari 10, 96% Minta Menteri Mundur

Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda (Kiri), Direktur Program Pusat Polling Indonesia (Puspoll), Chamad Hojin (Tengah), Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (13/7).

Jakarta, aktual.com – Center of Economic and Law Studies (CELIOS) mengumumkan hasil survei terbaru mengenai evaluasi kinerja pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang genap satu tahun pada tanggal 20 Oktober 2025.

Hasil survei menunjukkan bahwa CELIOS memberikan penilaian negatif terhadap kinerja pemerintah dengan nilai 3 dari 10. Selain memberikan penilaian kepada kabinet Merah Putih, CELIOS juga menilai kinerja TNI dan Polri.

TNI memperoleh nilai 3 dari 10, sedangkan Polri mendapatkan nilai 2 dari 10.

“Nilai akhirnya, 3 dari 10,” tulis CELIOS dalam laporan satu tahun Kabinet Prabowo-Gibran, seperti yang dikutip pada Senin (20/10/2025).

Dalam laporan tersebut, CELIOS menguraikan berbagai komponen penilaian berdasarkan hasil survei yang dilakukan. Pertama, sebanyak 56 persen masyarakat menilai bahwa janji politik yang disampaikan pemerintah tidak dilaksanakan dengan serius.

Kedua, 72 persen responden menganggap bahwa pencapaian program yang dilaksanakan masih belum efektif. Selama satu tahun, 43 persen responden menilai pencapaian program buruk, sementara 29 persen menilai sangat buruk.

Ketiga, 80 persen responden merasa bahwa rencana kebijakan yang ada tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Indikator keempat berfokus pada kualitas kepemimpinan, di mana 64 persen responden menilai kepemimpinan publik berada di bawah harapan.

Dari jumlah tersebut, 31 persen menilai kepemimpinan masih buruk, sedangkan 33 persen menilai sangat buruk. Kelima, 81 persen responden berpendapat bahwa tata kelola anggaran pemerintah belum transparan. Terakhir, 91 persen responden menilai bahwa komunikasi mengenai kebijakan yang ada belum memuaskan.

Menteri Diminta untuk Mundur

Indikator ketujuh menunjukkan bahwa 75 persen responden merasa penegakan hukum semakin lemah. Dari total responden, 38 persen menilai kinerja penegakan hukum dalam satu tahun terakhir masih buruk, sementara 37 persen lainnya memberikan penilaian sangat buruk.

Indikator kedelapan mencatat bahwa 96 persen responden berpendapat bahwa menteri yang ada berkinerja buruk dan sebaiknya mundur. Mayoritas responden juga menginginkan adanya perombakan pejabat publik yang dinilai tidak memuaskan.

Kesembilan, sebanyak 84 persen responden merasa bahwa pajak dan pungutan yang ada memberatkan masyarakat. Sementara itu, pada indikator kesepuluh, 53 persen responden beranggapan bahwa bantuan ekonomi yang diberikan tidak memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Indikator kesebelas menunjukkan bahwa 58 persen responden menilai koordinasi lintas lembaga tidak berjalan baik, dan kolaborasi antar kementerian dalam kabinet dinilai tidak efektif. Selanjutnya, pada indikator keduabelas, 43 persen responden merasa bahwa upaya pemberantasan korupsi belum maksimal.

“Dengan hasil tersebut, 98% responden setuju nomenklatur kementerian dipangkas. Selain itu, elektabilitas Prabowo turun drastis sebesar 36% responden pemilih Prabowo-Gibran di 2024 bersikap untuk tidak memilih kembali lagi mereka pada pemilu mendatang,” tulis CELIOS.

Pengumpulan Data

Studi CELIOS melibatkan 120 jurnalis dari 60 lembaga pers di Indonesia yang mencakup berbagai desk berita, seperti ekonomi, sosial-politik, hukum dan HAM, serta energi dan lingkungan. Setelah pengumpulan data, dilakukan pemeriksaan konsistensi untuk mengidentifikasi pola jawaban yang tidak wajar atau menyimpang.

