28 Desember 2025
Beranda blog Halaman 297

Ancaman Geser Anggaran MBG yang tidak Terserap Menteri Purbaya Sehingga Respon LBP

Arsip foto - Seorang anak bersiap menyantap makanan bergizi gratis (MBG) di Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Banda Aceh 593 yang berlabuh di Dermaga Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil), Jakarta Utara, Kamis (23/1/2025). ANTARA FOTO/Muhammad Ramdan/YU

Jakarta, aktual.com – Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyepakati kenaikan anggaran untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) pada tahun anggaran 2026 menjadi Rp335 triliun. Kenaikan ini jauh lebih besar dari alokasi awal pada tahun 2025 yang disetujui sebesar Rp71 triliun. Keputusan ini diambil saat rapat Paripurna di DPR RI, Selasa (23/9/2025).

Walau sudah dinaikan anggarannya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa melihat masih  rendahnya daya serap program MBG. Ia pun menyatakan akan mengambil sikap tegas terhadap rendahnya penyerapan anggaran Program Makan Bergizi Gratis (MBG) — salah satu program unggulan pemerintahan Presiden Prabowo–Gibran.

Hingga awal Oktober 2025, data Kemenkeu menunjukkan serapan MBG nasional masih di bawah 60 persen, dengan banyak daerah mengalami kendala distribusi, sistem data penerima, serta keterlambatan pelaporan.

“Kalau di akhir Oktober penyerapannya belum optimal, uangnya akan kita tarik. Bisa kita alihkan ke program lain, dipakai mengurangi defisit, atau untuk mengurangi utang. Pada dasarnya, tidak ada uang yang menganggur di kementerian sampai akhir tahun,” kata Purbaya di Jakarta, selasa (7/10).

Baca juga:

Siswa Jadi Korban: MBG Jangan Jadi Proyek dan Rente

Terkait rencana tersebut menggeser anggaran MBG yang tidak terserap optimal, Purbaya mengatakan sudah mendapatkan persetujuan dari Presiden Prabowo. “Dia (Prabowo) (enggak) setuju juga tidak bisa diserap, tidak mengubah apa-apa kan. Dia bilang (ke) saya ok, boleh dia, bagus. Justru kita mau membantu MBG biar diserap lebih cepat Tapi kalau saya tidak ada sanksi, ya mereka santai-santai aja lah,” ungkapnya.

Namun bila serapan anggaran MBG berjalan baik, Purbaya berjanji akan menambah anggaran program unggulan itu. Selain itu untuk membantu penyerapan anggaran MBG, Menkeu akan membantu. “Program MBG treatment-nya sama. Kalau kita lihat ada kendala, kita akan bantu, termasuk mengirim manajemen maupun orang keuangan untuk mempercepat penyerapan,” ujar Purbaya kepada wartawan, Jakarta, Jumat (19/9/2025).

Founder dan CEO Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) Diah Saminarsih menyebutkan, akuntabilitas program MBG patut dipertanyakan. Dengan klaim telah berjalan di 38 provinsi dan jumlah penerima manfaat mencapai lebih dari 22 juta, angka tersebut tidak dapat diverifikasi karena minimnya transparansi yang bisa diakses publik.

“Isu potensi risiko korupsi juga menguat, sebagaimana laporan Transparency International Indonesia di mana beberapa menu MBG tidak mencapai nilai rata-rata penerima manfaat sebesar Rp10 ribu per porsi,” ungkap Diah dalam keterangannya kepada Aktual,com.

Baca juga:

KPK Kaji Pelaksanaan MBG untuk Cegah Tindak Pidana Korupsi

Disis lain, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan penyerapan anggaran program Makan Bergizi Gratis (MBG) telah membaik. Pernyataan ini disampaikannya usai bertemu dengan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana di kantor DEN pada Jumat, 3 Oktober 2025.

“Sehingga Menteri Keuangan tidak perlu nanti mengambil anggaran yang tidak terserap,” kata Luhut.

Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investas, di era Presiden Jokowi pun mengatakan, dirinya telah mengingatkan agar BGN mampu dan segera menyerap semua anggaran MBG sesuai sasaran, dan membantu perputaran roda perekonomian di daerah.

Baca juga:

Wakil Kepala BGN Sebut Program MBG Tidak Boleh Berorientasi Bisnis

Semenatara itu, Kepala BGN Dadan Hindayana melaporkan bahwa realisasi anggaran BGN hingga saat ini sudah mencapai Rp 21,64 triliun atau setara 36 persen dari total anggaran. Adapun tahun ini BGN mendapatkan anggaran sebesar Rp 71 triliun. “Untuk bantuan pemerintah, makan bergizinya, (realiasi anggaran) kurang lebih Rp 18,63 triliun. Itu sudah mencapai 37 persen,” kata Dadan.

