25 Desember 2025
Beranda blog Halaman 36

Desentralisasi Belum Efektif: Badan Pengkajian MPR RI Bahas Kesenjangan Otonomi Daerah

Pimpinan dan Anggota Badan Pengkajian MPR RI yang hadir meliputi: Ketua Kelompok III Badan Pengkajian MPR RI, Dr. Hj. Hindun Anisah memimpin Badan Pengkajian Kelompok III MPR RI Focus Group Discussion (FGD) bertajuk "Desentralisasi, Otonomi Daerah, Pemerintah Daerah dan Desa" di kawasan Tangerang Selatan, Banten, Selasa (16/12/2025). Aktual/DOK MPR RI

Jakarta, aktual.com – Badan Pengkajian Kelompok III MPR RI menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Desentralisasi, Otonomi Daerah, Pemerintah Daerah dan Desa” sebagai upaya memperdalam kajian terhadap dinamika penyelenggaraan pemerintahan daerah dan desa dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.

Kegiatan ini dihadiri oleh pimpinan dan anggota Badan Pengkajian MPR RI serta sejumlah narasumber ahli dari kalangan akademisi dan praktisi, di kawasan Tangerang Selatan, Banten, Selasa (16/12/2025).

Pimpinan dan Anggota Badan Pengkajian MPR RI yang hadir meliputi: Ketua Kelompok III Badan Pengkajian MPR RI, Dr. Hj. Hindun Anisah, M.A, serta sejumlah Anggota Badan Pengkajian, Dr. I Wayan Sudirta, S.H., M.H., H. Kamrussamad, Ph.D., Heri Gunawan, S.E., M.AP., Dr. Ir. Hj. Andi Yuliani Paris, M.Sc., dan Drs. H. Guntur Sasono, M.Si.

Selain itu, kegiatan ini juga menghadirkan sejumlah narasumber ahli, yaitu: Prof. Budi Setyono, S.Sos., M.Pol.Admin., Ph.D., Prof. Dr. Renea Shinta Aminda, S.E., M.M., serta Dr. Fajar Laksono Suroso, S.H., M.H.

Dalam sambutannya, Ketua Kelompok III Badan Pengkajian MPR RI, Dr. Hj. Hindun Anisah, M.A., menyoroti salah satu persoalan krusial yang menjadi perhatian, yaitu dualisme pengaturan desa. Di satu sisi, desa dipandang sebagai entitas sosiologis dan kultural yang harus dilestarikan, namun di sisi lain desa juga ditempatkan sebagai bagian dari struktur pemerintahan.

“Kondisi ini, menurutnya, menimbulkan problem kelembagaan karena pengelolaan desa berada di bawah lebih dari satu kementerian, mulai dari Kementerian Desa, Kementerian Dalam Negeri, hingga Kementerian Keuangan. Akibatnya, terjadi tumpang tindih kewenangan dan duplikasi program,” tuturnya.

Selain itu, Hindun Anisah juga menyoroti isu sistem pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang dinilainya menjadi salah satu isu paling hangat. Ia mengingatkan bahwa Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 mengamanatkan kepala daerah dipilih secara demokratis.

“Namun dalam praktiknya, pelaksanaan pilkada justru memunculkan berbagai persoalan, seperti tingginya biaya politik, polarisasi sosial di masyarakat, serta belum optimalnya hubungan hierarkis antara pemerintah kabupaten, provinsi, dan pusat,” sambung dia.

Dari FGD sebelumnya, ia juga menyebut perihal sistem Pilkada tidak diseragamkan di seluruh wilayah.

“Kita perlu mendiskusikan sejauh mana makna demokratis itu diterjemahkan dalam sistem pemerintahan daerah,” ujarnya.