Waktu pengambilan survei berlangsung dari tanggal 30 September hingga 13 Oktober 2025. Untuk melengkapi penilaian dari para pakar, penelitian ini menerapkan pendekatan kuantitatif dengan metode survei nasional yang bertujuan untuk menggali pandangan masyarakat terhadap kondisi ekonomi yang mereka alami serta keterkaitannya dengan kebijakan pemerintah.

Survei ini dilakukan secara nasional dengan melibatkan 1.338 responden yang berasal dari wilayah perdesaan, pinggiran kota, hingga perkotaan, sehingga mencerminkan keberagaman sosial dan demografis penduduk. Pengumpulan data dilakukan secara digital melalui iklan berbasis target di Facebook dan Instagram yang dirancang untuk mencerminkan representasi nasional.

Dengan pengaturan fitur iklan pada kedua platform tersebut, penelitian ini mampu menjangkau responden dengan kriteria tertentu seperti lokasi, minat, usia, jenis kelamin, dan isu-isu terkait ekonomi. Untuk memastikan hasil survei mencerminkan kondisi populasi orang dewasa Indonesia berusia 18 tahun ke atas, teknik pembobotan statistik diterapkan.

Pembobotan ini disesuaikan dengan distribusi jenis kelamin, usia, provinsi, tingkat pendidikan, dan pendapatan, mengacu pada data resmi Badan Pusat Statistik (BPS). Pendekatan ini memberikan kerangka analisis yang komprehensif, sehingga persepsi publik terhadap kondisi ekonomi dapat ditinjau secara lebih tajam dalam konteks respons pemerintah terhadap dinamika ekonomi nasional.

Survei masyarakat umum dilaksanakan pada 2 Oktober hingga 17 Oktober 2025.

Survei Poltracking

Poltracking Indonesia baru saja merilis hasil survei mengenai evaluasi kinerja pemerintahan Prabowo-Gibran yang telah berjalan satu tahun sejak pelantikan pada 20 Oktober 2024. Dari hasil survei tersebut, terungkap bahwa 81,5% responden menunjukkan kepercayaan terhadap keduanya, sementara 15,6% merasa sebaliknya.

Adapun 2,9% responden mengaku tidak tahu atau memilih untuk tidak menjawab.

“Angka 81,5% berasal dari responden yang sangat percaya sebanyak 10% dan cukup percaya 71,5%. Sedangkan 15,6% merupakan gabungan dari responden yang kurang percaya 14,4% dan 1,2% yang sangat tidak percaya terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran,” ungkap Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia, Hanta Yuda, saat konferensi pers daring mengenai hasil survei, Minggu (19/10/2025).

Hanta Yuda juga menjelaskan mengenai pertanyaan selanjutnya terkait kepuasan publik. Dari survei tersebut, 78,3% responden mengaku puas dengan kinerja Prabowo-Gibran, sedangkan 19,2% menilai sebaliknya. Sementara itu, 2,5% responden tidak memberikan jawaban atau tidak tahu.

“Dari 78,3% responden yang puas, terdapat 9,7% yang sangat puas dan 68,6% yang cukup puas. Di sisi lain, 19,2% terdiri dari 17,5% yang kurang puas dan 1,7% yang tidak puas,” jelas Hanta.

Bagi mereka yang merasa puas, Hanta menambahkan, responden diminta untuk menjelaskan alasan kepuasan mereka, terutama terhadap kinerja Prabowo Subianto. Hasilnya, 22,9% responden menyatakan bahwa mereka puas karena kepemimpinan yang tegas, berani, dan bertanggung jawab.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

DKPP Jatuhkan Sanksi Pemberhentian Jabatan Kordiv kepada Anggota Bawaslu Provinsi Kalimantan Tengah

Jakarta, aktual.com – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi peringatan keras dan pemberhentian jabatan Koordinator Divisi (Kordiv) kepada Anggota Bawaslu Provinsi Kalimantan Tengah, Nurhalina, selaku Teradu III dalam nomor 162-PKE-DKPP/VI/2025 dan Teradu V dalam perkara 183-PKE-DKPP/VIII/2025.

Sanksi tersebut dibacakan Ketua Majelis, Heddy Lugito, dalam sidang pembacaan putusan atas lima perkara yang digelar di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, pada Senin (20/10/2025).