Dukungan Pemanfaatan Anggaran MBG yang Tak Terserap

Menanggapi rencana pemangkasan tersebut, Direktur Kebijakan Fiskal Center of Economic and Law Studies (Celios) Media Wahyudi Askar, memandang langkah Menkeu Purbaya sebagai strategi taktis untuk mengalihkan anggaran yang tidak terserap secara optimal ke program-program yang lebih berdampak langsung pada masyarakat kelas bawah.

“Ini kan tinggal tiga bulan lagi (sisa tahun 2025). Jadi, memang langkah Pak Purbaya itu bisa dibilang cukup taktis sebetulnya, untuk mendorong spending, belanja daya beli masyarakat,” sebutnya saat ditemui Infobank di sela-sela acara konferensi pers launching platform MBG Watch di Jakarta, Selasa, 7 Oktober 2025.

Ia sendiri menyatakan kesetujuan atas langkah yang diambil Menkeu Purbaya. Menurutnya, program MBG yang dijalankan pemerintah saat ini memang tidak efisien dan efektif, serta tak berdampak.

Ditambah, mereka yang masuk ke operasional layanan MBG berasal dari pemain-pemain besar, yang bukan dari kalangan petani kecil dan UMKM. Hal ini menyebabkan minimnya perputaran uang pada masyarakat kelas bawah.

“Jadi, pengaruh multiplier efeknya relatif kecil, sehingga kalau seandainya MBG itu tidak efektif, penyerapan anggaran kecil, lebih baik (dananya) digeser ke yang lain,” imbuhnya.

Baca juga:

Dapur SPPG MBG Harus Jalankan SOP Pelayanan dengan Baik

Menko Pangan Zulkifli Hasan pun ikut merespons pernyataan Menkeu Purbaya yang akan memotong dana MBG yang tak terserap sampai Oktober, menurutnya anggaran MBG sudah disalurkan ke program sehingga tidak mungkiin bisa dipangkas.

“MBG itu program utama Pak Presiden. Jadi tak mungkin dialihkan ya,” ujarnya, Selasa (14/10).

Ia pun optimistis anggaran yang sudah disalurkan ke program MBG ini bisa terserap optimal, dan tepatsaran bagi 82 juta penerima manfaat.

“Insyaallah. Itu merupakan program yang sangat penting. Program yang menjadi program utama pemerintah,” ujarnya.

 

Artikel ini ditulis oleh:

Erobi Jawi Fahmi
Eka Permadhi

KPI Jatuhkan Sanksi Penghentian Sementara Program Xpose Uncensored

Jakarta, akutal.com – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menjatuhkan sanksi penghentian sementara pada program siaran Xpose Uncensored yang ditayangkan oleh Trans 7. KPI menilai telah terjadi pelanggaran atas Pasal 6 Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 01/P/KPI/03/2012 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran (P3), serta Pasal 6 ayat 1 dan 2, Pasal 16 ayat 1 dan ayat 2 huruf (a) Peraturan KPI Nomor 02/P/KPI/03/2012 tentang Standar Program Siaran (SPS).

Pada ketentuan di P3 menyebutkan lembaga penyiaran wajib menghormati perbedaan suku, agama, ras dan antargolongan yang mencakup keberagaman budaya, usia, gender, dan/ atau kehidupan sosial ekonomi. Sedangkan pada ketentuan pada SPS menyebutkan program siaran dilarang melecehkan, menghina, dan/ atau merendahkan lembaga pendidikan. Adapun secara khusus pada pasal 16 ayat 2 huruf (a) memuat ketentuan penggambaran tentang lembaga pendidikan harus mengikuti ketentuan tidak memperolok pendidik/ pengajar.

Hal tersebut disampaikan Ketua KPI Pusat Ubaidillah, usai Rapat Pleno Penjatuhan Sanksi yang digelar KPI Pusat malam ini, (14/10).

Atas tayangan tersebut, KPI telah menerima banyak pengaduan dari kelompok-kelompok masyarakat yang keberatan dengan tayangan ini karena dirasa mendistorsi kehidupan pesantren, santri dan juga para Kyai pimpinan pondok pesantren.