Menanggapi hal itu, narasumber ahli yang juga merupakan Kepala Biro Hukum dan Administrasi Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Dr. Fajar Laksono Suroso, S.H., M.H., menanggapi hal tersebut dengan menegaskan bahwa regulasi yang paling sering diuji di MK adalah undang-undang yang berkaitan dengan pemilu dan pilkada.

“Undang-undang di bidang kepemiluan merupakan regulasi yang paling dinamis dan paling sering menimbulkan persoalan konstitusional dalam praktik ketatanegaraan kita,” ujarnya.

Ia mencontohkan UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan Undang-Undang Pilkada yang kerap menjadi objek pengujian. Fajar menegaskan bahwa putusan MK, meskipun tidak mengubah UUD 1945 secara formal, bersifat mengikat sebagai penafsiran resmi konstitusi.

“Dalam praktik, putusan MK dapat berfungsi sebagai perubahan konstitusi secara materiil, meskipun kewenangan perubahan konstitusi secara formal tetap berada pada MPR,” tegasnya.

Sementara itu, Prof. Dr. Renea Shinta Aminda, S.E., M.M., Guru Besar dari Universitas Ibnu Khaldun Bogor, menyoroti tantangan serius dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal. Menurutnya, praktik kebijakan menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal di Indonesia masih menghadapi kendala struktural, terutama tingginya ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat. Ia memaparkan,

“Kondisi ini memperlihatkan lemahnya kemandirian fiskal, mengingat sekitar 65 persen pendapatan daerah masih bersumber dari transfer pusat, sementara kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) rata-rata hanya sekitar 30 persen,” tuturnya.

Ia mendorong penataan ulang hubungan pusat dan daerah melalui penyelarasan kewenangan pendapatan dan perbaikan desain transfer fiskal.

Narasumber ahli lainnya, Prof. Budi Setiyono, Ph.D., yang merupakan Sekretaris Utama Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (BKKBN) mengkritisi praktik desentralisasi yang dinilainya belum sepenuhnya berjalan efektif, meskipun memiliki landasan konstitusional yang kuat pascareformasi.

“Namun dalam praktiknya, berbagai persoalan masih mengemuka, mulai dari ketergantungan fiskal daerah terhadap pemerintah pusat, ketimpangan kapasitas antardaerah, maraknya pemekaran wilayah yang tidak terkendali, hingga kecenderungan re-sentralisasi kewenangan melalui regulasi sektoral,” ujarnya.

Ia menilai desain desentralisasi yang ditegaskan dalam UUD 1945 belum sepenuhnya terwujud secara substantif, dan mendorong reformulasi desentralisasi yang lebih kontekstual dan adaptif.

Sementara itu, salah satu Anggota Badan Pengkajian MPR RI, Drs. H. Guntur Sasono, M.Si., menilai FGD ini penting karena membahas implementasi demokrasi.

Menurutnya, demokrasi Indonesia secara prinsip sudah berjalan baik, namun pelaksanaannya harus tetap berpijak pada aturan hukum dan nilai-nilai moral. Ia menyoroti tantangan dalam praktik demokrasi saat ini, khususnya dalam proses keterpilihan wakil rakyat.

“Padahal banyak juga anggota DPR yang terpilih secara murni dan baik oleh rakyat,” ujarnya.

Karena itu, Guntur menekankan pentingnya menjaga integritas dan keteladanan wakil rakyat agar demokrasi berjalan sesuai tujuan untuk kepentingan rakyat dan keberlangsungan negara.

Menutup rapat ini, Hindun Anisah berharap FGD ini dapat menghasilkan rekomendasi yang konstruktif untuk perbaikan kebijakan desentralisasi maupun penguatan tata kelola pemerintahan daerah.

Ia juga mendorong para narasumber untuk menyusun kajian tertulis sebagai pendalaman materi, yang nantinya akan dihimpun dan disusun menjadi bunga rampai kajian otonomi daerah. Dokumen tersebut diharapkan dapat menjadi rujukan akademik sekaligus rekomendasi kebijakan bagi para pemangku kepentingan.

