26 Desember 2025
Beranda blog Halaman 277

Usai Disentil Mahfud, KPK Buka Pintu Kerja Sama dengan BPK dan PPATK Ungkap Dugaan Korupsi Whoosh

Ilustrasi - Kereta Cepat Whoosh.

Jakarta, akurat.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan kesiapannya untuk bekerja sama dengan lembaga negara lain, seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dalam memperkuat pengawasan dan penindakan terhadap dugaan tindak pidana korupsi.

Hal ini disampaikan oleh Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyusul pernyataan Prof. Mahfud Md yang menyinggung dugaan mark up proyek kereta cepat Whoosh. Sebelumnya, Mahfud melalui akun YouTube Mahfud MD Official menyoroti adanya perbedaan besar dalam perhitungan biaya pembangunan proyek kereta cepat Jakarta–Bandung.

Ia mengungkapkan adanya selisih antara kalkulasi versi Indonesia dan versi China. Menurut Mahfud, versi Indonesia mencatat biaya sekitar 52 juta dolar AS per kilometer, sedangkan versi China hanya sekitar 17–18 juta dolar AS per kilometer. Perbedaan tersebut membuat Mahfud mencurigai adanya kenaikan biaya hingga tiga kali lipat dari angka seharusnya.

Menanggapi hal itu, KPK mengapresiasi kepedulian Mahfud terhadap isu korupsi dan menyambut baik bila ada data pendukung yang dapat memperkuat proses penelusuran. “Jika memang menemukan adanya informasi atau dugaan awal termasuk data-data dugaan tindak pidana korupsi, KPK mendorong kepada masyarakat untuk kemudian menyampaikan kepada KPK,” ujar Budi Prasetyo.

Ia menegaskan bahwa KPK siap mempelajari dan menelaah setiap informasi yang disampaikan untuk memastikan ada tidaknya unsur tindak pidana korupsi serta relevansinya dengan kewenangan lembaga. “Informasi dan data tersebut tentu nanti akan dipelajari ditelaah apakah ada unsur-unsur dugaan tindak pidana korupsinya atau tidak. Kemudian tentu nanti akan ditelaah, apakah juga menjadi bagian dari tugas fungsi kewenangan KPK,” katanya.

Dalam menjalankan tugasnya, KPK tidak bekerja sendiri, melainkan berkoordinasi dengan berbagai lembaga pengawas keuangan negara. Budi menjelaskan bahwa hasil audit BPK maupun laporan analisis transaksi keuangan dari PPATK sering kali menjadi bahan awal pengembangan kasus.
“KPK juga dari informasi dan data awal yang diperoleh dari berbagai sumber, bisa dari PPATK, bisa juga dari laporan BPK, beragam sumber informasi dari KPK yang kemudian dipelajari, dianalisis dan ketika memang ditemukan adanya dugaan awal terjadi tindak pidana korupsi, maka KPK kemudian melakukan pendalaman untuk menelusuri dugaan tersebut,” ujarnya.

Ia menambahkan, sinergi dengan BPK dan PPATK menjadi bagian penting dalam membangun sistem pengawasan yang lebih komprehensif. Melalui kerja sama tersebut, KPK dapat memperoleh gambaran lebih luas mengenai aliran dana, potensi penyimpangan, dan pola penyalahgunaan anggaran yang terjadi dalam proyek pembangunan.

“Penanganan perkara di KPK itu tidak hanya bermula dari laporan aduan masyarakat, tapi juga KPK bisa melakukan case building dari data informasi awal yang bersumber dari sumber-sumber lainnya, seperti BPK, BPKP misalnya dari laporan auditnya, dan dari PPATK misalnya dari informasi terkait dengan aliran uang,” jelas Budi.

Dengan terbukanya ruang kolaborasi antara KPK, BPK, dan PPATK, Budi berharap pemberantasan korupsi di Indonesia semakin efektif dan menyentuh akar persoalan. Ia menegaskan, KPK siap menindaklanjuti setiap data valid yang diberikan oleh masyarakat maupun tokoh publik seperti Prof. Mahfud Md agar penegakan hukum dapat berjalan transparan, akuntabel, dan berbasis bukti yang kuat.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Menko Yusril: Kewenangan Memutuskan Struktur Organisasi Polri Sepenuhnya di Tangan Presiden dan DPR

Menko Kumham Imipas Yusril Ihza Mahendra. ANTARA/HO-Kemenko Kumham Imipas RI)

Jakarta, Aktual.com – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra kembali menegaskan bahwa kewenangan untuk menentukan struktur organisasi Polri sepenuhnya berada di tangan Presiden dan DPR.