KPI juga memanggil Trans 7 untuk memberikan klarifikasi atas kehadiran tayangan tersebut. Kehadiran tayangan yang menyudutkan kehidupan pesantren lewat program Trans7 tentunya sangat melukai banyak pihak, khususnya kaum santri. Secara khusus Ubaidillah mengatakan, Kyai dan Pesantren bukanlah obyek yang layak dijadikan olok-olok dalam sebuah program sebagaimana yang tampil pada tayangan 13 Oktober tersebut.

“Di pesantren terdapat adab, asih dan peduli, ilmu dan sejarah panjang perjuangan termasuk dalam sejarah kemerdekaan bangsa ini, yang itu dilakukan sampai saat ini,” ujarnya.

Xpose Uncensored dinilai mencederai nilai-nilai luhur penyiaran yang seharusnya berfungsi sebagai jembatan memperkuat integrasi nasional.

“Kami berharap Trans7 melakukan koreksi secara menyeluruh terkait tayangan yang melibatkan kehidupan pesantren di Indonesia. Termasuk juga kelompok atau komunitas lainnya. Setidaknya harus menghadirkan tokoh yang berkualitas sebagai penyeimbang dalam menarasikan peristiwa. Hal ini juga perlu diperhatikan oleh lembaga penyiaran lain agar mengedepankan kehati-hatian secara mematuhi ketentuan regulasi agar publik menerima informasi yang benar,” pungkas Ubaidillah.

Hadir dalam forum klarifikasi dengan Trans 7 itu anggota KPI Pusat lainnya, Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran Tulus Santoso, Koordinator Bidang Pengelolaan Kebijakan dan Sistem Penyiaran Muhammad Hasrul Hasan, Koordinator Bidang Kelembagaan I Made Sunarsa, serta anggota Bidang Kelembagaan Mimah Susanti dan Amin Shabana. Sedangkan dalam saluran zoom, hadir pula Wakil Ketua KPI Pusat Mohamad Reza, Anggota KPI Pusat Bidang Pengawasan Isi Siaran Aliyah dan Anggota KPI Pusat Bidang Kelembagaan Evri Rizqi Monarshi.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Disdik Banten Tegaskan Sekolah Kawasan Tanpa Rokok, Kepala SMAN 1 Cimarga Dinonaktifkan

Ilustrasi Asap Rokok/Antara
Ilustrasi Asap Rokok/Antara

Serang, aktual.com — Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Provinsi Banten menegaskan bahwa sekolah merupakan kawasan bebas rokok dan siswa yang melanggar aturan tersebut akan dikenai sanksi.

“Namun tentunya tidak dibenarkan jika lingkungan sekolah menjadi tempat merokok bagi siswa. Siswa yang melanggar larangan merokok akan menerima sanksi atau teguran agar tidak mengulangi perbuatannya di kemudian hari,” ujar Plt Kepala Dindikbud Banten, Lukman, kepada wartawan, Rabu (15/10/2025).

Lukman belum menjelaskan secara rinci jenis sanksi yang akan diberikan. Ia menyebutkan bahwa Pemprov Banten akan meminta klarifikasi dari semua pihak yang terlibat.

Lebih lanjut, Lukman menjelaskan bahwa larangan merokok di lingkungan sekolah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah. “Dalam peraturan tersebut, sekolah wajib memasukkan larangan merokok dalam tata tertib, termasuk membuat tanda larangan merokok di sekolah. Baik kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, maupun peserta didik harus menaati aturan tersebut,” katanya.

Terkait dugaan penamparan siswa yang dilakukan Kepala SMAN 1 Cimarga, Dini Fitri, Lukman menyampaikan bahwa yang bersangkutan tengah menjalani pemeriksaan. “Kami lakukan BAP awal dan hasilnya akan diserahkan ke BKD untuk penentuan status pegawai,” ucapnya.

Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Banten, Deden Apriandhi Hartawan, mengatakan bahwa Kepala SMAN 1 Cimarga telah dinonaktifkan sementara untuk menjaga suasana kondusif di sekolah. “Sambil melakukan pendalaman, kami menonaktifkan sementara guru yang bersangkutan supaya situasi kembali kondusif, karena murid-murid SMAN 1 Cimarga sempat tidak masuk sekolah. Ini untuk menstabilkan kondisi,” ujar Deden.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Siswa Jadi Korban: MBG Jangan Jadi Proyek dan Rente

Siswa Jadi Korban: MBG Jangan Jadi Proyek dan Rente

Jakarta, Aktual.com – Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat keracunan massal akibat Makan Bergizi Gratis (MBG) hingga 4 Oktober 2025 menembus angka 10.482 anak. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui aplikasi Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR), merilis, per 5 Oktober 2025 tercatat 119 kejadian dengan 11.660 kasus keracunan MBG di 25 provinsi dan 88 kabupaten/kota.