Artikel ini ditulis oleh:

Tino Oktaviano

Trump Tetapkan Pemerintah Venezuela Sebagai Organisasi Teroris Asing

Presiden AS Donald Trump (kiri) dan Presiden Venezuela Nicolas Maduro. /ANTARA/Anadolu/pri.
Presiden AS Donald Trump (kiri) dan Presiden Venezuela Nicolas Maduro. /ANTARA/Anadolu/pri.

Moskow, aktual.com – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyatakan telah menetapkan pemerintahan Venezuela di bawah Presiden Nicolas Maduro sebagai “organisasi teroris asing” dan memerintahkan pemberlakuan blokade “total” terhadap seluruh kapal tanker minyak yang dikenai sanksi dan bepergian ke serta dari Venezuela. .

“Atas pencurian aset kita, dan banyak alasan lainnya termasuk terorisme, penyelundupan narkoba, dan perdagangan manusia, rezim Venezuela telah ditetapkan sebagai Organisasi Teroris Asing,” kata Trump di Truth Social, Selasa (16/12).

Ia membuka pernyataannya dengan menegaskan bahwa Venezuela telah “sepenuhnya dikepung oleh Armada terbesar yang dihimpun dalam Sejarah Amerika Selatan”.

Trump berkata bahwa jumlah armada akan semakin besar, dan “kejutan” tersebut akan menjadi yang “tak pernah dilihat sebelumnya” oleh pemerintah Venezuela.

Hal tersebut, kata dia, akan berlanjut hingga pemerintah Venezuela mengembalikan kepada AS “semua aset minyak, tanah, dan aset lainnya yang dicuri” oleh mereka.

Selain menetapkan pemerintah Venezuela sebagai organisasi teroris, Trump juga menekankan perintah blokade total terhadap semua kapal tanker minyak yang dijatuhi sanksi dan berlayar dari dan ke Venezuela.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

MK Akan Putus Dua Pasal UU Tentang Hak Cipta

Jakarta, aktual.com – Mahkamah Konstitusi (MK) memutus dua perkara pengujian materi sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta pada hari Rabu ini, yakni Perkara Nomor 28/PUU-XXIII/2025 dan Nomor 37/PUU-XXIII/2025.

Perkara Nomor 28 dimohonkan oleh musisi Tubagus Arman Maulana (Armand Maulana), Nazril Irham (Ariel NOAH), Vina DSP Harrijanto Joedo (Vina Panduwinata), serta 26 musisi dan penyanyi lainnya, sementara Perkara Nomor 37 diajukan grup musik TKOOS Band dan penyanyi rok Saartje Sylvia.

“Acara: pengucapan putusan/ketetapan. Tempat: Gedung 1 MK RI,” demikian keterangan jadwal persidangan yang dimuat di laman resmi MK dilihat dari Jakarta, Rabu.

Putusan kedua perkara itu akan diucapkan Mahkamah mulai pukul 13.30 WIB bersamaan dengan delapan perkara uji materi lainnya.

Dalam Perkara Nomor 28, Armand Maulana dkk. menguji konstitusionalitas norma Pasal 9 ayat (3), Pasal 23 ayat (5), Pasal 81, Pasal 87 ayat (1), dan Pasal 113 ayat (2) UU Hak Cipta.

Mereka mendalilkan, pasal-pasal diuji menimbulkan ketidakpastian hukum sehingga menciptakan situasi ancaman yang bersifat struktural. Menurut mereka, pasal-pasal dimaksud tidak memberikan perlindungan yang jelas, setara, dan memadai, khususnya bagi para pelaku pertunjukan.

Dalam berkas permohonannya, Armand Maulana dkk. menyoroti sejumlah polemik hak cipta di kalangan pelaku pertunjukan, seperti dialami vokalis grup musik Kahitna, Hedi Yunus, yang juga menjadi pemohon dalam perkara ini.