“Bagaimana susunan dan kewenangan Polri ke depan, apakah tetap seperti sekarang atau akan ada perubahan struktur, semuanya menjadi kewenangan Presiden dan DPR untuk memutuskannya,” tegas Yusril, usai menghadiri acara Satu Tahun Pemerintahan Prabowo–Gibran di Universitas Tarumanegara, Jakarta, Senin (20/10).

Yusril menjelaskan, dasar konstitusional pengaturan struktur Polri diatur dalam Pasal 30 ayat (5) UUD 1945 yang menyatakan bahwa susunan dan kedudukan TNI dan Polri serta hubungan kewenangan antara keduanya diatur dengan undang-undang.

Hal ini dipertegas kembali dalam Bab II Pasal 8 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menyatakan bahwa Polri berada di bawah Presiden, dan Kapolri bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

“Secara normatif, apakah kedudukan Polri akan tetap seperti sekarang atau akan diubah, semuanya tergantung Presiden dan DPR. Kalau sekiranya akan diubah, perubahan itu harus diatur dengan undang-undang,” ujar Yusril.

“Dan kita tahu bahwa inisiatif perubahan undang-undang bisa datang dari Presiden dan bisa pula dari DPR.” jelas Yusril.

Terkait wacana pembentukan Komite atau Komisi Reformasi Kepolisian yang digagas Presiden Prabowo Subianto, Yusril menilai hal itu wajar memunculkan diskusi publik terkait susunan dan kedudukan Polri.

“Pemerintah menghargai dan menghormati wacana tersebut sebagai ekspresi kebebasan berbicara dan kebebasan mimbar akademik. Pemikiran seperti itu nanti dapat disumbangkan kepada Komisi Reformasi Kepolisian untuk digodok. Namun keputusan akhir tetap ada di tangan Presiden,” kata Yusril.

Ketika ditanya kapan Presiden akan mengumumkan pembentukan Komisi Reformasi Kepolisian, Yusril menjawab,

“Saya belum mendapatkan informasi terbaru mengenai hal ini. Semuanya tergantung kepada beliau (Presiden), kapan saat yang tepat untuk mengumumkannya. Saya yakin Presiden pasti punya pertimbangan yang tepat. Mohon sabar menunggunya,” tutup Yusril.

 

Artikel ini ditulis oleh:

Eka Permadhi

Pasar Gelap Kursi Ibadah

Artikel ini ditulis oleh:

Andry Haryanto

Presiden Prabowo Targetkan Universitas Indonesia Masuk 100 Besar Dunia

Presiden Prabowo Suabianto saat menyatakan permintaan maaf terhadap kasus Brimob menabrak ojol. Aktual/Setpres-BPMI

Jakarta, aktual.com – Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto menargetkan universitas-universitas di Tanah Air mampu menembus peringkat 100 besar dunia dalam daftar QS World University Rankings (Quacquarelli Symonds).

Dalam Sidang Kabinet Paripurna Satu Tahun Pemerintahan Prabowo–Gibran di Istana Negara, Senin (20/10), Kepala Negara memberikan apresiasi khusus kepada Universitas Indonesia (UI) yang untuk pertama kalinya berhasil masuk peringkat 200 besar dunia. Prabowo menyebut capaian ini sebagai tonggak penting dalam sejarah pendidikan tinggi nasional.

“Kami berterima kasih dan mengucapkan selamat. Untuk pertama kalinya, Universitas Indonesia tembus top 200 QS ranking dunia,” ujar Prabowo disambut tepuk tangan para peserta sidang.

Presiden ke-8 RI itu menilai pencapaian UI menjadi bukti meningkatnya kualitas dan daya saing pendidikan tinggi Indonesia di kancah global. Namun, ia menegaskan bahwa prestasi tersebut tidak boleh membuat dunia akademik berpuas diri.