Sejumlah sekolah, orang tua, dan masyarakat di beberapa daerah pun mulai menolak program yang sudah menghabiskan anggaran negara Rp13 triliun per 8 September 2025 ini. Dari semua kejadian ini sudah semestinya dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap program MBG, dari mulai perencanaan, anggaran, hingga pelaksanaannya.

Anggota DPR dari Fraksi Golkar Zulfikar Arse Sadikin menyampaikan, munculnya keracunan massal dalam program MBG menunjukkan ada metode ataupun pendekatan yang keliru dalam pelaksanaan program tersebut. Badan Gizi Nasional (BGN), katanya, tidak perlu malu mengakui adanya kekurangan itu.

“Pemerintah harus mencari cara yang paling tepat. Apakah cara sekarag sudah tepat. Harus berani ada evaluasi. Jangan takut ada evaluasi dan kontrol. Jangan gerah kalau ada kritik,” papar Zukfikar kepada Aktual.com, Jakarta, Sabtu (10/10/2025).

Baca juga:

Pastikan Keamanan Pangan, Legislator PKB Dukung Gagasan School Kitchen untuk MBG

Menurutnya, program MBG bertujuan mulia karena itu pengelolanya harus memiliki semangat yang sama. “Laksanakan sungguh-sungguh, niatnya dalam rangka masyarakat hidup berkualitas. Jangan sampai niatnya proyek dan rente,” ujar Zulfikar.

Wakil Ketua Komisi IX dari Fraksi Partai Gerindra Putih Sari pun mendesak hal sama. BGN, katanya, tidak perlu takut untuk melakukan evaluasi secara total tata kelola program MBG. “Program ini harus tetap terjaga dan tidak tergerus oleh buruknya tata kelola di lapangan,” kata Putih dalam keterangan persnya.

BGN, katanya, harus mampu mengevaluasi secara detail setiap teknis penyelenggaraan dari hulu ke hilir serta meningkatkan standar keamanan makanan. Evaluasi menyeluruh perlu segera dilakukan agar manfaat besar yang dibawa program tidak tertutupi oleh catatan buruk pengelolaan di lapangan.

Peneliti Center of Human dan Development (CHED) Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (ITB-AD) Diyah Hesti Kusumawardani menyampaikan, keracunan makanan di program MBG bukan sekadar kesalahan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).

“Kalau dari analisa sistem, ikan busuk dari kepalanya. Kesalahan apapun itu awalnya ya datang dari pusatnya, dari pimpinannya. Seharusnya BGN secara tegas sudah menyiapkan SOP, quality control, dan food safety,” kata Diyah Hesti, kepada Aktual.com, Jakarta, Sabtu (10/10/2025).

Baca juga:

Dapur SPPG MBG Harus Jalankan SOP Pelayanan dengan Baik

Dari kasus keracunan massal, ujarnya, terlihat BGN mengabaikan quality control dan food safety. Hal ini, katanya, tidak baik untuk kelangsungan MBG dalam jangka panjang. “Walau misalnya, dari 3 ribu porsi yang dimasak itu korban keracunan tidak keseluruhannya, tetap harus ada evaluasi menyeluruh karena ini berkaitan dengan manusia, apalagi anak-anak,” papar Diyah Hesti.

Kejar Target Korbankan Siswa

Founder dan CEO Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) Diah Saminarsih, menyampaikan, insiden keracunan merupakan akibat dari ketergesaan pengelolaan program yang ingin mengejar target capaian penerima manfaat, jumlah dapur, serapan anggaran, dan mengesampingkan aspek gizi dan keamanan pangan.

“Kami meyakini, kasus keracunan MBG yang terjadi di berbagai daerah diakibatkan oleh belum siapnya infrastruktur tata kelola kelembagaan dan monitoring-evaluasi,” papar Diah.

Baca juga:

KPK Kaji Pelaksanaan MBG untuk Cegah Tindak Pidana Korupsi

Pihaknya pun meminta dilakukan evaluasi menyeluruh program MBG yang mencakup tata kelola organisasi, penentuan menu kualitas makanan yang disalurkan, serta besaran alokasi dan akuntabilitas anggaran.