“Menjatuhkan sanksi peringatan keras dan pemberhentian dari jabatan Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran, Data, dan Informasi Bawaslu Provinsi Kalimantan Tengah, Nurhalina, selaku Anggota Bawaslu Provinsi Kalimantan Tengah terhitung sejak putusan ini dibacakan,” ungkap Heddy Lugito.

Tindakan para teradu (Ketua dan Anggota Bawaslu Provinsi Kalimantan Tengah) dalam dua perkara ini tidak dibenarkan menurut hukum dan etika. Pertama yaitu menutup mekanisme penyelesaian administrasi sejak memperoleh informasi laporan politik uang dari Bawaslu Kabupaten Barito Utara pada pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada Kabupaten Barito Utara 2024.

DKPP menilai seharusnya Bawaslu Kalimantan Tengah memiliki kepekaan terhadap situasi krisis (sense of crisis), mengingat laporan tersebut berkaitan langsung dengan dugaan praktik politik uang yang berpotensi mencederai integritas dan kredibilitas hasil pemilihan.

Selain itu, para teradu tidak melakukan klarifikasi kepada Muhammad Al Ghazali Rahman alias Deden, dengan dalih yang bersangkutan telah ditahan oleh penyidik Polres Barito Utara dalam penanganan laporan politik uang.

Keterangan Deden, dinilai sangat penting untuk didengarkan untuk membuat terang perihal dugaan keterlibatan salah satu pasangan calon terkait politik uang pada PSU di Kabupaten Barito Utara.

Anggota Majelis, Ratna Dewi Pettalolo mengatakan, teradu Nurhalina selaku Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran, Data, dan Informasi Bawaslu Provinsi Kalimantan Tengah memiliki peran utama dalam penanganan laporan tersebut.

Berpijak pada Pasal 20 ayat (1) Peraturan Bawaslu 3 Tahun 2022 tentang Tata Kerja dan Pola Hubungan Pengawas Pemilihan Umum, koordinator divisi Bawaslu Provinsi, DKPP berpendapat Nurhalina layak dijatuhi sanksi lebih berat daripada teradu lainnya.

“Berpijak pada ketentuan tersebut, dengan demikian DKPP berpendapat Teradu Nurhalina layak dijatuhi sanksi lebih berat daripada Teradu lainnya,” ungkap Ratna Dewi Pettalolo.

Sementara itu, teradu lainnya dalam dua perkara yang sama dijatuhi sanksi peringatan keras. Yaitu, masing-masing untuk  Ketua Bawaslu Provinsi Kalimantan Tengah, Satriadi; beserta dua anggotannya: Kristaten Jon, dan Benny Setia.

Dalam sidang ini, DKPP membacakan putusan untuk lima perkara yang melibatkan 36 penyelenggara pemilu sebagai teradu.

Secara keseluruhan, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan (18), peringatan keras (11), peringatan keras terakhir (2), dan pemberhentian dari jabatan koordinator divisi (1). Serta terdapat lima penyelenggara pemilu yang direhabilitasi nama baiknya karena tidak terbukti melanggar KEPP.

Sidang ini dipimpin oleh Heddy Lugito selaku Ketua Majelis, didampingi Anggota Majelis antara lain J. Kristiadi, Ratna Dewi Pettalolo, I Dewa kade Wiarsa Raka Sandi, dan Muhammad Tio Aliansyah.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Prabowo Saksikan Pengembalian Rp13 Triliun, Tekankan Integritas dan Kepedulian terhadap Rakyat Kecil

Presiden Prabowo Subianto menyaksikan secara langsung penyerahan uang pengganti kerugian negara sebesar Rp13.255.244.538.149,00 dalam perkara tindak pidana korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya, dari Kejaksaan Agung kepada Kementerian Keuangan di Gedung Utama Kompleks Kejaksaan Agung RI, Jakarta, pada Senin, 20 Oktober 2025. Aktual/BPMI Setpres

Jakarta, aktual.com — Presiden Prabowo Subianto menyaksikan secara langsung gunungan uang senilai Rp13 triliun yang berhasil dikembalikan Kejaksaan Agung (Kejagung) kepada negara. Dalam kesempatan tersebut, Prabowo menyampaikan sejumlah pesan penting di hadapan jajaran Kejagung.