“Top 200, tetapi saya minta kepada Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi serta Wakil Menteri agar bisa jadi top 100. Bisa? Bisa?” ucapnya, disambut tawa dan semangat optimisme dari jajaran kabinet.

Prabowo berharap langkah UI di peringkat internasional ini dapat menjadi pemicu bagi perguruan tinggi lain untuk terus memperkuat riset, inovasi, dan reputasi akademik.

“Saya yakin, nanti akan disusul oleh ITB, UGM, ITS, dan universitas-universitas kita lainnya,” tandasnya.

Pemerintah, lanjut Prabowo, berkomitmen mendukung peningkatan kualitas pendidikan tinggi melalui pendanaan riset, penguatan kolaborasi internasional, serta penciptaan ekosistem akademik yang kompetitif dan berintegritas.

Dengan visi menjadikan Indonesia sebagai poros ilmu pengetahuan dan teknologi di Asia Tenggara, Prabowo optimistis bahwa universitas-universitas Indonesia akan segera berdiri sejajar dengan kampus terbaik dunia.

Satu Tahun Prabowo-Gibran: Antara Warisan Hutang Rezim Jokowi dan Jurus Pertumbuhan Ekonomi Menteri Purbaya

Rezim jokowi
Rezim jokowi

Jakarta, Aktual.com – Pemerintah mengklaim, satu tahun kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto mencatatkan sejumlah capaian positif dalam bidang ekonomi. Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyebut pada Triwulan II-2025, pertumbuhan ekonomi Indonesia stabil tinggi di angka 5,12 persen, salah satu tertinggi di antara negara G20. Menkeu optimistis kinerja ekonomi nasional akan terus membaik hingga akhir tahun.

Namun, kondisi berbeda disampaikan Analis Ekonomi Politik FINE Institute Kusfiardi. Menurutnya, dalam setahun pertama Pemerintahan Prabowo ini belum ada progres yang cukup berarti dalam hal pertumbuhan ekonomi.

“Justru didominasi kontroversi. Seperti program Makan Bergizi gratis (MBG) pun tidak lepas dari kontroversi. Mulai dari penyelenggaraannya yang sentralistik lewat pendirian BGN (Badan Gizi Nasional), dan tidak bisa menjadi alat redistribusi ke daerah-daerah, juga muncul secara teknis operasional masalah keracunan massal MBG,” paparnya.

Baca juga:

Setahun Prabowo-Gibran: Maju Mundur Reformasi Polri dan Tumpulnya Hukuman Kejagung

Pun halnya dengan kebijakan lainnnya seperti pendirian BPI Danantara yang belum menunjukan kinerjanya, dan kontroversi kereta cepat Bandung-Jakarta atau Whoosh yang akan berujung pada kebangkrutan.

“Memang dalam satu tahun pertama ini, menunjukkan betapa beratnya kerusakan selama 10 tahun rezim Jokowi sehingga tidak mudah dikoreksi, dan nampaknya langkah-langkah Prabowo belum cukup untuk memperbaiki situasi itu. Jadi kondisi setahun pertama ini memang ada kaitannya dengan kebijakan 10 tahun sebelumnya. Ada warisan masalah dari rezim Jokowi,” paparnya.

Namun, katanya, terlepas dari persoalan warisan rezim sebelumnya, secara struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak banyak yang bisa dibelanjakan untuk pertumbuhan ekonomi produktif.

“APBN kita sudah tergerus sebagian besar untuk bayar utang, ditambah dengan alokasi untuk Bansos, atau perlindungan sosial, dan program MBG. Jadi tidak banyak anggaran untuk digenerate demi kepentingan pertumbuhan ekonomi produktif,” ungkapnya.

Baca juga:

Prabowo Saksikan Penyerahan Uang Pengganti Kasus Korupsi CPO di Kejagung

Karena itu, Kusfiardi memprediksi, pertumbuhan ekonomi di satu tahun pertama akan mentok di angka 5 persen. Pertumbuhannya pun, ucap dia, lebih karena konsumsi.

“Kalau tidak membaik konsumsinya mungkin bisa kurang dari 5 persen. Sektor produktif tanda-tandanya kan kurang baik, masih ada PHK di mana-mana, dan investasi tidak nambah, sehingga kita lihat belum ada perbaikan,” papar Kusiardi.