Hedi Yunus disebut mengalami kerugian konstitusional yang signifikan karena pencipta lagu Melamarmu, salah satu lagu yang kerap dibawakan Hedi, mewajibkan dirinya untuk menerapkan lisensi langsung (direct licensing) dalam mempertunjukkan lagu tersebut.

Direct licensing merupakan sistem lisensi langsung antara pemilik hak cipta dan pengguna karya, tanpa melalui lembaga perantara, seperti Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) ataupun Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).

Hedi, sebagaimana termuat dalam berkas permohonannya, mengaku menghadapi situasi yang tidak menentu untuk melantunkan lagu Melamarmu akibat sistem yang diterapkan oleh sang pencipta lagu.

Sementara itu, TKOOS Band dan Saartje Sylvia mempersoalkan konstitusionalitas norma Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 113 ayat (2) UU Hak Cipta.

Salah satu alasan para pemohon mengajukan permohonan dalam Perkara Nomor 37 ini, yaitu TKOOS Band tidak diizinkan untuk mempertunjukkan lagu-lagu ciptaan Koes Plus. Larangan berasal dari ahli waris grup musik pop rok legendaris itu.

Dinukil dari berkas permohonannya, TKOOS Band mengaku mengalami penurunan citra di masyarakat karena seolah-olah melakukan penggunaan karya secara komersial tanpa memperhatikan hak ekonomi pencipta, padahal lagu-lagu yang dibawakan telah dibayarkan royaltinya melalui LMKN maupun LMK.

Melalui uji materi ini, para pemohon dalam Perkara Nomor 28 dan 37 meminta Mahkamah untuk memberikan penafsiran baru terhadap sebagian pasal yang diuji maupun membatalkan keberlakuan sebagian pasal lainnya.

Kedua perkara ini bergulir di MK sejak sidang pemeriksaan pendahuluan digelar pada 24 April 2025. Dalam prosesnya, MK telah meminta keterangan DPR, pemerintah, saksi dan ahli, serta pihak terkait seperti LMKN.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Hasil Gelar Perkara Khusus Ijazah Roy Suryo Cs Dikenakan Enam Pasal, Tetap Yakin Ijazah Palsu

Jakarta, aktual.com – Gelar perkara khusus kasus Roy Suryo dan dua rekannya menghasilkan pemaparan ulang pasal sangkaan. Ketiganya dikenakan enam pasal pidana dengan ancaman hukuman berlapis.

Pasal tersebut meliputi Pasal 310 dan 311 KUHP, serta Pasal 27A, 28 ayat 2, 32, dan 35 UU ITE. Ancaman terberat berasal dari Pasal 35 UU ITE dengan hukuman maksimal 12 tahun.

Roy menyebut selama diskusi tidak ditemukan dasar kuat untuk menjerat ketiganya.
“Kami tidak melihat sesuatu yang pantas dikenakan kepada kami bertiga,” ujarnya, Jakarta, dikutip Selasa (16/12/2025).

Ia menyoroti loncatan penerapan Pasal 32 dan 35 yang dinilai tidak relevan.
Menurut Roy, laporan awal justru berkaitan penghinaan dan pencemaran nama baik.

Roy mengungkap Pasal 32 dan 35 dimohonkan langsung oleh Presiden Joko Widodo.
“Pasal itu dimintakan oleh Pak Jokowi sendiri,” kata Roy.

Sementara laporan pihak lain hanya memuat Pasal 28 ayat 2 dengan ancaman enam tahun.
Pasal 160 disebut sempat muncul, namun tidak diterapkan dalam perkara ini.

Dalam gelar perkara, turut diperlihatkan ijazah analog yang diklaim asli.
Roy menyebut temuan tersebut “tidak mengejutkan” karena serupa dengan temuan sebelumnya.