Diah juga menyebutkan, sangat minimnya pelibatan pemerintah daerah dan pihak sekolah dalam pelaksanaan pemantauan dan evaluasi program turut berkontribusi pada maraknya kasus keracunan MBG di daerah.

Pihaknya pun mengusulkan desain program MBG yang targeted, desentralistik, dan terintegrasi dengan sistem kesehatan dan pendidikan, menimbang keterbatasan ruang fiskal dan besarnya anggaran MBG mendisrupsi agenda pembangunan prioritas lainnya.

Eliza Mardian, Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia menyampaikan, persoalannya utama MBG adalah pada model dapur yang digunakan Pemerintah yang menggunakan sistem sentralistik.

Ia pun mengusulkan model dapur yang bisa menjadi solusi bersama di tengah ambisi pemerintah untuk ekspansi penerima manfaat hingga 82,9 juta siswa, dan menggenjot pertumbuhan ekonomi masyarakat setempat.

“Pertama, dapur UMKM. Dapur yang dikelola UMKM setempat. Dapur ini bisa menggerakan ekonomi lokal, membuka lapangan kerja memperkuat rantai pasok makan lokal. Dapur ini juga bisa menerima hasil panen atau produk pangan lokal masyarakat setempat,” paparnya.

Baca juga:

Wakil Kepala BGN Sebut Program MBG Tidak Boleh Berorientasi Bisnis

Kedua, dapur sekolah. Eliza menjelaskan, dapur yang berada di sekolah akan menekan biaya distribusi dan menciptakan kualitas yang lebih ketat. Dapur sekolah juga, katanya, bisa perkuat hubungan sekolah, orang tua dan siswa.

“Ketiga, dapur koperasi pedagang pasar. Dapur ini akan berintegrasi dengan para pedagang pasar yang menjadi anggota koperasi. Dari segi pengadaan bahan baku lebih murah sehingga menekan biaya produksi,” ucapnya.

Model terakhir, adalah dapur yang dikelola oleg lembaga masyarakat atau lembaga sosial (NGO). Dengan model darur ini, membuka ruang partisipasi masyarakat sipil untuk terlibat. “Pemerintah perlu reorientasi kebijakan. Indikator keberhasilan MBG bukan hanya seberapa cepat atau seberapa banyak penerima manfaat, tapi seberapa kualitas program ini,” ujarnya.

Diyah Hesti mengatakan, pelaksanaan MBG selama ini mengabaikan modal sosial. SPPG mestinya tidak hanya dari instasi pemerintah, masyarakat, sekolah, dan orang tua siswa juga bisa berperan dalam pengelolaan dapur.

“Di Jepang misalnya, makan bergizi disediakan sekolah. Sehingga orang tua dan masyarakat bisa mengawasi,” ungkapnya.

Zulfikar menyampaikan, semestinya ada semangat desentralisasi dalam program prioritas seperti MBG. Pemerintah daerah perlu dilibatkan dari proses hingga pelaksanaannya. “Desentralisasi yang sesuai potensi masing-masing daerah. Kan bisa riset kemudian bisa diputuskan yang paling sesuai dengan karakteristik daerahnya,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Erobi Jawi Fahmi
Eka Permadhi

Tak Tahan Tersangka Mega Kasus CSR BI, MAKI Bakal Somasi KPK

Tak Tahan Tersangka Mega Kasus CSR BI, MAKI Bakal Somasi KPK

Jakarta, aktual.com – Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) mengatakan akan menyomasi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bila lembaga antirasuah tersebut belum menahan tersangka kasus CSR BI.

Kasus tersebut mengenai dugaan korupsi terkait penyaluran dana tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan (corporate social responsibility/CSR) Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan.

“Apabila KPK tidak segera melakukan penahanan tersangka kasus korupsi CSR BI, maka kami akan menyomasi KPK dan mengajukan praperadilan,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (14/10).

Boyamin menjelaskan langkah menyomasi KPK diupayakan sebab pihaknya menilai KPK sudah memegang cukup alat bukti untuk menahan tersangka kasus tersebut, yakni anggota DPR RI Satori dan Heri Gunawan.

“KPK itu sudah pegang lima alat bukti. Sementara untuk menetapkan dan menahan tersangka itu cukup dua alat bukti,” jelasnya.

Sementara itu, KPK pada Selasa (14/10) ini masih memanggil sejumlah saksi dalam penyidikan kasus tersebut.

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada para jurnalis di Jakarta, Selasa, mengatakan lembaga antirasuah itu memeriksa sepuluh saksi di Polresta Cirebon.