Dana sebesar Rp13.255.244.538.149 itu merupakan pengganti kerugian negara dalam kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya pada periode 2021–2022. Penyerahan uang dilakukan oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa di Gedung Utama Kejagung, Senin (20/10/2025).

Prabowo menyampaikan apresiasinya kepada seluruh jajaran Kejagung.

“Saudara-saudara, saya ucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua jajaran terutama Kejaksaan Agung yang telah dengan gigih bekerja keras untuk bertindak melawan korupsi manipulasi, penyelewengan,” katanya.

Ia menilai keberhasilan ini menjadi tanda baik di tahun pertama masa pemerintahannya.

“Kebetulan ini pas satu tahun saya dilantik sebagai presiden. Jadi saya merasa ini istilahnya tanda-tanda baik di hari satu tahun… kejaksaan memperlihatkan dan membuktikan kepada rakyat kerja keras, kerja yang gigih, kerja yang berani,” ujar Prabowo.

Menurutnya, uang hasil sitaan ini akan dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat, termasuk renovasi ribuan sekolah dan pembangunan kampung nelayan.

“Rp13 T ini kita bisa memperbaiki merenovasi 8.000 sekolah lebih,” ucapnya.

“Rencananya sampai akhir 2026, kita akan dirikan 1.100 desa nelayan… Jadi Rp13 triliun ini kita bisa membangun 600 kampung nelayan,” tambahnya.

Ia menjelaskan satu kampung nelayan bisa menampung sekitar 2.000 keluarga atau 5.000 jiwa.

“Kalau dikali seribu (target kampung nelayan di 2026), itu 5 juta orang Indonesia bisa hidup layak,” sambungnya.

Dalam pidatonya, Prabowo juga menegaskan agar Kejaksaan tidak melakukan kriminalisasi.

“Kita tidak ingin-ingin mencari masalah… saya ingatkan terus Kejaksaan, Kepolisian, jangan kriminalisasi sesuatu yang tidak ada, untuk motivasi apa pun,” tegasnya.

Ia mengingatkan bahwa Kejagung juga perlu melakukan introspeksi.

“Ini saya ingatkan karena juga Kejaksaan termasuk lembaga yang harus koreksi diri juga,” imbuhnya.

Prabowo mengaku menerima laporan adanya jaksa di daerah yang melakukan praktik tidak benar. Ia menegaskan agar aparat tidak mencari-cari perkara terhadap rakyat kecil.

“Orang kecil orang lemah itu hidupnya sudah sangat susah, jangan diperberat oleh mencari-cari hal yang tidak perlu dicari,” katanya.

Ia kemudian menyinggung kasus penangkapan anak SD dan ibu rumah tangga dalam perkara sepele.

“Saya ingat benar ada anak SD anak di bawah umur ditangkap karena mencuri ayam… Ini tidak masuk di akal,” ujarnya.

“Ada lagi ibu-ibu ditangkap mencuri pohon… Penegak hukum harus punya hati,” tambahnya.

Prabowo menutup sambutannya dengan peringatan keras kepada aparat agar adil.

“Jangan istilahnya tumpul ke atas tajam ke bawah itu zalim itu angkara murka, jahat. Orang kecil, orang lemah, harus dibela, harus dibantu… Anak itu saya panggil ke Hambalang, saya kasih beasiswa,” tuturnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

SOROTAN: Tak Ada yang Kebal Hukum? Buktikan, Pak Presiden

Ketika Presiden Prabowo Subianto berkata, “Tidak ada korupsi yang tidak bisa diselidiki. No more untouchable,” publik seolah mendengar gema lama dari cita-cita yang terus diulang sejak reformasi. Hukum harus tajam ke atas, bukan hanya ke bawah.

Kalimat itu singkat, tapi mengguncang kesadaran nasional. Ia membawa janji tentang keadilan yang sejati, bahwa tidak boleh ada lagi tembok kekuasaan yang melindungi pelaku korupsi, siapa pun dia, di posisi apa pun ia berdiri.

Namun pengalaman panjang bangsa ini mengajarkan bahwa setiap janji besar selalu datang bersama kewaspadaan. Di negeri yang terbiasa dengan jargon antikorupsi, publik tahu betul betapa tipis jarak antara komitmen dan kepura-puraan.