Roy hadir bersama tiga ahli, termasuk ahli pidana dan forensik teknologi.
Kesimpulan mereka menyatakan temuan “99,9 persen palsu” tetap tidak berubah.

Ia mempertanyakan kondisi foto pada ijazah yang dinilai terlalu tajam dan baru.
“Saya ragu foto itu berusia lebih dari 40 tahun,” ujar Roy.

Roy juga menyoroti larangan memegang dan memeriksa fisik dokumen secara langsung.
Menurutnya, ketebalan kertas dan tekstur penting dalam verifikasi keaslian.

Selain itu, Roy mempersoalkan garis dan warna logo pada ijazah yang diperlihatkan.
Ia menilai tinta tampak modern dan tidak menunjukkan ciri penuaan alami.

(Muhammad Hamidan Multazam)

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Rupiah dan IHSG Kompak Naik Pagi Ini

Jakarta, aktual.com – Nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan di Jakarta, Rabu (17/12), bergerak menguat 26 poin atau 0,16 persen menjadi Rp16.665 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.691 per dolar AS.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Rabu pagi dibuka menguat 21,85 poin atau 0,25 persen ke posisi 8.708,32.

Kemudian, kelompok 45 saham unggulan atau Indeks LQ45 turut dibuka menguat 1,07 poin atau sekitar 0,13 persen ke posisi 855,4.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Nelayan Terdampak Bencana Dipermudah Melaut, KKP Gaspol Beri Izin

Ilustrasi - Nelayan membongkar muatan tangkapan ikan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kota Sorong, Papua Barat.
Ilustrasi - Nelayan membongkar muatan tangkapan ikan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kota Sorong, Papua Barat.

Jakarta, Aktual.com — Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memprioritaskan penerbitan izin usaha penangkapan ikan bagi pelaku perikanan di wilayah terdampak bencana, seperti di Sumatera, sebagai langkah percepatan pemulihan ekonomi dan keberlanjutan usaha nelayan.

Di tengah tekanan ekonomi pascabencana, kelancaran aktivitas melaut menjadi kebutuhan mendesak bagi masyarakat pesisir. Akses perizinan yang cepat dan pasti dinilai krusial untuk menjaga pendapatan nelayan, stabilitas pasokan ikan, serta denyut ekonomi daerah terdampak.

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP, Lotharia Latif, menyatakan KKP memprioritaskan pemrosesan permohonan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) dari wilayah terdampak bencana.

“Kita prioritaskan pemrosesan permohonan SIPI dan SIKPI dari wilayah terdampak bencana,” kata Latif dalam keterangan di Jakarta, Selasa (16/12/2025).

Menurut Latif, KKP terus meningkatkan kualitas layanan kepada nelayan dan pelaku usaha perikanan, termasuk melalui percepatan perpanjangan izin berusaha. Untuk mendukung kebijakan tersebut, KKP menyiapkan sumber daya manusia serta dukungan teknologi informasi agar layanan perizinan dapat berjalan optimal selama 24 jam, termasuk pada hari libur.

Ia menjelaskan, nelayan dan pelaku usaha perikanan di wilayah Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat menjadi prioritas utama dalam percepatan layanan perizinan, baik untuk penerbitan izin baru maupun perpanjangan.

Langkah ini dinilai strategis untuk memastikan aktivitas perikanan tangkap dapat segera kembali berjalan normal, sehingga membantu pemulihan ekonomi masyarakat pesisir pascabencana.

“Termasuk percepatan proses administrasi dan pendampingan layanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujarnya.

Latif berharap para nelayan dapat segera kembali melaut dan menjalankan usahanya tanpa terkendala perizinan. KKP memastikan pelayanan SIPI dan SIKPI tetap dilakukan secara cepat, mudah, transparan, dan sesuai ketentuan hukum yang berlaku, sebagai bagian dari komitmen negara hadir di tengah masyarakat terdampak bencana.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka Permadhi

Berita Lain