Mereka adalah SF selaku petugas protokol pejabat pembuat akta tanah sementara (PPATS) Kecamatan Palimanan, SU dan SN selaku perangkat Pemerintah Desa Panongan, serta DH dan SUH selaku perangkat Pemdes Pegagan.

Kemudian MUN, RA, dan MUNH sebagai ibu rumah tangga, serta RS dan SAR sebagai pihak swasta.

Saat ini, KPK masih melakukan penyidikan kasus dugaan korupsi dalam penyaluran dana program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) Bank Indonesia atau dugaan korupsi dalam penggunaan dana Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) dan Penyuluh Jasa Keuangan (PJK) tahun 2020–2023.

Perkara tersebut bermula dari laporan hasil analisis (LHA) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan pengaduan masyarakat, kemudian KPK melakukan penyidikan umum sejak Desember 2024.

Penyidik KPK telah menggeledah dua lokasi yang diduga menyimpan alat bukti terkait dengan perkara tersebut.

Dua lokasi tersebut adalah Gedung Bank Indonesia di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, yang digeledah pada 16 Desember 2024, dan Kantor Otoritas Jasa Keuangan yang digeledah pada 19 Desember 2024.

Pada 7 Agustus 2025, lembaga antirasuah itu menetapkan anggota Komisi XI DPR RI periode 2019–2024 Satori (ST) dan Heri Gunawan (HG) sebagai tersangka kasus tersebut.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

DPR Akan Sinkronkan Qanun dengan RKUHAP Cegah Hukuman Dua Kali

Komisi III DPR RI menggelar rapat audiensi dengan Aliansi Mahasiswa Nusantara di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu (15/10/2025). ANTARA/Bagus Ahmad Rizaldi
Komisi III DPR RI menggelar rapat audiensi dengan Aliansi Mahasiswa Nusantara di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu (15/10/2025). ANTARA/Bagus Ahmad Rizaldi

Jakarta, aktual.com – Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengatakan pihaknya bakal menyinkronkan Qanun atau aturan hukum yang berlaku di Aceh dengan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) untuk mencegah penghukuman dua kali terhadap orang yang sama atas peristiwa hukum yang sama.

Dia menyampaikan hal itu untuk merespons aspirasi yang disampaikan oleh Aliansi Mahasiswa Nusantara (Aman) terkait fenomena adanya warga Aceh yang tetap dipidana setelah menjalani hukuman dari Qanun. Habiburokhman pun menyebut bahwa hal tersebut menarik untuk dicermati.

“Nanti bisa diformulasikan norma pasal yang secara rinci mengatur bagaimana sinkronisasi Qanun dengan RKUHAP yang akan datang,” kata Habiburokhman di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu (15/10).

Pada prinsipnya, kata dia, ada azas Ne Bis In Idem yang menyatakan bahwa terhadap satu masalah yang sama tidak bisa diadili dua kali, baik oleh Qanun dengan kekhususan Aceh atau dengan hukum nasional.

Dia menilai konsep penyelesaian 18 tindak pidana ringan yang dipraktikkan di Aceh melalui Qanun sudah mendahului konsep restorative justice yang baru akan diimplementasikan dalam RKUHAP.

Sehingga, kata dia, Qanun dan KUHAP hanya tinggal disinergikan saja.

Dia pun menilai bahwa restorative justice sebenarnya bukan hanya berasal nilai-nilai dari luar saja, melainkan bangsa Indonesia juga sudah mempraktikkan dalam kehidupan sehari-hari sejak masa lampau.

“Kalau kita ingat dari jaman dulu kita terbiasa menyelesaikan masalah secara kekeluargaan, terutama masalah yang tidak berakibat fatal, tidak berakibat kematian,” kata dia

Sementara itu, perwakilan dari Aliansi Mahasiswa Nusantara Muhammad Fadli mengatakan bahwa di Aceh ada 18 perkara tindak pidana ringan yang bisa diselesaikan oleh lembaga peradilan adat tingkat kampung atau desa.

Namun, kata dia, ada beberapa kasus di Aceh misalnya ada pihak-pihak yang terlibat permasalahan dan sudah diselesaikan di lembaga peradilan adat.

Namun, kata dia, ada salah satu pihak yang tidak berkomitmen dan melaporkan permasalahan itu ke aparat penegak hukum.

“Di sini kan konsepnya aparat penegak hukum tidak bisa menolak laporan, tapi di satu sisi lembaga peradilan adat sudah memutuskan, sehingga terjadinya ketidakpastian hukum,” kata Fadli.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Berita Lain