Pernyataan seperti itu, meski membangkitkan harapan, juga menimbulkan pertanyaan mendasar, apakah ini awal dari sebuah perubahan nyata, atau sekadar retorika yang berumur pendek, seperti banyak janji sebelumnya yang menguap di ruang sidang dan jumpa pers?

Presiden Prabowo menyampaikan pernyataan itu dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Senin, 20 Oktober 2025. Ia menegaskan tidak akan ada lagi yang kebal hukum, dan pemerintah berkomitmen mengusut seluruh kasus korupsi tanpa pandang bulu.

Ia juga menyebut adanya upaya penyelamatan keuangan negara hingga Rp1.000 triliun, serta penghentian praktik tambang ilegal dan penguasaan lahan tanpa izin. Dari segi politik, ini adalah pernyataan kuat yang menegaskan citra kepemimpinan tegas. Dari segi moral, ini adalah pernyataan yang menyentuh jantung keadilan sosial. Sesuatu yang selalu ditunggu rakyat.

Namun sejarah menulis banyak kisah tentang bagaimana kalimat-kalimat keras seperti itu akhirnya tumbang oleh kepentingan dan kompromi. Publik Indonesia tidak kekurangan alasan untuk skeptis.

Rakyat sudah berkali-kali menyaksikan bagaimana hukum sering menjadi alat politik, bukan alat keadilan. Banyak kasus besar berhenti di tengah jalan, pelaku di lingkar kekuasaan menghilang dalam senyap, dan lembaga penegak hukum terjebak dalam tarik-menarik kepentingan. Bahkan lembaga yang dulu menjadi simbol harapan seperti KPK, kini pun diragukan independensinya.

Karena itu, kalimat no more untouchable bisa dibaca sebagai dua hal sekaligus: panggilan moral untuk menegakkan hukum tanpa pandang bulu, dan ujian kejujuran bagi kekuasaan yang mengucapkannya.

Sebab yang akan diuji bukanlah keberanian menindak lawan politik, tetapi keberanian menegakkan hukum kepada mereka yang paling dekat dengan pusat kekuasaan. Masyarakat akan melihat, apakah kata-kata itu tetap berlaku ketika yang diselidiki adalah teman satu barisan, kolega satu partai, atau bahkan sekutu dalam kabinet.

Untuk benar-benar menghapus ‘yang tak tersentuh’ dibutuhkan lebih dari sekadar semangat. Ia menuntut keberanian membangun sistem hukum yang independen, aparat yang bebas dari tekanan politik, dan mekanisme transparansi yang membuat setiap proses bisa diawasi publik.

Penegakan hukum tanpa perlindungan bagi pelapor dan saksi hanya akan menjadi formalitas. Korupsi tidak akan hilang bila sistem birokrasi masih memberi ruang bagi kolusi dan pembiaran.

Yang lebih mendasar lagi, pemberantasan korupsi bukan hanya tindakan reaktif, tapi perubahan budaya, dari ruang rapat kementerian hingga meja kelurahan, dari proyek triliunan hingga pungutan sepele di jalanan.

Secara simbolik, Prabowo ingin mengirim pesan bahwa ia memegang kendali penuh atas pemerintahan dan birokrasi, dan tak segan menindak penyimpangan. Tapi simbol kekuasaan tidak cukup. Karena di negeri ini, keadilan sering kali berhenti di pintu istana.

Jika semangat no more untouchable hanya berhenti sebagai retorika politik, publik akan cepat kehilangan kepercayaan. Sebaliknya, bila benar-benar dijalankan secara konsisten, maka ini bisa menjadi momentum penting dalam sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia, saat hukum akhirnya menembus dinding kekuasaan.

Korupsi adalah kejahatan yang paling sunyi sekaligus paling menghancurkan. Ia tak selalu menimbulkan darah, tapi merampas masa depan jutaan orang. Ia membusukkan birokrasi dari dalam dan mengubah kesetiaan aparatur negara menjadi transaksi.

Karena itu, melawannya bukan sekadar menangkapi pelaku, tetapi menegakkan nilai kejujuran, tanggung jawab, dan keberanian melawan kawan sendiri ketika salah. Itulah inti dari no more untouchable. Bukan sekadar menakuti, tetapi memulihkan moralitas kekuasaan.