Pertanyakan Asumsi dan Standar Keberhasilan

Mengenai klaim keberhasilan pemerintah, di mana pertumbuhan ekonomi dan investasi meningkat, serta pengangguran menurun, Kusfiardi mempertanyakan asumsi dan standar yang digunakan.

“Kita tahu kan ada gugatan juga soal publikasi keberhasilan pemerintah soal pertumbuhan ekonomi yang disampaikan BPS, sampai ada dilaporkan ke PBB. Boleh saja pemerintah punya kekuasaan dan mengklaim ada keberhasilan, tapi tidak serta merta bisa otak-atik data seenaknya tanpa peduli dengan aturan baku yang dijadikan ukuran, standar dan kinerja pencapaian sosial ekonomi sebuah negara,” tuturnya.

Menurutnya, klaim keberhasilan yang dibangun pemerintah menjadi kurang berarti karena tidak berhasil menumbuhkan kepercayaan masyarakat.

“Kalau pakai komparasi-komparasi begitu saja, ya, gampang saja, ya. Misalnya, komparasi sebagai negara yang pertumbuhan ekonominya tertinggi di negara G20, tapi mari kita lihat siapa yang berkontribusi? Perekonomian kita sebagian besar dikuasai oleh siapa? Itu kan tidak pernah dipertanyakan,” paparnya.

Baca juga:

Menkeu Purbaya Tekankan Akselerasi Belanja Daerah untuk Dorong Pembangunan

Selain itu menurutnya, Pemerintah tidak pernah menghitung pertumbuhan ekonomi itu sebagian besar karena kontribusi perusahaan asing.

“Itu kan bukan punya kita, walaupun pertumbuhan kita besar, kan bukan kita yang dapat. Mereka produksi meningkat, penjualan meningkat, yang kita dapat kan pajak doang, keuntungan mereka dikirim ke negara asalnya, perusahaan induknya, bukan di Indonesia,” jelasnya.

Kusfiardi juga menyampaikan belum ada kebijakan Menkeu Purbaya yang konkrit untuk mendorong daya beli, dan menciptakan ekonomi produktif.

“Kebijakan Purbaya yang baru terlihat kan pada cukai rokok tidak dinaikkan, tapi kan yang mukul konsumsinya sudah banyak banget, ada PPN, PPH dan lainnya. Kalau itu tidak diotak-atik untuk tahun ini, ya, susah konsumsi bergerak,” paparnya.

Sentralisasi Keuangan

Adapun Ekonom Universitas Indonesia Berly Martawardaya menyoroti meningkatnya sentralisasi fiskal. Pemangkasan transfer ke daerah (TKD) sebesar Rp50 triliun dalam APBN 2025 dan Rp155 triliun dalam APBN 2026 banyak menyasar anggaran fisik. Program dan proyek pusat tetap dijalankan di daerah, tanpa mekanisme pengambilan keputusan dan pengadaan di tingkat lokal.

“Ini menjadi kemunduran dalam semangat otonomi daerah yang sudah berjalan 25 tahun,” kata Berly.

Baca juga:

Menkeu Purbaya Yakin Ekonomi Tumbuh 5,5 Persen

Hal sama disampaikan Kusfiardi. Menurutnya berkurangnya TKD akan bermasalah kalau pemerintah masih memberlakukan keuangan secara sentralistik.

Mestinya, kata dia, TKD yang dipotong itu dibelanjakan lagi ke daerah untuk pembangunan insfrastruktur, misalnya pembangunan dan perbaikan jembatan, sekolah, puskesmas, dan fasilitas publik lainnya.

Tingkatkan Batas PTKP

Karena itu Kusfiardi mengusulkan untuk tahun kedua Pemerintahan Prabowo agar fokus memfasilitasi infrastuktur konektifitas di daerah. Tujuannya untuk menghidupkan kegiatan ekonomi lokal.

“Kalau bangun tol kan tidak ada hubungannya dengan produktifitas ekonomi lokal. Itu kan hanya memfasilitas perusahaan otomotif agar bisa menjual lebih banyak. Tapi kalau mau meningkatkan produktifitas ekonomi lokal, misalnya di daerah perkebunan, pertanian, perikanan, ya, harusnya infrastruktur terkait itu yang dibangun bukan lainnya,” katanya.