Bangsa ini sudah jenuh dengan kata-kata. Yang ditunggu kini adalah tindakan. Jika Presiden Prabowo benar-benar menepati ucapannya, maka sejarah akan mencatatnya sebagai pemimpin yang memulihkan wibawa hukum dan menutup bab lama korupsi yang tak tersentuh. Namun jika tidak, maka kalimat itu akan bergabung dengan daftar panjang slogan antikorupsi yang tinggal kenangan.

Ujian integritas telah dimulai. Yang ditunggu rakyat bukan siapa yang berani bicara, tapi siapa yang berani menindak. Sebab dalam negara yang adil, tidak ada yang kebal hukum, bahkan terhadap kata-kata sendiri.

Artikel ini ditulis oleh:

Andry Haryanto

BMKG Sebut Mayoritas Kota Besar di Indonesia Berpotensi Hujan Ringan

Pengendara sepeda motor menerobos hujan di kawasan Senopati, Jakarta,
Pengendara sepeda motor menerobos hujan di kawasan Senopati, Jakarta,

Jakarta, aktual.com – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan mayoritas kota besar di Indonesia berpotensi hujan ringan pada Selasa (21/10).

Prakirawan Cuaca BMKG Satriana Roguna dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Selasa, mengatakan bahwa di Pulau Sumatera, awan tebal diperkirakan di wilayah Banda Aceh dan Padang, serta di Medan dan Pekanbaru diperkirakan terjadi hujan ringan.

Satriana mengingatkan akan adanya potensi hujan yang dapat sertai dengan petir untuk wilayah Tanjung Pinang. Dia menyebutkan, awan tebal diperkirakan di wilayah Bengkulu dan Jambi, sedangkan untuk wilayah Palembang dan Pangkal Pinang diperkirakan terjadi hujan ringan.

“Waspada adanya potensi hujan yang dapat disertai dengan petir untuk wilayah Bandar Lampung,” katanya.

Di Pulau Jawa, diperkirakan terjadi hujan ringan untuk wilayah Jakarta, Serang, dan Semarang. Sedangkan untuk wilayah Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya diperkirakan terjadi hujan sedang.

Adapun untuk Pulau Bali dan Nusa Tenggara, diperkirakan berawan tebal untuk wilayah Kupang, sedangkan untuk wilayah Denpasar diperkirakan terjadi hujan sedang. Dia mengingatkan untuk mewaspadai potensi hujan disertai petir di wilayah Mataram.

Untuk Pulau Kalimantan, diperkirakan terjadi hujan ringan untuk wilayah Tanjung Selor, Samarinda, dan Palangkaraya. Sedangkan untuk wilayah Banjarmasin, diperkirakan terjadi hujan sedang.

“Waspada adanya potensi hujan yang dapat disertai dengan petir untuk wilayah Pontianak,” katanya.

Kemudian, untuk Pulau Sulawesi, diperkirakan hujan ringan untuk wilayah Palu, Gorontalo, Manado, dan Kendari. Sedangkan untuk wilayah Mamuju dan Makassar diperkirakan terjadi hujan sedang.

Untuk wilayah Indonesia bagian timur, diperkirakan udara kabur untuk wilayah Merauke. Sedangkan untuk wilayah Ternate, Ambon, Manokwari, Nabire, Jayawijaya, dan Jayapura diperkirakan terjadi hujan ringan, serta wilayah Sorong diperkirakan hujan sedang.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Whoosh: Cepat, Tapi Belum Dekat

Presiden RI Prabowo Subianto saat duduk menggunakan kereta cepat "Whoosh" saat bertolak menuju Bandung, Jawa Barat, Rabu malam. Aktual/TIM MEDIA PRESIDEN PRABOWO SUBIANTO

Jakarta, aktual.com – Kereta cepat Jakarta–Bandung (Whoosh) menandai babak baru dalam sejarah transportasi Indonesia. Lintasan 142 kilometer itu memangkas waktu tempuh menjadi 45 menit, dengan kecepatan hingga 350 kilometer per jam. Sebuah lompatan teknologi yang patut dibanggakan.

Namun, di balik prestise nasional itu, terselip pertanyaan mendasar: bisakah kecepatan tinggi ini berujung pada sesuatu yang lebih penting—keberlanjutan? Tak sekadar soal ketangguhan teknologi, melainkan juga manfaat ekonomi dan jangkauan sosialnya bagi masyarakat. Sebab, infrastruktur kelas dunia hanya bermakna bila benar-benar terhubung dengan kebutuhan riil warganya.

Padahal, jika ditelusuri lebih jauh, sejak awal kehadiran Whoosh lebih mencerminkan ambisi simbolik ketimbang kebutuhan mobilitas yang mendesak. Ia muncul bukan karena adanya krisis transportasi Jakarta-Bandung, melainkan dari dorongan untuk membuktikan bahwa Indonesia setara dengan bangsa-bangsa maju pemilik kereta cepat.

Pencapaian teknologinya memang patut diapresiasi. Namun tanpa pemahaman utuh tentang kebiasaan bepergian masyarakat, kecepatan fantastis itu justru berpotensi sia-sia. Konsekuensinya, pertumbuhan penumpangnya pun berjalan lambat—sebuah ironi yang justru bertolak belakang dengan semangat akselerasi yang diusung. Lantas, ke mana perginya para calon penumpang yang tidak tertarik ini?

Cepat Tapi Tak Praktis

Nyatanya, Whoosh hadir dengan segmentasi yang jelas: bukan untuk semua kalangan. Tarif premium dan lokasi stasiun yang jauh dari pusat kota—ditambah integrasi antarmoda yang masih terbatas—membuatnya lebih cocok untuk segmen tertentu.

Tak heran bila para pelaju harian tetap setia pada travel/shuttle atau bus antarkota. Alasannya sederhana: selain lebih terjangkau, pilihan moda tersebut menawarkan fleksibilitas jadwal dan layanan door-to-door yang memberikan kepraktisan yang sulit tergantikan.

Di sisi lain, pengguna mobil pribadi juga belum banyak beralih. Daya tarik utama tetap pada kebebasan mobilitasnya: bisa berangkat sesuka waktu, mampir di mana saja, serta membawa barang tanpa batasan. Tawaran 45 menit di atas rel pun terasa kurang menggiurkan ketika dihadapkan pada tarif tinggi, waktu tunggu, dan kerepotan akses menuju stasiun.

Yang ironis, kecepatan tinggi Whoosh itu pun kehilangan makna ketika perjalanan dihitung dari rumah hingga tujuan akhir—total perjalanan justru kerap tak jauh beda dengan berkendara pribadi.

Bukan APBN, Tapi Tetap Publik

Fakta di lapangan menunjukkan jumlah penumpang Whoosh masih jauh dari target. Kerugian operasional pun tak terelakkan. Menteri Keuangan memang bersikukuh bahwa beban ini bukan tanggungan APBN, melainkan sepenuhnya berada di pundak korporasi. Namun realitanya lebih kompleks.

Sebagai konsorsium yang didominasi BUMN, kerugian Whoosh pada akhirnya berpotensi berdampak tidak langsung pada publik. Misalnya mulai dari tertundanya proyek strategis lain yang lebih mendesak, hingga permohonan Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk menutupi defisit.

Dampaknya bisa merambat ke berbagai sisi. Kualitas layanan berisiko stagnan, investasi baru terhambat, dan kepercayaan publik semakin terkikis. Dengan kata lain, meskipun negara berusaha menjaga jarak, gelombang efek finansial Whoosh pada akhirnya tetap akan sampai ke masyarakat—secara langsung maupun tidak.

Saat Whoosh Menjawab dengan Mutu

Meski dibayangi persoalan keekonomian, sisi lain Whoosh justru mencatatkan prestasi. Di balik berbagai sorotan kritis, mutu layanan Whoosh justru patut diacungi jempol. Kenyamanan kabin yang senyap, desain kursi yang ergonomis, hingga ketepatan jadwal menjadi penanda baru standar transportasi darat Indonesia.

Tak kalah penting, kesigapan awak dan keandalan operasionalnya membuktikan kemampuan negeri ini dalam mengelola teknologi mutakhir setara kelas dunia.