Kemudian, katanya, kalau pemerintah mau menyelamatkan konsumsi ke depan, maka paling tidak harus segera perbaiki kebijakan di perpajakan. “Jadi batas pendapatan yang kena pajak harus diperbaiki, harus dinaikkin, tidak bisa kayak sekarang Rp5 juta saja sudah kena pajak,” ucap Kusfiardi.

Baca juga;

Menkeu Purbaya Sebut Kesejahteraan Masyarakat Naik dalam 10 Bulan Pertama Pemerintahan Prabowo

Ia menjelaskan, dengan masih tingginya tingkat kesenjangan harusnya pemerintah menyasar pajak yang lebih tinggi untuk kelompok yang lebih kaya.

“Sekarang itu kita hanya digerakkan sedikit saja kelompok paling kaya di Indonesia. Kelompok kelas menengah ke bawah sudah makan tabungan, nahan konsumsi, kalau tidak ada kebijakan dan tindakan segera dari pemerintah, ya, akan lebih buruk,” ucapnya.

Kusfiardi pun mengusulkan agar menaikkan batas pendapataan kena pajak di atas Rp30 juta atau di angka Rp50 juta. “Supaya juga pajak betul-betul punya aspek retribusi. Jangan orang yang penghasilannya pas-pasan justru dipajakin,” paparnya.

Menurutnya, mereka yang berpenghasilan hingga Rp10 juta per bulan yang sudah keluarga dengan anak 2-3 orang, akan sangat berat bila dibebankan pajak.

“Kalau tidak kena pajak, kan mereka akan terima bersih Rp10 juta. Artinya akan ada sedikit napas untuk konsumsi, atau ada kesempatan untuk alokasi investasi, dan usaha kecil-kecilan modal Rp500 ribu sebulan, misalnya,” tutur Kusfiardi.

Baca juga:

Purbaya Sebut Akan Kejar Ribuan Penunggak Pajak

Kusfiardi pun mengapresiasi tekad Menkeu Purbaya yang akan menagih para penunggak pajak yang sudah inkrah. Namun, bila kebijakan itu diikuti dengan mengefektifkan tarif pajak untuk kelompok kaya dalam pajak progresif, maka akan sangat membantu penambahan pemasukan anggaran.

“Harus ada keberpihakan kalau mau menyelamatkan ekonomi. Dalam waktu dekat tentu harus menyelamatkan konsumsi. Jangka menengah-panjangnya, konsumsi itu harus didorong ke sektor produktif, sehingga ke depan perekonomian kita memang didorong oleh kegiatan yang lebih produktif,” pungkasnya.

Kuncinya Menkeu, jangan hanya retorika saja, sekarang masih retorika saja, belum terlihat riillnya keberpihakan terhadap rakyat. Kebijakan fiskal, mengambil dari yang kaya, meretribusikannya ke fasilitas umum layanan publik.

Artikel ini ditulis oleh:

Erobi Jawi Fahmi
Eka Permadhi

Setjen MPR dan Universitas Lampung Jalin Kerja Sama Perkuat Kajian Ketatanegaraan

Sekretaris Jenderal MPR RI Siti Fauziah, SE, MM dan Rektor Unila Prof. Dr. Ir. Lusmeilia Afriani, D.E.A., IPM., ASEAN Eng, di Gedung Fakultas Hukum Unila, Senin (20/10/2025). Aktual/DOK MPR RI

Lampung, aktual.com – Sekretariat Jenderal (Setjen) MPR RI dan Universitas Lampung (Unila) resmi menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dalam bidang kajian akademik ketatanegaraan. Penandatanganan dilakukan oleh Sekretaris Jenderal MPR RI Siti Fauziah, SE, MM dan Rektor Unila Prof. Dr. Ir. Lusmeilia Afriani, D.E.A., IPM., ASEAN Eng, di Gedung Fakultas Hukum Unila, Senin (20/10/2025).

Kegiatan ini menjadi momentum penting dalam memperkuat sinergi antara lembaga negara dan perguruan tinggi dalam pengembangan riset ketatanegaraan, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, serta kontribusi bersama terhadap penguatan demokrasi dan kelembagaan negara.