Dalam persepsi publik, Whoosh telah melampaui wujudnya sebagai sekadar kereta cepat. Ia menjelma menjadi simbol harapan bagi layanan publik yang lebih berkualitas. Citra positif inilah yang justru menjadi aset berharga di tengah tekanan finansial—sebuah modal sosial yang dapat dipertahankan, sambil menunggu aspek komersialnya sepenuhnya membaik.

Menjadikan Whoosh Lebih dari Sekadar Transportasi
Meski dibayangi tantangan finansial, Whoosh belum kehilangan harapan. Kunci utamanya terletak pada kemampuan pemerintah dan operator dalam merancang strategi jangka panjang yang adaptif.

Bukan sekadar mengejar break-even point, melainkan menciptakan nilai tambah berkelanjutan. Caranya: memperluas basis pengguna, menguatkan konektivitas antarmoda, serta mengoptimalkan potensi ekonomi di sekitar jalur dan kawasan stasiun. Dengan strategi tepat, Whoosh bisa menjadi lokomotif baru bagi pertumbuhan kawasan.

Untuk mewujudkan strategi tersebut, langkah pertama dan paling krusial adalah membenahi mata rantai yang selama ini terputus: konektivitas. Lokasi Halim dan Tegalluar memang bukan di jantung kota, namun itu seharusnya bukan masalah bila tersedia angkutan pengumpan yang nyaman, andal, dan terintegrasi.

LRT di Halim memang sudah beroperasi, tapi integrasinya masih jauh dari ideal. Waktu tunggu belum sinkron, informasi terbatas, dan proses berpindah moda masih terasa rumit bagi penumpang.

Jalur Jakarta–Bandung bukan sekadar koridor bisnis, tapi juga kawasan wisata yang terus berkembang. Inisiatif paket terpadu semacam “Whoosh + Glamping Lembang” atau “Whoosh + Heritage Trip Asia-Afrika” dapat menjadi magnet bagi segmen wisatawan urban yang mendambakan perjalanan singkat tanpa repot. Kelebihan utama Whoosh di sini jelas: mobilitas tinggi yang memampatkan waktu perjalanan tanpa mengorbankan kenyamanan.

Peluang serupa terbuka lebar di segmen korporasi. Kawasan Tegalluar bisa dikembangkan menjadi pusat konferensi terpadu. Rapat, pelatihan, hingga gathering perusahaan dapat dilakukan di Bandung tanpa perlu menempuh perjalanan jauh. Konsep “meeting out of town” ini menarik bagi perusahaan yang mengejar efisiensi sekaligus suasana kerja yang lebih segar dan inspiratif.

Jangan Biarkan Whoosh Jadi Barang Pajangan

Kritik terhadap Whoosh bukanlah bentuk penolakan, melainkan pengingat bahwa ada hal yang perlu dibenahi. Proyek ini tetap menyimpan masa depan cerah—asal tidak dibiarkan menjadi moda transportasi eksklusif yang cuma dinikmati segelintir kalangan atau sekadar jadi pengalaman sekali coba. Masa depan Whoosh pada akhirnya ditentukan oleh kemampuannya melayani kebutuhan riil para pelaju harian yang mengutamakan keandalan, kecepatan, dan keterjangkauan.

Tanpa langkah korektif yang berarti, Whoosh berisiko terjebak dalam statusnya sebagai sekadar monumen teknologi. Padahal, cita-cita besarnya justru terletak pada potensinya sebagai katalisator transformasi logistik dan pariwisata di Pulau Jawa—terutama bila jalurnya kelak membentang hingga Surabaya dan didukung oleh integrasi sistem logistik nasional yang lebih solid.

Whoosh tak boleh berhenti sebagai simbol kemajuan yang hanya bisa dinikmati dari kejauhan. Ia harus bergerak melampaui status proyek prestisius, dan menjelma menjadi moda andalan yang hadir dalam denyut kehidupan masyarakat sehari-hari.

Masa depan transportasi modern Indonesia bergantung pada keberanian untuk membenahi, mendekatkan, dan memanusiakan layanan publik—bukan sekadar membanggakan kecepatannya. Sebab bila tidak, Whoosh akan tinggal nama: cepat, canggih, tapi asing dari kebutuhan rakyat.

Oleh: MUHAMAD AKBAR, Pemerhati Transportasi

Artikel ini ditulis oleh:

Eka Permadhi

Berita Lain