Turut hadir dalam acara tersebut Kepala Biro Pengkajian Konstitusi Setjen MPR RI Heri Herawan, SH, jajaran pejabat Eselon III dan IV Setjen MPR, Tim Ahli Kajian Akademik MPR–Unila, Direktur Sumber Daya Dirjen Diktisaintek, Prof. Dr. Sri Suning Kusumawardani, S.T., M.T., para Wakil Rektor, Dekan, Direktur Pascasarjana, Kepala Biro, Kepala Lembaga, dan civitas akademika Unila.

Dalam sambutannya, Siti Fauziah menegaskan bahwa kerja sama ini merupakan implementasi dari tugas konstitusional MPR RI sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 juncto Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, yakni mengkaji sistem ketatanegaraan, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta pelaksanaannya, serta menyerap aspirasi masyarakat, daerah, dan lembaga sebagai bahan penyempurnaan sistem ketatanegaraan.

“Kebersamaan kita hari ini bukan sekadar kegiatan akademik, tetapi ikhtiar kolektif untuk memperkuat demokrasi konstitusional dan memperkaya praktik ketatanegaraan,” ujar Siti Fauziah.

Acara penandatanganan MoU itu juga dirangkai dengan penyelenggaraan Focus Group Discussion (FGD) bertema Kajian Akademik Reformulasi Peran MPR Dalam Menguatkan Pelaksanaan Demokrasi Substantif.

Diungkapkan Ibu Titi -sapaan akrab Siti Fauziah- tema kajian itu tentu tidak dimaksudkan untuk mengembalikan supremasi MPR seperti era sebelum reformasi, melainkan untuk memikirkan dan menata ulang kewenangan, fungsi, dan orientasi MPR ke depan agar lebih relevan dengan prinsip demokrasi substantif.

“Di sinilah pentingnya pandangan kritis dari dunia akademik. Universitas Lampung, khususnya Fakultas Hukum, melalui penelitian dan analisis yang mendalam serta independen, membantu kita melihat persoalan dengan jernih dan berbasis bukti. Dengan begitu, keputusan politik yang diambil MPR RI benar-benar berlandaskan data dan kajian ilmiah, bukan sekadar hasil kompromi politik sesaat,” ujar perempuan pertama dalam sejarah yang menjabat Sekretaris Jenderal MPR RI ini.

Ibu Titi dalam kesempatan itu, mengucapkan apresiasi setinggi-tingginya kepada Universitas Lampung, khususnya Fakultas Hukum, dan seluruh Tim Ahli Kajian Akademik atas kerja keras yang luarbiasa. Naskah akademik yang dihasilkan akan menjadi rujukan penting bagi Badan Pengkajian MPR untuk merumuskan rekomendasi bagaimana peran MPR RI dalam menguatkan pelaksanaan demokrasi yang lebih substantif ke depan.

“Saya berharap kerjasama ini terus berlanjut sebagai wujud nyata implementasi Nota Kesepahaman antara MPR RI dan Universitas Lampung, baik melalui pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi, Pendidikan dan pelatihan, Seminar, dan kajian ketatanegaraan, serta peningkatan mutu akademik dan kompetensi SDM. Sinergi ini penting agar gagasan yang lahir tidak berhenti di forum akademik, tetapi menjadi pijakan nyata bagi perbaikan demokrasi dan sistem ketatanegaraan ke depan,” pungkasnya.

Sementara itu, Rektor Unila Prof. Lusmeilia Afriani menyebut kerja sama ini memiliki makna strategis dalam memperkuat hubungan antara dunia akademik dan lembaga negara.

“Kerja sama ini menandai babak baru kolaborasi Unila dan MPR RI dalam memperkaya pendidikan, penelitian, serta pengabdian kepada masyarakat di bidang ketatanegaraan,” ujarnya.

Ia menjelaskan, ruang lingkup kerja sama mencakup pelaksanaan tridarma perguruan tinggi, peningkatan kompetensi sumber daya manusia, serta pelaksanaan kegiatan ilmiah seperti seminar, diskusi, dan publikasi bersama.

“Sebagai bagian dari kerja sama ini, kita juga melaksanakan FGD tentang kajian akademik. FGD ini menjadi momen penting untuk bertukar gagasan, menyatukan visi, dan menggali peluang kolaborasi antara akademisi Unila dan jajaran MPR RI,” tutupnya.

Berita Lain